MUQODDIMAH
Segala puji bagi Alloh Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, dan yang telah mengutus Nabi-Nya صلى الله عليه وسلم dengan al-Qur’an dan sunnahnya, sehingga tegaklah Islam ini dengan berbagai pokok dan landasan serta kaidah-kaidah dalam segala aspeknya.
Sungguh merupakan ciri khas agama Islam yang sempurna ini di antaranya, Islam menjelaskan segala apa yang berkaitan dengan manusia, baik dalam masalah ibadah ataupun mu’amalah/ kehidupan sehari-hari. Maka apa yang dikatakan sebagian manusia bahwa Islam ini hanya mengurusi masalah akhirat saja adalah satu syubhat yang sangat lemah dan telah dibantah oleh Alloh dalam al-Qur’an-Nya. Salah satu buktinya, satu ayat yang paling panjang dalam al-Qur’an ternyata membahas masalah hutang piutang di antara manusia (lihat QS. al-Baqarah: 282).1
Ini merupakan bukti bahwa Islam adalah agama yang paling sempurna dibanding agama-agama yang lainnya. Maka dari sanalah di ambil berbagai hukum dan ketentuan yang pasti akan sesuai pada setiap zaman dan setiap tempat, sampai masalah-masalah baru yang tidak pernah terjadi pada zaman Rasulullah pun sebenarnya bisa digali hukumnya dari nash-nash yang telah ada, sehingga tidak ada perkataan bahwa hukum-hukum Islam itu kaku/kolot dan tidak sesuai dengan zaman.
Maka bagi seorang yang menginginkan kebenaran dalam mengurusi kehidupan sehari-harinya, hendaknya mempelajari kembali dan memahami dengan benar al-Qur’an dan as-Sunnah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya, terutama masalah-masalah mu’amalah baru (bukan ibadah) yang belum pernah terjadi pada zaman Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para sahabatnya, yang membutuhkan pemikiran dan penerapan dalil serta penggalian perkataan dan pendapat para ulama untuk diterapkan dalam masalah tersebut.
Sehubungan banyaknya pertanyaan yang berkaitan dengan fiqh mu’amalah (seperti jual beli, pegadaian, sewa-menyewa, wasiat, dan lainnya), maka pada edisi kali ini sebelum kami menjelaskan permasalahan-permasalahan yang rinci tentang fiqh mu’amalah, baik dan perlu diketahui beberapa kaidah penting sebelum kita melakukan satu transaksi seperti yang kita sebutkan dalam contoh di atas.
Kaidah-kaidah ini amatlah penting sebagai tolok ukur sah dan tidaknya suatu transaksi mu’amalah dalam kehidupan manusia sehari-hari, sehingga mudah bagi kita menerapkan kaidah ini pada transaksi apa saja terutama masalah-masalah baru yang tidak ada nash dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Di antara kaidah-kaidah itu:2
1. Teks Ayat
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلاَ يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّهَ رَبَّهُ وَلاَ يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئاً فَإن كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهاً أَوْ ضَعِيفاً أَوْ لاَ يَسْتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُواْ شَهِيدَيْنِ من رِّجَالِكُمْ فَإِن لَّمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاء أَن تَضِلَّ إْحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى وَلاَ يَأْبَ الشُّهَدَاء إِذَا مَا دُعُواْ وَلاَ تَسْأَمُوْاْ أَن تَكْتُبُوْهُ صَغِيراً أَو كَبِيراً إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِندَ اللّهِ وَأَقْومُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلاَّ تَرْتَابُواْ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلاَّ تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوْاْ إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلاَ يُضَآرَّ كَاتِبٌ وَلاَ شَهِيدٌ وَإِن تَفْعَلُواْ فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّهُ وَاللّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil. dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli. dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah. Allah mengajarmu. dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah[2]: 282) ~Ibnu Majjah
2. Kaidah-kaidah yang kami sebutkan ini sebagian besar dinukil dari al-Hawafiz at-Tijariyah at-Taswiqiyah wa Ahkamuha fil Fiqh al-Islami oleh DR Khalid bin Abdullah al-Mushlih, dan kami tambahkan beberapa keterangannya dari al-Qawaid al-Fiqhiyah oleh Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syarahnya oleh DR. Sami ash-Shuqair (masih dalam manuskrip), dan juga kami tambahkan beberapa keterangan dan kitab Taisirul Allam dan Taudhihul Ahkam oleh Syaikh al-Bassam.
***********
Penulis: Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM
Sumber: Kaidah-Kaidah Penting dalam Mu’amalah
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)