Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid Radhiallahu Anha
Pemimpin Kaum Wanita
Di sebuah rumah di kota Makkah, terdapat seseorang yang bernasab mulia dan memiliki akar yang mendalam dalam kepemimpinan dan kemuliaan. Seorang pemuda dari Quraisy yang berkedudukan dan bernasab mulia datang untuk meminang wanita cerdik yang ada di rumah itu. Akhirnya, tibalah kesepakatan tersebut, lalu dijawab oleh keluarga mempelai perempuan, “Laki-laki ini adalah laki-laki yang mulia.” Jadilah keduanya pasangan suami istri yang sama-sama diliputi kehormatan dan dilingkupi kemuliaan. Wanita cerdik yang ada di rumah itu, sebelumnya selalu diangan-angankan oleh para tokoh Quraisy dan petinggi mereka, namun keberuntungan ternyata jatuh kepada seorang pemuda Quraisy dari Bani Hasyim, sang pemimpin para pemuda Makkah.
Sang wanita yang dipinang itu telah mengenalnya, karena dia sering mendengar sifat amanah, kepribadian, dan kebaikan akhlak pemuda tersebut, sehingga mereka menjadi pasangan Suami istri yang serasi, seakan kemuliaan hanya ingin melekat pada pasangan ini saja. Seakan-akan kemuliaan berkata, “Dengan yang seperti keduanyalah aku dikenal.”
Untuk Anda ingin mengetahui siapa dua sejoli ini. akan sampaikan kepada Anda sesuatu yang meyakinkan.
Sang suami adalah pemimpin makhluk dan Rasul yang haq, Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Sang istri adalah wanita suci, cerdas, dan pemimpin kaum wanita, Khadijah binti Khuwailid Radhiallahu Anha.
Apakah saya meninggalkan pertanyaan bagi para penanya? Khadijah binti Khuwailid tidaklah sama dengan wanita-wanita lain. Ya, dia memang seorang wanita, namun dia mengungguli seluruh wanita di zamannya dalam kecemerlangan pendapatnya, kecerdasan pikirannya, dan kekuatan tekadnya, yang mana, sifat-sifat tersebut kadang tak dimiliki oleh banyak
kaum lelaki.
Bukti pertama yang menunjukkan kecemerlangan pendapatnya adalah bahwa dia telah memilih Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai suami untuk dirinya.
Bukanlah suatu aib bagi seorang wanita memilih laki-laki yang sederajat dengannya dan memiliki sifat-sifat mulia yang sempurna lalu dia mengatakan, “Aku ingin engkau menjadi Suamiku.”
Khadijah adalah sosok wanita yang berpengalaman yang telah mengenal banyak tokoh lelaki. Namun dia melihat pada diri Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sosok laki-laki yang dia harapkan dan tempat dia meletakkan segala cita-citanya. Harapannya pun tak meleset dan dugaannya pun tak salah, maka pada suatu hari dia ungkapkan keinginannya pada laki-laki yang dia harapkan itu dengan mengatakarn, “Sungguh aku menyukaimu karena kebaikan akhlakmu dan kejujuran tutur katamu.”
Duhai, apakah wanita di zaman kita memahami pelajaran ini?
Perhatikanlah wahai kaum wanita semoga Allah merahmati kalian pada keluhuran cita-cita wanita yang cerdas ini! Dia tidak memilih Nabi karena harta, ketampanan, nasab, dan kedudukan beliau, tetapi dia memilih beliau karena sifat-sifat mulia yang melekat pada diri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam seperti api di atas menara.
Sungguh betapa agungnya cita-cita yang dimiliki wanita itu! Tidaklah ada yang seperti itu kecuali orang yang mulia nan luhur dan pemimpin yang baik lagi suka menolong.
Kehidupan suami istri telah menyatukan antara dua mem- pelai paling berharga, yang jauh dari kekeruhan dan pertikaian dan bersih dari segala kotoran yang dapat memutuskan hubungan keduanya.
Wanita yang cerdas ini tidak lalai mencurahkan jerih payahnya demi berbakti kepada sang suami, berbuat baik kepadanya dan membahagiakannya. Maka kehidupan rumah tangga mereka lebih jernih daripada mata air dan lebih lembut daripada hembusan angin di waktu sahur.
Sungguh menakjubkan seorang wanita yang melihat kebahagiaannya terletak pada upayanya membahagiakan suaminya. Betapa yakinnya wanita yang mulia ini, saat hatinya membisikkan kepadanya bahwa kelak suaminya akan menjadi Nabi umat ini.
Suatu hari dia berdiri di depan rumahnya untuk menyambut kepulangan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, lalu dia memegang tangan beliau dan merangkulkannya ke dada dan lehernya seraya berkata “Bapak dan ibuku sebagai tebusanmu, demi Allah, aku tidak melakukan ini karena sesuatu apa pun, tetapi aku berharap engkau akan menjadi seorang Nabi yang akan diutus Allah. Jika engkau adalah Nabi yang diutus tersebut, maka ketahuilah hakku dan kedudukanku dan berdoalah untukku kepada Tuhan yang telah mengutusmu” Beliau menyahut, “Demi Allah, seandainya aku adalah Nabi yang diutus tersebut, maka engkau telah melakukan sesuatu terhadap diriku yang tak akan aku abaikan selamanya, dan seandainya Nabi tersebut adalah selainku, maka Tuhan yang karenaNya engkau melakukan ini tak akan mengabaikanmu selamanya.”
Alangkah mulianya kedudukan wanita yang tenang itu. Tidakkah Anda lihat bagaimana tingginya cita-citanya hingga sampai ke tujuan yang tak mampu dicapai oleh kaumn laki-laki dan wanita?
Khadijah telah menempati tempat yang luhur di dalam hati Rasulullah dan tempat yang tak pernah disinggahi oleh selainnya. Begitulah berlangsung kehidupan di antara pasangan suami-istri ini hingga dia melahirkan untuk beliau anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan. Ini adalah satu keistimewaan lain yang dimiliki oleh istri yang setia ini di mana Allah menganugerahkan kepada NabiNya anak dari Khadijah saja, tidak dari istri-istri beliau yang lainnya.
Pasangan suami-istri itu hidup dengan bahagia hingga datanglah hari yang menentukan, hari yang baru dalam kehidupan Tumah tangga mereka, yakni hari turunnya wahyu kepada Nabi shallallahu Alaihi Wasallam hari di mana Malaikat Jibril turun kepada beliau
Inilah Rasulullah yang sebagaimana kebiasaan beliau setiap tahunnya adalah pergi ke gua Hira untuk bertahannuts atau beribadah setelah memperoleh bekal dari sang istri yang bertakwa
itu. Dialah yang memberikan kepada beliau berbagai macam kebaikan dan kasih sayang seperti yang biasa dia persiapkan setiap tahun untuk menghadapi hari ini.
Di gua Hira’ Nabi dikejutkan oleh turunnya malaikat kepada beliau, lalu datanglah kepada beliau sesuatu yang tidak pernah diduga oleh beliau.
Kemudian Nabi kembali ke rumah beliau dengan tubuh menggigil dan ketakutan menyelimuti diri beliau.
Beliau datang tanpa menoleh kepada siapa pun, untuk merebahkan diri di pangkuan sang istri yang setia, tempat beliau berbagi rasa duka dan kesedihan. Beliau berkata, “Selimuti aku Selimuti aku!”
Istri yang setia ini pun memberikan selimut kepada suaminya dan membentangkan kain untuk sang suami karena cinta dan kasih sayang, hingga akhirnya rasa takut pun hilang dari Nabi dan hati beliau merasa tenteram.
Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya, “Wahai Khadijah, apa yang telah terjadi pada diriku? Selanjutnya beliau menceritakan kepadanya kisah turunnya wahyu dan beliau berkata, “Sungguh aku khawatir akan keselamatan diriku!”
Namun sang istri yang tabah ini adalah sebaik-baik tempat untuk menenangkan diri dan berlindung, maka dia pun menjawab ucapan suaminya dengan jawaban dari seorang wanitacerdas lagi mulia,
“Sekali-kali janganlah (khawatir akan keselamatanmu), berbahagialah, demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selamanya karena engkau adalah orang yang gemar menyambung silaturahim, berkata benar, menanggung beban orang lain, menolong orang tak punya, menjamu tamu, dan menolong manusia usuha-usaha untuk menegakkan kebenaran,” (HR. Bukhari)
Dengan untaian kalimat indah itu, wanita yang terjaga dari perbuatan buruk ini berdiri di samping suaminya, maka dialah sebaik-baik wanita yang mampu menghilangkan kesedihan meringankan beban berat.
Khadijah Radhiallahu Anha menasihati Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan nasihat yang baik, maka dia pun mengajak beliau kepada anak pamannya, Waraqah bin Naufal yang menganut agama Nasrani pada masa jahiliyah dan memiliki ilmu tentang kitab sucinya.
Istri yang penyayang ini datang kepada anak pamannya bersama Rasulullah shallallahu Alaihi Wasallam seraya berkata kepada Waraqah,
“Wahai anak pamanku dengarkanlah penuturan anak saudaramu ini!” Waraqah bin Naufal berkata, “Wahai anak pamanku, apa yang engkau lihat?” Maka Nabi shallallahu Alaihi Wasallam pun menceritakan kisahnya. Kemudian Waraqah berkata, “Ini adalah Malaikat Jibril yang pernah diturunkan kepada Nabi Musa Alaihi salam. Duhai, seandainya aku seorang pemuda yang kuat pada hari itu! Duhai, seandainya aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu!” Rasulullah bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab, “Ya, tidaklah seseorang membawa syariat sebagaimana yang engkau bawa, melainkan dia akan dimusulhi, dan seandainya aku masih hidup pada saat itu, maka aku akan menolongmu sekuat tenaga.”
Begitulah Khadijah, seorang wanita yang dari tangannya Nabi merasakan sentuhan kasih sayang, kelembutan, dan perhatian sehingga hati beliau menjadi tenteram dan hidup beliau bahagia.
Benar, sungguh Khadijah adalah teladan yang sejati bagi seorang wanita yang setia dan ibu rumah tangga yang sukses.
Keadaan seperti itu terus berlangsung dalam perjalanan yang suci bersama pemimpin seluruh makhluk.
Kemudian datanglah hari yang sangat menentukan, hari turunnya wahyu kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam,
“Wahai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlalh, lalu berilah peringatan!” (AL-Muddatstsir: 1-2).
Lalu di manakah posisi wanita yang suci itu pada hari tersebut? Sungguh dia menjadi istri yang ikhlas, di mana dia membenarkan dakwah suaminya. Bagaimana tidak, bukankah dia yang mengatakan, “Berbahagialah wahai anak pamanku dan tabahlah, demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, sungguh aku berharap engkau menjadi Nabi bagi umat ini.”
Wanita yang jujur itu telah mendahului semua orang dalam menyatakan keislamannya, sehingga dia memperoleh kemuliaan kepeloporan dalam memeluk Islam, dan sebelumnya dia telah memperoleh kemuliaan nasab dan kemuliaan perbuatannya yang baik.
Nabi gelisah sejak awal hari itu, dan beliau takut kaum-nya akan mendustakan beliau, namun beliau mendapatkan sinar cita-cita yang benar di dalam sang istri yang shalihah tersebut.
Beliau mendapatkan Khadijah sebagai seorang istri yang taat, setia dan jujur sehingga saat semua jalan menjadi sempit, dia menjadi tempat yang lega bagi beliau, saat berbagai kesusahan menyulitkan beliau, dia menjadi tempat kesenangan beliau, saat berbagai kesulitan menyelimuti beliau, dia menjadi harapan be liau, dan saat keluarga dekat beliau membuat beliau bersedih, dia menjadi kesenangan bagi beliau.
Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bila mendapatkan perlakuan buruk dan pendustaan, niscaya beliau mencari ketenangan di bawah naungan sang istri yang setia, sehingga duka lara beliau menjadi hilang dan sang istri melipurnya dengan memberikan kasih sayang dan sikap bijaksana.
Ketika wahyu datang kepada Nabi së dan hal tersebut mem- buat beliau merasa ketakutan, maka istri yang cerdas itu menjadi orang terbaik yang meringankan kesusahan beliau . Dia ber- kata, “Wahai anak pamanku, dapatkah engkau memberitahuku tentang sosok yang pernah mendatangimu itu bila dia datang lagi kepadamu?” Rasulullah menjawab, “Ya.” Dia berkata, “Bila dia datang, maka beri tahu aku!”
Maka ketika Malaikat Jibril datang, Rasulullah berkata, “Wahai Khadijah, inilah Jibril yang telah datang kepadaku.” Dia berkata, “Wahai anak pamanku, bangunlah dan duduklahbdi atas paha kiriku!” Beliau bangun dan duduk di atas paha kirinya. Dia bertanya, “Apakah engkau melihatnya?” Beliau menjawab, “Ya.”
Dia berkata, “Berbaliklah dan duduklah di atas pahaku!” Rasulullah berbalik dan duduk di atas paha kanannya. Dia bertanya, “Apakah engkau melihatnya?” Beliau menjawab, “Ya.” Dia berkata, “Berbaliklah dan duduklah di pangkuanku!” Rasulullah berbalik dan duduk di atas pangkuannya. Dia bertanya, “Apakah engkau melihatnya?” Beliau menjawab, “Ya.”
Dia pun menyingkap kepalanya dan melemparkan kerudungnya sedang Rasulullah masih duduk di pangkuannya.bKemudian dia bertanya lagi, “Apakah engkau melihatnya?” Beliau menjawab, “Tidak.” Dia berkata, “Wahai anak pamanku, tabahlah dan berbahagialah, demi Allah, dia adalah malaikat, bukan setan”(Dalam ‘ilmu an-Nubuwwah, al-Baihaqi,, 2/151. Ed. T.)
Betapa agungnya akal yang cerdas ini. Wahai orang yang berakal, renungkanlah kejujuran mutiara yang terjaga ini.
Allah meridhai wanita bertakwa yang memiliki akal yang cerdas ini, wanita yang telah membantu Nabi shallallahu Alaihi wasallam. Maka tak heran bila dia menempati kedudukan yang tinggi di dalam hati Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam.
Rasulullah membalasnya di dunia dengan memberikan hati beliau sepenuhnya kepadanya, sehingga beliau tidak menikahi wanita lain saat Khadijah masih hidup, sehingga beliau dapat menjaganya dari bahaya wanita madunya dan menjaga hatinya dari segala sebab yang dapat mengeruhkan kehidupannya. Itulah balasan Rasulullah skepadanya di dunia.
Namun, tahukah Anda, apakah balasannya di akhirat?
Adapun tentang balasannya di akhirat, maka bagaimana mungkin Anda wahai orang yang berakal dapat menggambarkannya. Itulah balasan yang sesuai dengan kejujuran wanita yang jujur ini! Itulah balasan dari Raja para raja dan Dzat paling kaya yang memberikan balasan.
Ini adalah awal balasan baginya yang tampak saat Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah untuk mengucapkan kepadanya, Wahai Rasulullah, Khadijah akan datang dengan membawa wadah berisi lauk-pauk, makanan, atau minuman. Bila dia telah datang kepadamu, maka sampaikanlah salam kepadanya dari Tuhannya dan dariku, dan berilah kabar gembira kepadanya dengan sebuah rumah di surga yang terbuat dari bambu yang tidak ada kegaduhan di dalamnya dan tidak pula keletihan.”(HR. Bukhari)
Demi Allah, betapa bagusnya berita gembira itu! Betapa berharganya balasan itu! Dia mendapat salam dari Raja para raja, Yang Mahaluhur dalam kebesaranNya dan Mahasuci dalam Sifat-sifatNya. Kemudian dia juga mendapat salam dari malaikat yang dipercaya menyampaikan wahyu, Jibril Kemudian berita gembira itu disampaikan melalui lisan Nabi Shallallahu Alaihi wasallam.
Betapa berbahagianya engkau wahai putri Khuwailid dengan datangnya berita gembira itu! Duhai, siapakah selainmu yang memperoleh sesuatu yang berharga seperti itu?
Kemarilah wahai orang yang cerdas, agar aku perdengarkan kepada Anda bagaimana jawaban wanita yang cerdas ini terhadap berita gembira itu, supaya Anda mengetahui kecerdasan akalnya dan kedalaman pemahamannya.
Setelah Khadijah mendengar berita gembira itu dia berkata, “Sesungguhnya Allah-lah as-Salam (Pemberi keselamatan) dan semoga keselamatan terlimpahkan kepada Malaikat Jibril, dan kepadamu wahai Rasulullah, semoga dicurahkan keselamatan, rahmat dan keberkahanNya”(HR. An-Nasa’il
Sungguh pantas wanita yang suci itu menjadi istri pemimpin orang-orang dahulu dan orang-orang yang datang kemudian, penutup para utusan Allah. Semoga Tuhan memberikan shalawat dan salam kepada beliau selama burung perkutut masih berkicau di atas tangkai pohon yang kuat
Tahukah Anda, apakah yang dimaksud dengan rumah dari bambu?
Itulah pertanyaan yang menggelayuti hatu wanita yang suci, putri dari wanita yang suci dan putri pemimpin orang-orang yang suci, Fathimah putri Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam, ketika dia bertanya ke. pada ayahnya, bambu?
“Wahai Rasulullah, di manakah ibuku, Khadijah?” Beliau menjawab, “Di rumah dari bambu.” Dia bertanya lagi, “Apakah dari bambu kita ini?” Beliau menjawab, “Tidak, tapi dari bambu yang tersusun dari intan, mutiara, dan permata.”(HR. Ath-Thabrani)
Selamat untukmu wahai putri Khuwailid dan berbahagialah engkau di negeri yang tidak engkau dapati di dalamnya panas dan dingin yang sangat, di negeri di mana engkau dekat dengan Malaikat Ridhwan. Betapa mulianya kedudukanmu di surga itu!
Rasul kita Shallallahu Alaihi wasallam terus menyampaikan risalah Tuhannya dan menyeru manusia untuk mentauhidkan Allah dan mengesakanNya dalam ibadah. Di sisi yang lain, kaum beliau terus-menerus menyakiti dan mendustakan beliau, namun Allah berkehenda menolong NabiNya dengan sekelompok orang yang mulia dan kalangan para sahabat yang mulia.
Di antara kelompok yang suci itu adalah wanita yang sudah terpelihara dari perbuatan buruk, Khadijah binti Khuwailid Radhiallahu Anha. Maka wanita yang jujur itu tak segan-segan mengeluarkan kemampuannya untuk menolong Rasulullah. Dia adalah ibu rumah tangga dan ibu dari anak-anak Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam . Apabila situasinya sulit, maka dia menjadi penolong, penasihat, dan pemberi gagasan.
Betapa mulianya wanita yang cerdas itu! Tipe wanita semacam apakah dia? Tidak hanya ketinggian nasab yang menghiasi dirinya, tetapi kemuliaan dan sifat-sifat yang utama juga menghiasinya dengan pakaian yang paling indah.
Maka tak heran bila dia menjadi pemimpin wanita pada zamannya, dan menjadi buah hati suaminya, pemimpin seluruh makhluk Shallallahu Alaihi wasallam.
Namun sebentar lagi akan tiba kepergian wanita yang suci itu dari dunia yang melelahkan ke alam yang menyenangkan dan kenikmatan yang abadi, saat itulah yang melenyapkan ke-
senangan dari hati Rasulullah dan menggantikannya dengan duka dan kesedihan yang sulit untuk dilukiskan oleh pena, dan terasa berat untuk digambarkan dalam puisi dan prosa.
Pada tanggal sepuluh Ramadhan tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, Khadijah binti Khuwailid wafat. Dialah wanita yang telah memberikan seluruh hidupnya untuk Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam dan mempersembahkan kasih sayang dan cintanya kepada beliau. Dia tidak kikir kepada Nabi untuk memberikan apa yang dimilikinya, maka dia menyerahkan kendali pengelolaan hartanya kepada beliau.
Katakanlah kepadaku wahai orang yang cerdas, “Bagaimanakah menurut Anda bila seorang laki-laki kehilangan sang istri yang memiliki sifat seperti wanita ini?” Merenunglah sejenak sebelum engkau menjawabnya!
Jawabannya tak bisa diungkapkan dengan baik oleh lisan yang fasih, jawabannya hanya dapat diungkapkan oleh hati yang amat sedih, sanubari yang terluka, dan jiwa yang tersakiti.
Betapa beratnya hari itu bagi Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam . Beliau telah kehilangan penghibur kesedihan beliau, teman berbagi duka, dan kekasih hati beliau. Beliau kehilangan istri yang setia, jujur dan suka memberi nasihat. Kini musibah menimpa beliau, yang seandainya itu menimpa gunung yang kokoh, niscaya akan merobohkannya.
Ketika saat mengiringi jenazah telah tiba, orang-orang pun membawa jenazah istri Nabi yang suci itu sambil menangis untuk meletakkannya di dalam kuburnya. Betapa mulianya sang istri tersebut!
Di gunung Hajun itulah, perjalanan rombongan orang yang menangis itu berhenti, dan Rasulullah sendiri yang masuk ke dalam kubur untuk meletakkan sang istri yang jujur, beriman, bertakwa, lurus, serta cerdas, di antara dua dinding kubur, kemudian mereka menimbunnya dengan tanah. Kubur siapakah ini Kubur Khadijah binti Khuwailid , istri manusia yang paling mulia, orang pertama yang membenarkan dan beriman kepada Nabi shallallahu Alaihi wasallam, dan istri beliau yang paling mulia.
Ya, Khadijah memang telah wafat, tapi kebaikannya dan kedudukannya yang suci tidaklah mati. Bahkan kecintaan terhadapnya tidak mati dalam sanubari yang paling suci, yaitu sanubari Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam. Dan tidaklah satu hari berlalu pada masa kehidupan Nabi shallallahu Alaihi wasallam , melainkan pasti beliau mengenang sang istri yang jujur tersebut. Bagaimana mungkin Nabi Shallallahu Alaihi wasallam dapat melupakan hari-hari yang indah itu, hari-hari yang lebih madu bunga dan lebih indah daripada bunga ruba.
Bahkan pengaruh cinta itu sampai begitu mendalam hingg Nabi shallallahu Alaihi wasallam tidaklah menyembelih seekor kambing melainkan beliau mengingat teman-teman kecil Khadijah. Beliau bersabda
“Kirimkan ini kepada teman-teman Khadijah!” Bila ada seseorang yang mencela beliau, maka beliau mengatakan, “Aku telah di karuniai kecintaan kepadanya.”
Kecintaan terhadap Khadijah menempati kedudukan yang tinggi di dalam hati Nabi, hingga cinta itu menggelisahkan wanita yang jujur, putri Abu Bakar ash-Shiddiq, Aisyah Radhiallahu Anha, Ummul Mukminin. Aisyah juga menempati kedudukan yang luhur di dalam sanubari Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam dan dia tidak ingin orang lain menyainginya di dalam menempati sanubari yang suci itu.
Rasa cemburu merasuk ke dalam hatinya ketika dia mendengar Nabi Shallallahu Alaihi wasallam selalu menyebut-nyebut Khadijah di pagi dan sore hari, maka lisannya mengungkapkan apa yang terpendam di dalam hati seraya berkata, “Allah telah mengganti seorang wanita tua dengan wanita yang muda untukMu.”
Aisyah radhiallahu Anha berkata begitu karena dia menduga tidak ada orang lain selainnya yang menempati kedudukan yang luhur di dalam sanubari Nabi Shallallahu Alaihi wasallam. Dan betapa terkejutnya Aisyah ketika dia mendengar jawaban beliau,
“Allah tidak menggantikan untukku yang lebih baik daripadanya; dia telah beriman kepadaku saat orang-orang mengngkariku, da telah membenarkanku saat orang-orang mendustakanku, dia melipurku dengan hartanya saat orang-orang tidak melipurku, dan Allah mengaruniakan kepadaku anak darinya saat Dia tidak mengaruniaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.” (HR. Ahmad)
Alangkah manisnya pemeliharaan cinta itu dan pengagungan hari-hari saat berinteraksi dengannya! Adakah orang lain yang lebih utama dengan hal tersebut daripada pemimpin seluruh makhluk ?
Sungguh mengagumkan cinta yang tak lekang oleh waktu dan tidak usang keindahannya oleh perubahan zaman. Hari-hari indah telah berlalu, dan akan datang hari-hari yang lebih indah dibandingkan hari-hari itu dalam kenikmatan yang tak akan pernah habis dan kebahagiaan yang tak akan pernah punah.
Semoga Allah meridhai wanita yang jujur, sabar, setia, ikhlas, bertakwa dan penuh kasih sayang, Khadijah binti Khuwailid Radhiallahu Anha.
Semoga Allah membahagiakannya dengan surga yang di dalamnya terdapat sutra halus dan sutra tebal, perhiasan yang indah dan pepohonan yang rindang. Orang sepertimulah, wahai putri Khuwailid, yang hendaknya djadikan teladan oleh wanita-wanita yang berbahagia.
***********
Penulis: Ustadz Azhari Ahmad Mahmud (Di Sadur Dari Buku Kisah Para Wanita Mulia Yang Memiliki Peran Besar Dalam Sejarah), h. 16-30)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)