“Kalau tidak ditulis, semua itu nol.” Nol dalam hitungan manusia tentunya. Padahal manusia era sekarang butuh laporan, perlu transparansi. Salah satu bentuknya tentu saja dengan semarak kegiatan kebaikan yang kita sajikan melalui media. Demikianlah yang saya lakukan bersama teman-teman WIZ Jakarta, menebar semangat dalam sharing 90 menit hari ini (24/9/25).
Nol dalam arti tidak tampak dalam pemahaman manusia. Tetapi tidak nol dalam pandangan Allah dan malaikat pencatat kebaikan.
Kesadaran Penulisan
Kalimat itu bukan sekadar motivasi, melainkan keyakinan yang saya pegang erat dan saya sebarkan energinya kepada teman-teman penggerak kebaikan. Keyakinan bahwa setiap kebaikan, setiap perjuangan di lapangan, harus diceritakan. Karena setiap tulisan akan menyadarkan dan menggerakkan.
Saya beruntung bisa mengenal dunia jurnalistik. Sebagai orang yang pernah menjadi jurnalis, saya terbiasa melihat dunia dari balik lensa. Kini, saya melihatnya dari sudut pandang yang berbeda, sudut pandang kemanusiaan.
Sejak November 2013, tugas baru membawa saya ke Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Sebuah perjalanan yang mengubah cara pandang saya tentang media dan dampaknya.
Dulu, kami memulai dengan langkah kecil. Kami sadar, website adalah rumah besar lembaga kami.
Dari sana, kami membangun jembatan ke berbagai media sosial. Setiap platform punya perannya sendiri. Instagram untuk visual, Facebook untuk cerita panjang, dan X (Twitter) untuk berita cepat.
Saya selalu berpesan kepada tim, “Kalian boleh jungkir balik di lapangan, Allah dan malaikat mencatat itu. Tapi kita juga butuh dilihat manusia.”
Pesan ini sering saya sampaikan dengan tawa. Namun, saya ingin membangun kesadaran bahwa narasi adalah kunci.
Perubahan dari Narasi
Narasi yang baik dapat mengubah cerita perjuangan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Tidak sedikit orang mengirimkan donasi setelah melihat website sebuah lembaga nirlaba aktif dan update.
Saat saya berbagi kisah ini dengan tim Wahdah Inspirasi Zakat (WIZ) di Jakarta Selatan hal itu pula yang saya tekankan.
Kami berbicara santai, namun penuh makna.
Mereka antusias. Manajer WIZ Jakarta, Ismet Daulay, mengucapkan terima kasih. “Kalimat-kalimatnya membangun kesadaran,” ujarnya. Hal senada juga menjadi ungkapan Ust. Yudi Berdaya dan juga Bang Asriyanto.
Jangan Biarkan Bisu
Sesi berbagi selama 90 menit itu menegaskan kembali keyakinan saya. Kerja keras tanpa cerita adalah bisu.
Pada era seperti sekarang, transparansi menjadi keniscayaan. Salah satu bentuk akuntabilitas lembaga amil zakat ada pada laporan kegiatan berbentuk berita kegiatan.
Kisah yang kita abadikan bukan hanya laporan, melainkan alat untuk menggerakkan hati dan pikiran. Itu adalah cara kita mengajak lebih banyak orang bersatu dalam kebaikan.
Dengan menulis, kita memberi makna pada setiap aksi. Kita mengubah niat baik menjadi dampak nyata. Ini bukan hanya tugas, melainkan panggilan.
Panggilan untuk menjadi jembatan narasi yang menghubungkan perjuangan di lapangan dengan hati-hati yang peduli.
***********
Penulis: Ustadz Imam Nawawi, M.Pd.I
(Kepala Humas BMH Pusat, Eks Ketua Umum Pemuda Hidayatullah dan Pengasuh masimamnawawi.com)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Mengispirasi dan Menyuarakan Kebenaran)