Dunia hari ini hampir tidak ada batasan lagi, hingga memungkinkan semua orang bisa berinteraksi satu sama lain secara leluasa, bahkan jatuh cinta atau sampai ke tahap pernikahan.
Pernikahan adalah suatu hal yang sakral dan diatur dalam setiap keyakinan atau agama termasuk Islam. Menikah adalah suatu ibadah dan merupakan ibadah terpanjang, sehingga menikah harusnya dengan yang sama agamanya untuk menjaga diri dan kekompakan dalam membina rumah tangganya nanti.
Nyatanya, saat ini banyak muslim yang memiliki hubungan kasih dengan non muslim. Salah satunya video viral di media sosial beberapa hari belakangan. Di mana publik dihebohkan dengan pasangan yang menikah beda agama. Pernikahan itu berlangsung di sebuah gereja. Sang suami merupakan Katolik dan istrinya Islam, mengenakan jilbab.
Pertanyaannya, bolehkah menikah dengan yang berbeda agama?
Ketua Majelis Ulama Indonesia bidang Ekonomi Syariah dan Halal, KH Sholahuddin Al-Aiyub, angkat bicara terkait hukum pernikahan beda agama yang kembali menjadi polemik.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait pernikahan silang tersebut sejak 2005. Didalamnya disebutkan, bahwa Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. Perkawinan laki-laki Muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.”
Fatwa ini diputuskan setelah merujuk sejumlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Terjemahnya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahi laki-laki musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. al-Baqarah: 221)
Dari ayat di atas, secara jelas Allah melarang hambaNya menikah dengan seseorang yang beda agama sebelum ia ikut masuk agama islam. Bahkan dikatakan wanita atau laki-laki budak jauh lebih baik daripada wanita dan laki-laki musyrik walaupun sekiranya Ia terlihat sosok pasangan yang sempurna menurutmu.
Larangan pernikahan beda agama ini bukan hanya disebutkannya hanya satu kali tapi berkali-kali dalam al-Qur’an. Ini membuktikan bahwa Allah secara tegas melarang perbuatan ini yang tidak lain demi kebaikan hamba-hambaNya. Karena Allah yang menciptakan manusia dan Dialah yang lebih tahu apa yang baik dan buruk untuk hambaNya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ ۖ وَآتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۚ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنْفَقُوا ۚ ذَٰلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ ۖ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Terjemahnya : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayarkan kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayarkan (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana” (QS. Al-Mumtaḥanah : 10)
Selain itu, terdapat sejumlah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang menegaskan pentingnya agama sebagai unsur utama pernikahan dibanding lainnya. Harta, nazab (asal-usul) dan kecantikan dijadikan tolak ukur terakhir. Karena keuntungan dari ketiganya ini hanya terbatas di dunia saja sedangkan jika memilih pasangan dengan melihat pada agamanya, maka bukan hanya kebahagiaan dunia tapi juga akhirat.
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لاِرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Artinya: “Wanita itu (boleh) dinikahi karena empat hal: (1) karena hartanya (2) karena (asal-usul) keturunannya (3) karena kecantikannya (4) karena agamanya. Maka hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang memeluk agama Islam; (jika tidak), akan binasalah kedua tanganmu.” (HR Muttafaq ‘alaih)
Terdapat pula kaedah fiqih yang menyatakan tentang keharaman nikah beda agama. Yaitu antara lain ‘mencegah kemafsadatan lebih didahulukan (diutamakan) daripada menarik kemaslahatan.
Sebaik-baiknya pernikahan adalah dengan yang seiman atau seagama. Jika sebaliknya, maka itu awal dari kebinasaan dan kekeliruan yang besar dalam memilih pasangan.
Di sisi lain, anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga beda agama pasti akan bingung harus memilih agama orang tuanya. Orang tua juga tidak kalah terbeban dengan hal ini, sebab jauh di dalam hati kecil pastilah ingin anak-anak mengikuti iman mereka, sehingga secara tidak langsung hal ini berpotensi menimbulkan persaingan orang tua.
Setiap seseorang mengambil suatu keputusan maka ia harus siap untuk menerima resikonya. Sama halnya jika seorang Muslimah yang memutuskan menikah dengan laki-laki non-Muslim, maka konsekuensi hukum pun mengikuti langkah yang diambil tersebut.
Sebagaimana kita ketahui bahwa seorang suami memiliki kekuasaan atas istri. Maka, akan ada kemungkinan bagi suami untuk memaksa istrinya meninggalkan agama asalnya dan membawanya kepada Yahudi ataupun Nasrani.
Menjalankan rumah tangga bukan hanya sekadar urusan antara manusia dengan manusia, namun juga urusan antara manusia dengan Tuhan. Karena pernikahan adalah ibadah, maka nilai ibadah tersebut haruslah berorientasi kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata.
Maka sudah sepatutnya para Muslimah yang memiliki keyakinan benar kepada Allah dan Rasul-Nya akan senantiasa sami’na wa atho’na (kami dengar dan kami taat). Ketika diperintahkan, ia mengerjakannya. Dan ketika dilarang, ia meninggalkannya.
Saat Allah dan Rasul-Nya menyebutkan dan menegaskan mengenai hukum dilarangnya menikahi laki-laki non-Muslim, maka langkah terbaik bagi para Muslimah adalah meninggalkannya.
***********
Gowa, 10 Maret 2022
Penulis: Wahyuni Subhan
(Mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Pengurus Mujahid Dakwah Media)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)