Sejatinya, ketika jiwa kita merasakan urgensi taubat, maka kita harus mengerti garis start-nya.
Untuk memulainya, kita harus memahami kedudukan kita di hadapan Allah . Harus kita sadari berapa banyak kita melanggar hak Allah. Saat kita mulai menyadari, hati ini seakan terasa diperas. la seolan terbakar, hingga mulut kita pun bergumam, “Aku harus bertaubat! Aku ingin bertaubat!”
Kita harus senantiasa mengoreksi amalan. Akan saya kemukakan semua yang kita lakukan, selanjutnya marilah kita bertaubat. Kita pu tahu mengapa ada taubat.
Saudaraku, Kita bertaubat dari dosa besar! Mungkin kita akan mengatakan, “Aku melakukan dosa besar? mana mungkin. Aku tidak mungkin melakukan dosa besar. Merekalah yang sejatinya melakukan dosa besar Kalau aku melakukan dosa besar, seperti apa?”
Saudaraku, Bukankah mengakhirkan shalat itu dosa besar? Bukankah mengumpulkan dua shalat dalam satu waktu-tanpa udzur-itu dosa besar? Barang siapa yang melaksanakan shalat Dhuhur di saat shalat Ashar tiba, shalat Ashar di saat Maghrib tiba, shalat Maghrib saat shalat Isya’ datang, atau menjalankan shalat Subuh di saat matahari menyembulkan muka, bukankah itu dosa besar?
Itu semua dosa besar. Nabi bersabda,
Artinya: “Barang siapa yang mengumprulkan antara dua shalat dengan tunpa udzur, maka ia telah mendatangi pintu dari pintu-pintu dosa besar. (HR. At-Turmudzi dan al Hakim).
Dalam riwayat lain disebutkan,
Artinya: “Barang siapa yang mengumpulkan dua shalat dengan tanpa udzur. (HR. Abu Ya’ la, At-Thabrani dan Ibnu Hibban).
Apakah udzur itu? Jika jam alarm berdering, dan kita berazam melaksanakan shalat Shubuh, tetapi rasa kantuk menyerang hebat, hingga kita pun kembali tidur. Itu adalah udzur.
Tetapi, jika selama dua puluh tahun kita tidak berkeinginan bangun untuk shalat subuh; tidak menyetel jam alarm maupun minta dibangunkan, boleh jadi kita telah melakukan dosa besar. Mengakhirkan shalat atau mengumpulkan dua shalat dalam satu waktu merupakan pelaku dosa besar. Bahkan dosa yang paling besar. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ
Terjemahnya: “Mala kecelakaan bagi orang yang melakukan shalat. (yaitu) Mereka yag lalai dalam shalatnya.” (Al-Ma’un: 4-5)
Celaka! Celaka bagi yang melalaikan shalatnya. Ibnu Abbas Radhiallahu Anhu berkata, “Mereka yang melalaikan shalat itu adalah orang yang mengakhirkan dari waktunya.”
Orang yang lalai itu bukanlah yang meninggalkan shalat secara total, tetapi ia melaksanakan shalat Dhuhur sepuluh menit sebelum shalat Ashar tiba. Melakukan shalat asar dua menit sebelum shalat Maghrib datang. Model orang beginilah yang dijanjikan Allah Subhanahu Wata’ala .Apa yang Dia janjikan? Dia menjanjikan wail! Ya, wail! Apa itu wail? Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
Artinya: “Wail adalah jurang di neraka jahannam, orang kafir akan dilempar ke dalamnya sampai ke dasarnya dalam waktu 40 tahun.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dan ia berkata, “Ini hadits gharib.”).
Ibnu Abbas berkata, “Wail adalah tambang terbuat dari api neraka, licin. Setiap kali pelaku dosa besar memanjatinya, ia akan terpeleset dan jatuh lagi ke neraka.”
Sedangkan, menurut Malik bin Dinar, “Wail adalah jurang neraka yang di dalamnya terdapat berbagai macam penyiksaan.”
Itulah, wail yang dijanjikan Allah Subhanahu Wata’ala pada orang yang mengakhirkan shalat.
Saudaraku tercinta, mengapa kita bertaubat? Kita bertaubat dari dosa besar. Bertaubat dari mencaci maki orang-tua. Bukankah, mencela orang-tua itu dosa besar? Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam Bersabda,
Artinya: “Dosa yang paling besar adalah anak yang melaknat kedua orangtuanya Dikatakan, “Ya Rasul, bagaimama seorang anak sampai hati melaknat orang tuaya!. la berkata:”Seseorang yang mencaci-maki bapak orang lain, hingga orang itupun memaki bapak dan ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Siapa pun pelakunya, ia telah berbuat dosa. Dosa besar yang menjadikan Allah Subhanahu Wata’ala marah.
Apakah kita tahu, betapa kita sangat membutuhkan taubat? Kita butuh bertaubat dari shalat yang diakhirkan; bertaubat dari mengakhirkan shalat; bertaubat dari melakukan shalat Shubuh setelah matahari terbit selama dua puluh atau sepuluh tahun; bertaubat dari durhaka pada orang tua..mengacungkan jari pada ibu.
Bukankah itu dosa besar? Ataukah kita menyangka itu dosa kecil? Janganlah dikira itu dosa kecil! Dan bukankah menutup pintu dengan nada marah di depan orang tua saat kita keluar rumah termasuk dosa besar? Allah Subhanahu Wata’ala bertirman,
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ
“Sukakah salah seorang kalian makan bangkai saudaranya…(Qs. Al-Hujurat: 12)
Ayat ini mengibaratkan, gunjingan terhadap saudara muslim itu seperti memakan bangkainya. Bayangkan, memakan daging saudara kita. Bagaimana jika memakan daging bapak atau ibu kita? Saudariku, kita duduk-duduk bersama kawan, sembari memaki kedua orang-tua. sama halnya, kita bergabung bersama segerombolan kanibal!
Ya, ini kadang terjadi. Padahal kata-kata itu adalah dosa besar. Apakah kita tak menyadari, kalau kita telah melakukan dosa besar, dan kita butuh bertaubat? Sudahkah kita tahu, hidup kita ternyata telah bergelimang dosa?
Selanjutnya apa pendapat kita tentang pengantar zina? Itu dosa besar. Lalu, apa yang mendahului zina itu? Zina mata. Menonton saluran parabola yang menyuguhkan film porno, atau menjelajahi situs-situs “blue” di internet. Bukankah itu pengantar zina. Rasul berkata, artinya: “Dan zina mata adalah melihat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Melihat adalah pengantar zina. la adalah gerbang awal dari berbuat zina.
Benar, seseorang mungkin tidak mengunjungi tempat lokalisasi, hingga tidak harus menerima hukuman had. Tetapi ia telah memasuki satu tahapan menuju perbuatan zina. Yakni, zina mata.
Pemuda yang setiap hari melihat pornografi, pergaulan pemuda dan pemudi yang kadang sampai menyerupai pergaulan suami isteri. Bukankah itu dosa besar? Chating di internet juga memuat jutaan maksiat dengan pembicaraan haram. Bukankah itu dosa besar? Sampai kini, masihkalh hati kita enggan bertaubat? Mari, kita tinggalkan memakan harta haram. Tinggalkan! Tinggalkan!
Kini, kita bahas tumpukan dosa kecil yang dilakukan setiap hari, dan membutuhkan taubat. Berjuta-juta dosa yang dilakukan setiap hari. Pemuda yang mengumbar pandangan di jalan-jalan. Berapa dosa yang kita lakukan? Berapa kejelekan? Berapa puntung rokok yang kita isap? Untuk saudariku, berapa helai rambutmu yang terlihat. Apakah Anda tidak peduli dengan rambut yang terlihat itu, padahal setiap orang yang melihat rambutmu akan berdosa.
Setiap kali orang melihat rambut Anda, Anda akan mengambil bagian dosa. Bukankah itu dosa? Berjuta dosa dilakukan setiap hari! Bagaimana kita akan menghadap Allah ? Demi Allah, bila kita menghitung dosa selama sebulan, tentu akan sebesar gunung.
Bagi saudariku yang belum berjilbab, tidakkah kita merasa, jika setiap orang yang melihat rambut Anda telah menanggung sekian dosa? Berapakah orang yang melihatmu? Dan, berapakah dosa terjadi setiap hari?
Bagaimana dengan pergunjingan yang kita lakukan siang dan malam dan kebohongan yang kita lakukan setiap saat serta berbagai akhlak tercela setiap waktu? Tidakkah kita butuh taubat, wahai Saudaraku tercinta? Berapa dosa yang mengharuskan bertaubat? Kita harus bertaubat dari dosa besar maupun kecil. Dan setelah ini, masih ada lagi yang mengharuskan kita bertaubat.
Saudariku, sampai kapan kita tak ingin mengakui dosa-dosa kita? Sampai kapan kita terus menganggap dosa yang kita lakukan adalah dosa kecil? Kapan kita kemudian akan bertaubat? Tak mungkin kita bertaubat saat ajal telah menghampiri. Karena ajal hanya Allah yang tahu, boleh jadi hari ini adalah hari terakhirmu di dunia, maka mari mulai taubatmu dari sekarang!!
***********
Penulis: Ustadz Amru Khalid
(Disadur dari buku: Hati Sebening Mata Air, h. 56-60)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)