بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيم
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menutup segala pintu yang mengakibatkan kepada kemusyrikan serta memperingatkan dari padanya dengan peringatan yang sangat keras. Di antaranya adalah masalah kuburan. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menetapkan beberapa ketentuan untuk menjaga agar kuburan tidak disembah dan agar orang-orang tidak berlebihan terhadap mereka yang dikuburkan, di antara-nya adalah:
1. Bahwasanya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan agar kita tidak berlebihan terhadap para wali dan orang-orang shalih, sebab hal itu menyebabkan penyembahan kepada mereka. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ
“Jauhilah oleh kalian sikap berlebih-lebihan, karena sesungguhnya sikap berlebihan itulah yang telah menghancurkan umat-umat sebelum kamu.” (HR. Imam Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbasradiyallaahu ‘anhumaa ).
لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُوْلُهُ
“Janganlah kamu berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan dalam memuji (Isa) putra Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah, ‘Abdullah wa Rasuluh (hamba Allah dan RasulNya)’.” (HR. al-Bukhari).
2. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang membangun bangunan di atas kubu-ran, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu al-Hayyaj al-Asadi, ia berkata, Ali bin Abi Thalib radiyallallaahu ‘anhu berkata kepadaku,
أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِيْ عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللَّهِ أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ، وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Ketahuilah sesungguhnya aku mengutusmu sebagaimana dulu Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wasallam mengutusku yaitu, jangan engkau tinggalkan patung-patung melainkan engkau hancurkan, tidak pula kuburan yang ditinggikan kecuali engkau ratakan (dengan tanah).” (HR. Muslim).
Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam juga melarang mengapur dan mendirikan ba-ngunan di atasnya. Dari jabir radiyallaahu ‘anhu, ia berkata,
نَهَى رَسُوْلُ اللَّهِ عَنْ تَجْصِيْصِ الْقَبْرِ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ بِنَاءٌ
“Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wasallam melarang mengapur kuburan, duduk di atasnya dan membangun bangunan di atasnya.” (HR. Muslim).
3. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam juga memperingatkan dari shalat di kubu-ran. Dari Aisyah radiyallaahu ‘anhaa, dia berkata, “Takkala Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam hendak diambil nyawanya, beliau pun segera menutup kain di atas mukanya, lalu beliau buka lagi kain di atas mukanya, lalu beliau buka lagi kain itu tatkala terasa menyesakkan nafas. Ketika beliau dalam keadaan demikian itulah, beliau bersabda,
لَعْنَةُ اللَّهِ عَلىَ الْيَهُوْدِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Semoga laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (Muttafaq ‘alaih)
Beliau memperingatkan agar dijauhi perbuatan mereka, dan seandainya bukan karena hal itu, niscaya kuburan beliau akan ditampakkan, hanya saja dikhawatirkan akan dijadikan sebagai tempat ibadah.
Nabishallallaahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوْا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوْا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ، فَإِنِّيْ أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ.
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya umat-umat sebelum kamu telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah, janganlah kamu sekalian menjadikan kuburan sebagai tempat Ibadah, karena aku benar-benar melarang kamu dari perbuatan itu.” (HR. Muslim).
Menjadikan sebagai tempat ibadah maknanya adalah shalat di kuburan, meskipun tidak dibangun tempat ibadah (masjid) di atasnya. Sebab setiap tempat yang dituju untuk shalat di dalamnya, maka ia adalah tempat ibadah, sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam,
جُعِلَتْ لِيَ اْلأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا.
“Dan dijadikan untukku tanah sebagai tempat sujud dan alat ber-suci.” (HR. al-Bukhari ).
Dan jika dibangun masjid di atasnya, maka tentu persoalan menjadi lebih besar.
Adapun mempersembahkan nadzar dan kubur untuk tempat-tempat yang diziarahi, maka ia adalah syirik besar. Sebab ia menyelisihi petunjuk Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam hal yang wajib dilakukan terhadap kuburan, yakni hendaknya tidak dibangun suatu bangunan di atasnya, juga tidak didirikan masjid di atasnya. Karena, ketika di atasnya dibangunkan kubah dan di sekelilingnya didirikan tempat ibadah serta tempat-tempat ziarah, maka orang-orang bodoh akan menyangka bahwa orang-orang yang dikubur di dalamnya bisa memberikan manfaat atau mudharat, dan bahkan mereka bisa menolong orang yang meminta pertolongan kepada mereka, serta bisa memenuhi hajat orang yang bersandar kepada mereka. Karena itu mereka mempersembahkan nadzar dan kurban kepada mereka, sehingga pada akhirnya menjadi berhala-berhala yang disembah selain Allah Subhanahu waTala, padahal Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
اَللّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ قَبْرِيْ وَثَنًًا يُعْبَدُ
“Ya Allah, janganlah engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah.” (HR. Malik dan Ahmad). Dan tidaklah beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berdoa dengan doa ini kecuali ka-rena bakal terjadi tindakan seperti itu, selain terhadap kuburan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan ini benar-benar terjadi di banyak negara-negara Islam.
Adapun kuburan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam, maka ia dijaga oleh Allah Subhanahu waTala berkat doa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sebab kuburan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berada di dalam rumahnya, dan tidak berada di dalam masjid, serta ia dikelilingi dengan tembok-tembok. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullaah dalam Qashidah Nuniyahnya,
فَاســتَجَابَ رَبُّ الْعَـالَمِيْنَ دُعَـاءَهُ وَأَحَاطَـهُ بِثَلاَثَــةِ الْجُدْرَانِ
“Maka Rabb semesta alam mengabulkan doanya (Nabi), dan kuburannya dikeliling oleh tiga tembok.
***********
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Penulis: Syekh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan Rahimahullah
Sumber: Kitab Tauhid
Penerbit: Yayasan As Sofwa Jakarta
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)