MUJAHIDDAKWAH.COM, JAKARTA – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia, Muhammad Jusuf Kalla, menegaskan pentingnya peran dai dalam membangun umat secara utuh tidak hanya dalam aspek spiritual, tetapi juga dalam peningkatan kemampuan ekonomi dan produktivitas masyarakat.
Hal itu disampaikan JK dalam sambutan di penutupan Musyawarah Nasional (Munas) ke-6 Hidayatullah, yang digelar di Asrama Haji Pondok Gede Oktober dari tanggal 20 sampai 23 tahun 2025.
“Kader Hidayatullah harus diberikan dua modal: ilmu agama dan ilmu untuk memajukan masyarakat. Ilmu agama berbicara tentang keimanan dan akhlak, tapi kemajuan hanya bisa dicapai dengan semangat, ilmu, dan teknologi,”ujar Jusuf Kalla di hadapan peserta Munas.
Dalam refleksinya, JK mengapresiasi kiprah panjang Hidayatullah yang telah berjuang selama setengah abad dari bawah. Ia menyebut perjuangan para dai yang tersebar di pelosok Indonesia sebagai amal ibadah luar biasa.
“Saya baca buku tentang para dai Hidayatullah yang ditempatkan di daerah-daerah terpencil. Bagaimana mereka memulai, mengajak orang mengaji, dan membangun masyarakat. Semua itu adalah amal ibadah yang besar,” ungkap
Menurut JK, kekuatan Hidayatullah justru terletak pada semangat dakwah yang dimulai dari daerah pinggiran, bukan dari pusat kota.
“Hidayatullah berada di antara NU dan Muhammadiyah. Cara berjuangnya mendekati keduanya, tapi punya ciri khas selalu mulai dari bawah,” ujarnya.
JK menyoroti bahwa kemajuan umat Islam tidak hanya ditentukan oleh jumlah penduduk atau kesalehan individu, melainkan juga oleh kemampuan ekonomi dan penguasaan ilmu pengetahuan.
“Tidak ada orang membayar zakat tanpa mampu. Tidak ada orang naik haji tanpa mampu,” tegasnya. “Karena itu, umat harus bersemangat bukan hanya beribadah, tapi juga bekerja meningkatkan kualitas hidup,” sambung JK.
Ia mengingatkan bahwa rukun Islam tidak berhenti pada syahadat, shalat, dan puasa.
“Kita sering baru melaksanakan tiga rukun Islam, belum lima. Untuk bisa menunaikan zakat dan haji, kita harus mampu. Jadi tugas dakwah juga memampukan masyarakat,” kata Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu.
JK menekankan pentingnya pola dakwah yang tidak berhenti pada pengajaran Al-Qur’an semata, tetapi juga mendorong produktivitas masyarakat.
“Para dai jangan hanya mengajarkan Al-Qur’an, tapi juga bagaimana rakyat bisa meningkatkan hasilnya. Ajarkan juga bertani, berkebun, berusaha. Itulah yang memajukan umat. Dulu misionaris maju di Papua dan Toraja karena mereka juga mengajarkan kemampuan dan kesehatan masyarakat.” ungkap JK.
Ia juga menyinggung tentang pentingnya pendidikan yang terintegrasi antara ilmu agama dan ilmu praktis.
“Kalau Hidayatullah membangun sekolah yang baik dan berkualitas, pemerintah pasti akan mendukung. Karena pendidikan yang berkualitas akan membawa kemajuan,” kata JK mencontohkan pengalaman sekolah Muhammadiyah di Australia yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah setempat.
Dalam bagian akhir pidatonya, JK menyoroti kesenjangan ekonomi antara umat Islam dan kelompok lain di Indonesia.
“Kita bangsa dengan umat Islam terbesar di dunia, tapi ekonomi kita masih lemah. Dari sepuluh orang terkaya di Indonesia, hanya satu yang Muslim. Ini realitas yang harus diubah,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa dakwah amar makruf nahi mungkar harus dilakukan dengan hikmah dan disertai kerja nyata.
“Zikir saja tidak cukup tanpa amal nyata. Kita diperintahkan bertebaran di muka bumi mencari rezeki dan rahmat Allah,” katanya.
Menutup pesannya, Jusuf Kalla menyampaikan apresiasi atas kiprah Hidayatullah yang genap berusia 50 tahun.
“Setengah abad bukan waktu yang sebentar. Pengalaman Hidayatullah dalam mendidik umat luar biasa. Saya berharap ke depan, organisasi ini terus berperan besar dalam membangun keimanan sekaligus memajukan kemampuan umat,” pungkasnya.
Laporan: Humas Hidayatullah

























































































