Satu teori penting yang disampaikan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah: “The greatest challenge of muslim today is the challenge of knowledge.” Bahwa, tantangan terbesar yang dihadapi oleh umat Islam adalah “tantangan ilmu”. Khususnya, tantangan “kekacauan ilmu” (confusion of knowledge).
Kekacauan lmu itu berakar pada rusaknya bahasa, yakni rusaknya makna pada istilah-istilah penting dalam Islam, seperti istilah: islam, iman, ilmu, hikmah, adil, adab, pendidikan, taqwa, dan sebagainya. Istilah-istilah penting dalam Islam itu tidak lagi dipahami sebagaimana sepatutnya, sehingga menimbulkan kerancuan dalam pemikiran, sikap, dan perilaku.
Misalnya, Rasulullah saw memerintahkan kita untuk mencari ilmu. Wajib hukumnya mencari ilmu. Sepatutnya, kita serius memahami, apa itu ilmu; bagaimana cara mencarinya, dan ilmu apa saja yang wajib dicari. Apa bedanya mencari ilmu dengan bersekolah atau kuliah. Dan sebagainya.
Kekacauan ilmu menyebabkan hilangnya adab. Hilang adab direfleksikan dengan ketidaktahuan menempatkan sesuatu pada tempatnya yang betul, sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan Allah. Kita yakin, bahwa yang mulia adalah yang bertaqwa, sebagaimana ditentukan dalam al-Quran. Sepatutnya, “taqwa” menjadi kriteria utama dalam memahami dan menentukan, mana pendidikan dan kampus terbaik!
Pada hari Sabtu (19/5/2023) saya bersama Rektor Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir, Dr. Dwi Budiman, melakukan sosialisasi tentang STID Mohammad Natsir — di Provinsi Lampung. Acara yang berlangsung di Kantor Dewan Da’wah Lampung itu berlangsung semarak. Hadir para pimpinan Dewan Da’wah Lampung, para guru lembaga pendidikan di bawah Dewan Da’wah, para santri tingkat SMA, dan juga sejumpah pimpinan lembaga pendidikan di Provinsi Lampung.
Dalam acara pengajian pagi harinya, saya menanyakan kepada jamaah pengajian – yang 90 persennya ibu-ibu – Perguruan Tinggi apa yang terbaik di Lampung. Hampir semua menyebut sebuah universitas negeri yang terkenal di Lampung.
Persepsi semacam ini sudah menjadi pemahaman yang umum di masyarakat. Bahwa, kampus terbaik adalah yang lulusannya mudah mendapatkan pekerjaan. Program studi yang dianggap terbaik adalah yang lulusannya banyak mendapat pekerjaan yang menghasilkan banyak uang. Tak heran jika kemudian ada yang melampaui batas dengan menyuap pimpiman kampus agar anaknya bisa diterima di jurusan favorit.
Kami hadir di Lampung untuk menyampaikan pemikiran yang berbeda dengan pandangan umum tersebut. Bahwa, Perguruan Tinggi terbaik adalah yang mendidik para mahasiswanya agar menjadi orang-orang taqwa dan menjadi pejuang penegak kebenaran. Yakni, menjadi guru atau menjadi dai, pelanjut perjuangan para nabi dan para ulama.
Dan STID Mohammad Natsir adalah salah satu Perguruan Tinggi yang terbukti telah meluluskan 837 sarjana dakwah, yang telah berkiprah di berbagai pelosok Nusantara. Sebagai orang tua, kami pun bangga jika anak-anak kami mau menjadi dai atau menjadi guru.
Sebab, begitu besar pahala orang yang mengajarkan ilmu yang bermanfaat. Orang tua anak itu, juga para gurunya, akan terus mendapatkan pahala, selama sang anak mengamalkan dan mengajarkan ilmunya. Begitulah seterusnya.
Pesan Rasulullah saw, manusia terbaik adalah manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Jangan memandang kecil kedudukan para guru dan dai yang mengajarkan aqidah, ibadah, akhlak, al-Quran, dan berbagai ilmu lainnya, kepada masyarakat! Mereka telah memberikan jasa yang begitu besar dalam menjaga kemuliaan agama Allah.
Rektor STID Mohammad Natsir, Dr. Dwi Budiman, menjelaskan sistem pendidikan STID Mohammad Natsir yang unik. Para mahasiswa STID dididik selama dua tahun di pesantren. Semester kelima, mereka diharuskan tidur di masjid-masjid untuk menjadi “marbot masjid” selama dua tahun. Setelah lulus, mereka ditugaskan berdakwah, membina masyarakat, di daerah-daerah pedalaman. Sebagian lagi ditugaskan membantu aktivitas Dewan Da’wah daerah-daerah.
Mulai tahun 2021, STID Mohammad Natsir membuka kelas khusus Jurnalistik dan Pemikiran Islam. Kelas ini menyiapkan para mahasiswanya untuk menjadi dai dengan keahlian komunikasi dan pemikiran Islam. Formalnya, di bawah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).
Dalam acara sosialisasi di Lampung itu, salah satu mahasiswa STID Mohammad Natsir, Azzam Habibullah memberikan testimoni, bahwa ia memilih kuliah di STID Mohammad Natsir, terutama karena dua hal: (1) dosen-dosennya memiliki ilmu dan akhlak yang baik dan bisa dijadikan teladan, (2) STID Mohammad Natsir meneruskan perjuangan para tokoh Islam terkemuka, seperti Mohammad Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, dan sebagainya.
Dalam kesempatan itu, saya menekankan, bahwa orientasi lulusan SMA untuk diterima di kampus yang menjanjikan pekerjaan bergengsi, bukan hal yang salah. Tetapi, mohon jangan dianggap remeh dan dianggap rendah, adanya anak-anak muda muslim yang memilih kuliah di kampus yang mendidik mereka menjadi guru bangsa dan guru peradaban.
Cita-cita mereka yang utama bukan hanya bagaimana bisa mencari makan, tetapi bagaimana menjadi orang baik dan berguna bagi sesama. Salah satu kriteria orang baik adalah memiliki ketrampilan untuk mandiri. Iman, taqwa, dan akhlak mulia menjadi landasan penting bagi diraihnya ilmu yang bermanfaat.
Saya juga menekankan, agar jangan lagi berpikir, kalau kuliah di kampus dakwah maka enggan memberikan infaq pendidikan yang tinggi. Bahkan, senang jika kuliah gratis. Sementara jika kuliah di jurusan yang dianggap bergengsi, maka mau membayar mahal. Padahal, infaq pendidikan yang baik merupakan bentuk infaq fi sabilillah, yang pahalanya begitu besar dan terus mengalir, selama ilmunya dimanfaatkan.
Tentu saja, kami menyadari, tidak mudah – bahkan sangat berat – untuk mengubah persepsi umum tentang “kampus terbaik”. Tapi, itulah perjuangan. Kita yakin, dengan usaha yang sungguh-sungguh dan doa yang tulus kepada Allah, insyaAllah akan mendapatkan pertolongan Allah dan meraih keberhasilan. Aamiin.
**********
Lampung, 19 Mei 2023
Penulis: Ustadz Dr. Adian Husaini, M.Si
(Dosen, Pendiri INSISTS dan Direktur Ponpe At Taqwa Depok)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)