Senantiasa Membahagiakan Hati Orang Lain
Wanita Muslimah yang berada dalam bimbingan agamanya senantiasa berusaha dalam pembicaraan dan tukar fikiran dengan sesama wanita untuk memberikan suasana menyenangkan dan segar di tengah-tengah mereka, serta menciptakan semangat dan kegembiraan pada diri mereka melalui berita-berita gembira yang disampaikannya atau cerita-cerita lucu yang menyenangkan. Semua itu dilakukannya dalam batas-batas yang telah ditetapkan Allah Subhanahu Wata’ala melalui syari’at-Nya. Supaya dengan demikian itu tercipta suasana segar yang penuh cinta kasih dan kebahagiaan, penuh optimisme serta terwujud kesenangan untuk berbuat amal yang baik di tengah-tengah orang-orang yang beriman.
Untuk itu, Islam telah memberikan jaminan kepada orang yang menggembirakan dan membahagiakan hati orang-orang yang beriman akan diberikan kegembiraan dan kebahagiaan yang lebih besar, yang dimasukkan Allah Subhanahu Wata’ala dalam hatinya pada hari Kiamat kelak, seperti yang diterangkan hadits Rasulullah berikut ini,
“Barangsiapa memberikan saudaranya yang Muslim dengan sesuatu yang dicintai Allah agar dia merasa bahagia dengan itu, maka Allah akan membahagiakannya pada hari Kiamat kelak. “
Wanita Muslimah yang cerdas akan senantiasa menemukan berbagai macam cara halal membahagiakan hati saudara-saudaranya, baik itu melalui sambutan hangat, kata-kata yang baik, sesuatu yang menarik, hal-hal yang lucu, berita menggembirakan, senyuman yang penuh cinta kasih, kunjungan yang menyenangkan, hadiah yang menyenangkan, silaturahmi, hiburan yang dapat membuka hati mereka dan menyambung tali kasih sayang serta menjalin persaudaraan.
Tidak Bersikap Ekstrim
Diantara sifat wanita Muslimah yang menyadari petunjuk agamanya adalah bahwa dia tidak terlalu keras dan ekstrim dalam hal-hal yang dibolehkan oleh syari’at, dan yang pada kesempatan tertentu Islam sendiri memberikan keringanan. Misalnya, lagu-lagu yang dibolehkan dalam kesempatan hari raya, pada waktu pesta pernikahan dan acara syukuran, juga permainan-permainan yang dibolehkan yang tidak membawa kerusakan dan menimbulkan fitnah.
Dia akan menyisihkan waktu-waktu tertentu untuk bermain dengan permainan yang dibolehkan, dengan tidak menjadikannya sebagai sesuatu yang paling diutamakan, tetapi akan melakukan sesuai dengan petunjuk agamanya yang telah membolehkan permainan pada waktu-waktu tertentu. Mengenai hal ini telah dijelaskan oleh banyak hadits shahih, di antaranya:
Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa Ummul-Mukminin Aisyah Radhiallahu Anha pernah mengantar pengantin wanita yang dulunya adalah anak yatim yang berada dalam asuhannya kepada seorang pria (calon suaminya) Anshar, maka Rasulullah bertanya, “Wahai Aisyah, mengapa engkau tidak mengadakan permainan, sesungguhnya orang-orang Anshar sangat menyenangi permainan.”
Masih diriwayatkan oleh Bukhari dari Aiysah, dia menceritakan,
“Rasulullah pernah menemuiku, sedang bersamaku ada dua wanita yang bernyanyi untukku nyanyian Bu ‘ats, lain beliau berbaring di atas tempat tidur sembari memalingkan mukanya. Kemudian Abu Bakar datang dan menegurku seraya berkata, ‘Seruling setan berada di samping Nabi Maka Rasulullah mengarahkan wajahnya kepada Abu Bakar sembari berkata, ‘Biarkanlah keduanya bernyanyi. “Setelah beliau mengalihkan pandangan, aku beri isyarat kedipan mata supaya mereka keluar.”
Juga menurut riwayat Bukhari, Rasulullah berkata, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai hari raya, dan inilah hari gembira kita.”
Selain itu Imam Bukhari juga meriwayatkan penuturan Aisyah “Pada saat itu adalah hari raya di mana orang-orang Sudan memainkan mainan roda bergerigi dan tombak pendek. Ketika menanyakan kepada Nabi mengenai hal itu, beliau balik bertanya, Apakah engkau menyenangi apa yang engkau saksikan? Aku menjawab, Senang. Kemudian beliau menyuruhku berdiri di belakangnya, pipiku bersentuhan dengan pipinya, dan beliau berkata, Mulailah, wahai Bani Arfidah! Hingga ketika aku sudah bosan, beliau bertanya, Apakah sudah cukup?Aku pun menjawab, ‘Sudah. ‘Dan, beliau pun bertutur, “Ya, sudah pulanglah’.”
Ibnu Hajar telah menyebutkan beberapa riwayat mengenai hadits ini dari Aisyah, di antaranya adalah riwayat Imam Zuhri, yang berbunyi: “Hingga aku yang merasa bosan.”
Hadits lainnya adalah riwayat Imam Muslim melalui Imam Zuhri: “Kemudian beliau berdiri karena caku hingga aku sendiri yang pergi.”
Juga riwayat Yazid bin Ruman pada riwayat Nasa’i: “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkata, ‘Apakah sudah puas?’ Aisyah menjawab, Belum. Hal itu kulakukan karena aku ingin mengetahui kedudukanku di sisinya.”
Imam Nasa’i juga memiliki riwayat dari Abu Salamah dari Aisyah:
Aku berkata, Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru. Maka beliau pun tetap berdiri menemaniku. Selanjutnya beliau bertanya, Apakah sudah cukup?’ Aku pun menjawab, Jangan terburu-buru. ‘Selanjutnya Aisyah menceritakan, ‘Sebenarnya aku tidak suka melihat mereka, tetapi aku ingin agar kaum wanita mengetahuiposisi Rasulullah padaku dan kedudukanku darinya’.”
Pada bab An-Nikah dalam riwayat Imam Zuhri ditambahkan,
“Oleh karena itu, hormatilah kedudukan seorang hamba wanita yang masih berusia muda yang masih sangat senang bermain. Sedangkan dalam buku Fathul-Bari diriwayatkan oleh As-Siraj melalui Abu Zanad dari Urwah dari Aisyah, disebutkan bahwa pada hari itu Rasulullah bersabda, “Hendaklah orang-orang Yahudi mengetahuibahwa dalam agama kita ada waktu santai, sesungguhnya aku diutus dengan hanafiyyatus-samhah (agama yang lurus dan penuh toleran).”
Sedangkan dalam bukunya Sunan At-Tirmidzi, Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Aisyah Radhiallahu Anha,
“Pada saat Rasulullah sedang duduk, kami mendengar suara gaduhbdan juga suara anak-anak. Maka Rasulullah pun berdiri, ternyata ada wanita Habasyi yang bernyanyi sedang anak-anak berkerumun di sekelilingnya. Kenmudian beliau berkata, ‘Wahai Aisyah, kemari dan lihatlah. ‘Maka aku pun datang dan aku letakkan daguku di atas pundak beliau sembari melihat wanita itu. Kemudian Rasulullah bertanya, Apakah engkau sudah puas? Aku jawab, Belum,’dengan maksud untuk mengetahui kedudukanku di sisi beliau. Tiba-tiba Umar bin Khaththab muncul, maka orang-orang itu membubarkan diri dari kerumunan itu, lalu Rasulullah berkata, “Sesungguhnya aku telah melihat setan jin dan manusia lari dari Umar” Selanjutnya Aisyah berkata, Maka aku pun pulang’.”
Nash-nash ini dan yang semisalnya yang telah dimuat dalam buku- buku hadits merupakan bukti yang sangat jelas atas kebaikan akhlak Rasulullah sebagai seorang suami, kelembutannya terhadap sang istri, serta kesungguhannya untuk membahagiakannya. Nash-nash ini juga merupakan bukti kemurahan, keleluasaan dan kemudahan Islam, juga penghormatannya kepada wanita, di mana ia membolehkannya untuk bersenang-senang dan menikmati. permainan, yang oleh sebagian orang-orang yang bersikap keras dan ekstrim dianggap sebagai perbuatan dosa yang harus dijauhi, padahal dengan demikian itu wanita telah dikekang.
Wanita Muslimah yang sadar dan memahami petunjuk agamanya harus benar-benar dan serius dalam menjalani hidup serta memberikan perhatian besar terhadap masalah-masalah penting, namun demikianbhal itu tidak menghalanginya untuk santai dan mencari hiburan sesekali waktu, bermain dengan permainan yang dibolehkan syari’ at Islam, yang dengannya Islam telah memberikan kelonggaran dan keleluasaan. Yang demikian itu karena Allah, pembuat syari’at itu Yang Maha Bijaksana mengetahui kejenuhan jiwa, kecenderungannya pada santai, istirahat dan hiburan sesekali waktu, supaya dengan demikian dia dapat kembali semangat, lebih giat, dan lebih siap menjalankan tugas dan mengemban tanggung jawab. Inilah yang telah direalisasikan Islam bagi seluruh umat manusia melalui manhajnya yang penuh keseimbangan, keadilan dan kebijaksanaan.
**********
Penulis : Syaikh Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi
(Di Sadur Dari Buku Jati Diri Wanita Muslimah, h. 368-371)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)