Pernah berpikir mengapa Allah menakdirkan Nabi Muhammad SAW sebagai anak yatim? Adalah agar siap menjadi pribadi sukses sebagai pemimpin, pengemban risalah dakwah.
Mengapa harus yatim? Karena di sana ada sebuah rasa butuh akan kasih sayang, bisa merasakan langsung apa itu kesulitan, kesedihan. Dan, saat bisa mengatasinya, jiwa menjadi kuat.
Jika fakta itu kita hubungkan dengan kaum terdidik yang banyak cemas, takut masa depan, bahkan ingin melukai diri sampai bunuh diri, boleh jadi masa kecilnya tidak mendapatkan pendidikan perihal mengasihi sesama.
Julie Lythcott dalam Youtube TEDx berkata, bahwa yang bisa membuat anak tumbuh sukses, mereka mendapatkan pendidikan tentang cinta. Bukan cinta pada pekerjaan. Tetapi cinta kepada sesama manusia. Punya empati dan peduli.
Oleh karena itu, para orang tua kata Julie jangan terobsesi dengan angka, jalan anak belajar sampai ke perguruan tinggi favorit, tapi tataplah anak-anak itu dengan ketulusan, rasa bahagia dan cinta. Itulah yang membentuk kekuatan dalam diri anak untuk survive ke depan.
Amar Ma’ruf
Kalau kita perhatikan, ada sebuah kata kunci dalam nasihat Luqman kepada anaknya adalah tentang amar ma’ruf dan nahi munkar. Nasihat itu berurutan setelah nasihat mendirikan shalat (Surah Luqman: 17).
Amar ma’ruf nahi munkar secara substansi mendidik anak untuk peduli kepada orang lain. Bukan sebatas aspek makanan pokoknya, tetapi juga iman, taqwa dan akhirat mereka.
Oleh karena itu, buah dari shalat sejatinya adalah apakah ada cinta kepada manusia, untuk mengajak mereka pada iman dan mencegah mereka dari kemunkaran.
Itulah yang akan memanggil manusia punya rasa tanggung jawab, kepedulian tinggi, dan selamat dari cara berpikir materialistis, egosentris dan kapitalis.
Faaynallah?
Menarik kalau semua itu kita tarik pada satu kisah yang terjadi pada masa Amirul Mukminin, Umar bin Khattab ra.
Kala itu Umar berjalan di sekitaran Madinah. Kemudian ia melihat seorang anak menggembala kambing yang jumlahnya cukup besar. Umar mendekati anak itu.
Perlahan Umar berbisik ke telinga anak itu. “Bagaimana kalau kamu jual satu ekor kambing untukku?”
Sang anak itu berkata, “Tidak, saya tidak akan melakukannya.”
Umar penasaran. “Mengapa, bukankah tuanmu tidak akan tahu kalau satu ekor kambingnya kamu jual kepadaku?”
Anak itu langsung berkata, “Faaynallah?” Artinya, lantas dimana Allah, apakah saya sanggup menipu di hadapan Allah?
Itulah sikap mental yang kita butuhkan untuk anak-anak hari ini. Mereka penting paham matematika, ahli IT dan tekun belajar. Tapi mereka juga butuh mentalitas yang tumbuh dari rasa cinta kepada sesama. Dan, itu butuh kekuatan iman yang menancap di dalam hati setiap anak-anak kita.
Lihatlah sekarang, setiap orang yang mudah resah, gampang putus asa, hidup dengan nir etika, apakah mereka kurang belajar di sekolah?
Mereka hanya kurang bahagia dan tidak tahu arti cinta kepada sesama manusia. Lebih-lebih betapa indah dan kokohnya iman untuk menopang jalan menuju kesuksesan.
***********
Penulis: Ustadz Imam Nawawi, M.Pd.I
(Kepala Humas BMH Pusat, Eks Ketua Umum Pemuda Hidayatullah dan Pengasuh masimamnawawi.com)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)