Firman Allah:
فَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tiada terduga-duga)? tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.”(QS. Al-A’raf : 99)
Tanda merasa aman dari makar Allah yaitu Terus menerus di atas kemaksiatan
Imam Al-Farra’ rahimahullah mengatakan:
والمكرُ من الله استدراجٌ، لا على مكرِ المخلوقين
Makar Allah adalah istidraj bukan seperti makar makhluk.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:
ومَكْرُهُ أنْ يُعاقبَهُ على الذنبِ لكن من حيثُ لا يشعر
Makar Allah yaitu Allah menghukum seorang hamba atas dosanya akan tetapi tanpa ia sadari.
Dinukil dari artikel di alukah.net dengan judul Min A’zhami adz-Dzunub Al-Amnu min Makri Allah
Dan tanda istidraj adalah nikmat yang diperoleh dalam keadaan bermaksiat kepada Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنْ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
“Jika kalian melihat Allah memberikan dunia kepada seorang hamba pelaku maksiat dengan sesuatu yang ia sukai, maka sesungguhnya itu hanyalah merupakan istidraj.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan ayat: ‘(Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang Telah diberikan kepada mereka, kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang Telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa) ‘. [QS. Al-An’am: 44] (HR. Ahmad: 16673)
Imam Abu Hazim Salamah bin Dinar rahimahullah, seorang ulama dan orang shalih dari generasi tabi’in, pernah menasehati Abdurrahman bin Jarir rahimahullah, beliau mengatakan:
لَا تَنسَ يَا عَبدَ الرَّحمَنِ أَنَّ يَسِيرَ الدُّنْيَا يَشغَلُنَا عَنْ كَثِيرِ الآخِرَة، وَكُلُّ نِعمَةٍ لَا تُقَرِّبُكَ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَهُوَ نِقمَةٌ
“Jangan lupa wahai Abdurrahman, bahwa kemewahan dunia yang sedikit ini akan menyibukkan kita dari kenikmatan akhirat yang banyak. Setiap nikmat yang tidak menjadikanmu dekat dengan Allah, maka itu adalah azab.” (Suwar min Hayatit Tabi’in: 193)
Jika kita renungi, nasehat berharga itu tidak hanya untuk Abdurrahman bin Jarir, namun juga untuk kita semua. Itulah yang harus digaris bawahi “Setiap nikmat yang tidak mendekatkanmu dengan Allah maka itu adalah azab.”
Oleh sebab itu, lihatlah setiap kelapangan dan sesuatu yang kita anggap nikmat. Apakah dapat membuat kita semakin dekat dengan Allah ataukah sebaliknya. Pekerjaan dengan hasil besar, jika justru membuat kita semakin jauh dari Allah; shalat lalai, majelis taklim tak ada waktu, masjid terasa jauh, belajar agama berat, maka itu hakikatnya adalah musibah yang akan menyengsarakan. Nikmat-nikmat seperti itu harus segera ditinggalkan. Karena ia ibarat minuman yang terasa manis, beraroma dan berwarna menggoda selera, tapi ia sebenarnya adalah racun yang mematikan.
Mukmin yang dicintai Allah disegerakan hukumannya
Seorang mukmin yang bermaksiat maka akan disegerakan hukumnya di dunia, agar tidak menjadi istidraj bagi dirinya sekaligus sebagai pembersih untuk dirinya. Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, maka Allah menyegerakan hukumannya di dunia, dan apabila Allah menghendaki keburukan kepada hamba-Nya maka Allah menahan dosanya sehingga dia terima kelak di hari Kiamat.” (HR. Tirmdzi: 2396)
Dari Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu anhu, ia menuturkan: “Ada seorang lelaki bertemu dengan seorang wanita yang dahulunya adalah pelacur pada zaman jahiliyah. Lalu lelaki itu mulai merayu hingga tangannya terbentang akan menjamahnya. Wanita itu lantas berkata, ‘Apa-apaan ini?! Sesungguhnya Allah sudah menghapus masa jahiliyah dan menggantinya dengan Islam.’
Lelaki itu pun langsung berbalik pergi, lalu wajahnya menabrak tembok hingga robek. Kemudian ia mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan mengabari beliau kisahnya. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
أَنْتَ عَبْدٌ أَرَادَ اللهُ بِكَ خَيْرًا، إِذَا أَرَادَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ بِعَبْدٍ خَيْرًا، عَجَّلَ لَهُ عُقُوبَةَ ذَنْبِهِ، وَإِذَا أَرَادَ بِعَبْدٍ شَرًّا، أَمْسَكَ عَلَيْهِ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُ عَيْرٌ
‘Engkau adalah seorang hamba yang diinginkan kebaikan bagimu. Jika Allah berkehendak baik kepada hamba-Nya, Dia akan menyegerakan hukuman dari dosa seorang hamba. Namun jika Dia berkehendak jelek terhadap seorang hamba, Allah biarkan dia dan dosanya hingga dibalas secara penuh dengan sebab dosanya kelak pada hari kiamat, seakan-akan itu adalah gunung ‘Air (gunung di Madinah).’” (HR. Ahmad: 16204)
Oleh sebab itu, ketika kita melakukan maksiat lantas dibayar kontan; dihukum langsung di dunia oleh Allah subhanahu wata’ala maka itu adalah sebuah hal yang patut disyukuri, karena Allah masih sayang dan mengiginkan kebaikan pada kita.
Sebaliknya, hati-hatilah dengan “nikmat kasat mata.” Saat kita melakukan maksiat, kita tidak dihukum. Bahkan semakin mendapat kemudahan; badan sehat, harta lapang, usaha lancar dan semakin berkembang. Karena itu adalah Istidraj yaitu cara Allah menghukum seorang dengan perlahan, dibiarkan dulu sementara waktu, biar dia semakin larut dalam maksiat dan biar dosanya semakin bertumpuk dan berlipat, lalu nanti dibayar total keseluruhan agar menjadi lebih menyakitkan. Dan itulah makar Allah subhanahu wata’ala.
Istiqamah adalah cara menghindar dari sifat merasa aman dari makar Allah
Untuk menghindari diri dari merasa aman dari makar Allah adalah dengan istiqamah di atas ketaatan. Sebab penentu sebuah amal terletak pada penutupnya. Dari Sahal bin Sa’d radhiyallahu anhu, ia menceritakan:
Ada seorang laki-laki muslim yang gagah berani dalam peperangan ikut serta bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memperhatikan orang itu dan berujar; “Barangsiapa ingin melihat lelaki penghuni neraka, silakan lihat orang ini.” Seorang sahabat akhirnya menguntitnya, dan rupanya lelaki tersebut merupakan orang yang paling ganas terhadap orang-orang musyrik. Hingga akhirnya lelaki tersebut terluka dan dia ingin segera dijemput kematian sebelum waktunya, maka ia ambil ujung pedangnya dan ia letakkan di dadanya kemudian ia hunjamkan hingga tembus diantara kedua bahunya. Sahabat yang menguntit lelaki tersebut pun langsung bergegas menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berujar; ‘Aku bersaksi bahwa engkau utusan Allah.’ ‘Apa itu? ‘ Tanya Nabi. Sahabat itu menjawab; ‘Engkau tadi berkata; ‘Siapa yang ingin melihat penghuni neraka, silakan lihat orang ini,’ Dia merupakan orang yang paling pemberani diantara kami, kaum muslimin. Lalu aku tahu, ternyata dia mati tidak diatas keislaman, sebab dikala ia mendapat luka, ia tak sabar menanti kematian, lalu bunuh diri.’ Seketika itu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Sungguh ada seorang hamba yang melakukan amalan-amalan penghuni neraka, namun berakhir menjadi penghuni surga, dan ada seorang hamba yang mengamalkan amalan-amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka, sungguh amalan itu ditentukan dengan penutupnya.” (HR. Bukhari: 6607)
Di antara kiat untuk istiqamah yaitu
Berdo’a
Berdo’a dan bersungguh-sungguh meminta istiqamah kepada Allah. Karena telah berjanji akan mengabulkan permintaan hamba-Nya Allah berfirman:
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. (QS. Ghafir: 60)
Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata dari Allah bahwa Ia berfirman:
يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ
Hai hamba-Ku, kamu sekalian berada dalam kesesatan, kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk. Oleh karena itu, mohonlah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepadamu. (HR. Muslim: 2577)
Beberapa do’a untuk meminta istiqamah:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيم
Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus. (QS. Al-Fatihah: 6)
اللَّهُمَّ اهْدِنِي وَسَدِّدْنِي وَاذْكُرْ بِالْهُدَى هِدَايَتَكَ الطَّرِيقَ وَالسَّدَادِ سَدَادَ السَّهْمِ
“Ya Allah, berikanlah petunjuk kepadaku. Berilah aku jalan yang lurus. Jadikan petunjuk-Mu sebagai jalanku dan kelurusan hidupku selurus anak panah.” (HR. Muslim: 2725)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering berdo’a dengan do’a:
يَا مُقَلِّبَ القُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi: 2140, Ibnu Majah: 3834 Dihasankan oleh al-Albani dalam al-Silsilah ash-Shahihah no. 2091)
Senantiasa takut
Diantara kiat untuk selamat dari sifat merasa aman dari makar Allah juga yaitu senantiasa merasa takut kepada Allah. Akan tetapi takut yang terpuji adalah takut yang pertengahan antara ghuluw dan meremehkan. Dan patokannya adalah takut yang dapat menghalangi dari hal-hal yang diharamkan Allah. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata:
“Takut kepada Allah bertingkat-tingkat; diantara manusia ada yang ghuluw dalam takutnya, diantara mereka ada pula yang meremehkan dan diantara mereka juga ada yang adil (pertengahan). Khauf yang adil adalah khauf yang dapat menghalangi dari hal-hal yang diharamkan Allah. Apabila lebih dari itu maka akan mengantarkanmu kepada keputusan asaan dari rahmat Allah. Diantara manusia apa juga yang meremehkan dalam hal khaufnya sehingga tidak bisa menghalanginya dari sesuatu yang dilarang Allah.” (Al-Qaulul Mufid: 2/67)
Semoga Allah melindungi kita dari musibah ini dan menyelamatkan kita dari api neraka serta memasukkan kita ke dalam surga-Nya. Amiin.
**********
Penulis: Ustadz Zahir Al-Minangkabawi حفطه الله تعالى
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)