Keuntungan pada sistem bagi hasil baik dalam akad musyārakah maupun mudhārabah adalah berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak atau lebih, yang dimana ketentuan nisbahnya tidak diatur dalam Islam. Di titik manapun mereka mencapai kata sepakat, maka nisbah itulah yang menjadi acuan untuk membagi hasil dari keuntungan usaha.
Adapun kerugiannya pada akad musyārakah ditanggung bersama, berbeda halnya pada akad mudhārabah maka kerugiannya ditanggung oleh pemodal, kecuali ada kelalaian atau kecurangan oleh pengelola, maka kerugian ditanggung olehnya. Demikian itu adalah bentuk keadilan dalam akad mudhārabah, karena hakikatnya pengelolapun sudah menanggung kerugian non-materi yaitu rugi tenaga, pikiran dan waktu.
Bagi hasil pada akad mudhārabah di perbankan syariah berdasarkan pada kesepakatan antara pemodal (bank) dan pengelola (nasabah debitur). Akan tetapi realitanya pihak bank sudah menentukan nisbah bagi hasilnya, sehingga tidak ada kesempatan bagi nasabah debitur untuk mengajukan nisbah bagi hasilnya.
Hal itu dilakukan oleh pihak bank karena menghindari resiko kerugian dan untuk mendapatkan keuntungan tanpa mempertimbangkan pihak nasabah debitur. Dengan demikian, keadilan dalam bagi hasil pada akad mudhārabah di perbankan syariah belum dapat terwujudkan.
Hal tersebut sangatlah beralasan, karena pihak bank hanyalah menggunakan dana nasabah sebagai modal yang diberikan pada nasabah debitur yang hendak mengelolanya. Sehingga pihak bank bertanggung jawab atas dana nasabah tersebut. Sedangkan dalam akad mudārabah kerugian tidak ditanggung oleh pengelola melainkan ditanggung oleh pemodal.
Namun dalam hal ini, pihak bank bertindak sebagai pemodal dalam menentukan nisbah bagi hasil, yang pada hakikatnya pihak bank hanyalah sebagai penyalur dana dari pemodal ke pengelola atau dari nasabah ke nasabah debitur, dan itu berdampak pada ketidakadilan dalam menentukan nisbah bagi hasil. Karena pihak banklah yang menentukan nisbah bagi hasilnya, sedangkan dia bukanlah pemodal dan bukan pula pengelola.
Untuk mewujudkan keadilan dalam penentuan nisbah bagi hasil pada akad mudhārabah, maka harus menerapkan konsep ta’āwun atau saling tolong menolong, saling bantu membantu, sebagaimana firman Allah ta’ālā
((وتعاونوا على البر والتقوى))
Terjemahannya: “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa” QS. Al-Māidah: 2
Dalam penerapan sistem bagi hasil harusnya mengedepankan prinsip saling tolong menolong antara pihak-pihak yang melakukan kerja sama. Dengan demikian keadilan dalam penentuan nisbah bagi hasil dapat terwujudkan, karena semua pihak hakekatnya saling membutuhkan satu sama lain.
Pemodal membutuhkan tenaga dari pengelola dan pengelola membutuhkan dana dari pemodal, mereka bekerjasama dengan mengedepankan prinsip ta’āwun saling tolong-menolong.
Pemodal menolong pengelola agar memiliki usaha yang menjadi sumber penghasilannya dan pengelola menolong pemodal dengan mengelola dananya agar bertambah penghasilannya, maka kemashlahatan bersamapun dapat tercapai. Aplikasi dari konsep ta’āwun ini dapat diwujudkan dengan dua skema transaksi:
A. Pihak bank bertindak sebagai penyalur antara pemodal (nasabah) dan pengelola (nasabah debitu), maka keuntungan yang diperoleh pihak bank adalah upah dari pemodal dengan akad al-wikālah bi al-ujrah, di sini pihak bank dapat menentukan tarifnya.
Sedangkan akad mudhārabah yang berlangsung adalah antara nasabah dan nasabah debitur, kedua belah pihak inilah yang bersepakat dalam menentukan nisbah bagi hasil, maka pihak bank tidak berhak dalam menentukan nisbah bagi hasil.
B. Pihak bank bertindak sebagai pengelola dari dana nasabah, dengan bersepakat dalam menentukan nisbah bagi hasil antara keduanya. Kemudian pihak bank mengelola dana tersebut sebagai modal yang diberikan kepada nasabah debitur dengan bersepakat dalam menentukan nisbah bagi hasil antara pihak bank dan nasabah debitur.
Dalam hal ini, pihak bank atas dasar amanah harus menyampaikan kepada nasabah bahwa pihak bank mengelola dana nasabah dengan memberikan ke nasabah debitur sebagai modal usahanya, karena hal itu dapat membantu dalam menentukan nisbah bagi hasil yang dikehendaki oleh nasabah. Implikasi dari transaksi ini agar nasabah tidak mengalami kerugian sendirian dengan jumlah yang besar.
**************
Penulis: Muhammad Dzul Fadli S., Lc.
(Mahasiswa Magister Ekonomi Syariah UIN Alauddin Makassar)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)