Kami menikah di saat saya masih duduk kuliah, tepatnya semester 3 pada hari kamis tanggal 14 Juli (29 Zulkaedah) 1988, sebagai seorang da’i abah yang sambil kuliah saya sangat memahami bahwa waktunya akan sangat kurang bersama saya. Sepulang kuliah di siang hari abah sudah menyiapkan diri melanjutkan kegiatan di sore harinya, sore harinya dimulai dengan mengisi taklim ataupun mengajar di TKA/TPA.
Waktunya padat karena masih sangat sedikit jumlah Ustadz di Lembaga ketika itu, jumlahnya sangat terbatas hanya ada beberapa diantaranya Ustadz Muh Zaitun Rasmin, Ustadz Muhammad Nusron, Ustadz Muh. Qosim, Ustadz Haris Abdurrahman, Ustadz Agus Dwikarna, dan juga bapak Muh. Dain Yunta serta beberapa yang lainnya.
Setelah dakwah mulai berkembang, Pak Dain Yunta mewakafkan sebidang tanahnya yang berlokasi di jalan Daeng Sirua sebagai pusat kegiatan dakwah. Semua bahu membahu, bergerak bersama mencari sumber-sumber pendanaan untuk pembangunan masjid.
BACA JUGA: SEJARAH TOKOH-TOKOH WAHDAH ISLAMIYAH LAINNYA
Masih sangat segar dalam ingatan saya, para Ustadz angkatan awal saling bahu-membahu kerja bakti siang bahkan menembus malam membangun mesjid, para ummahat assabiqunal awwalun (generasi pertama dalam orgnisasi) tidak mau ketinggalan, mereka juga terjun langsung bersama suami membantu pembangunan sesuai kemampuan dan sebagian yang lain menjadi tim komsumsi yang bertugas menyediakan makanan bagi para Ikhwan yang sedang bekerja.
Sangat seru kala mengingat masa-masa awal perjuangan. Semoga Allah merahmati yang telah meninggal dunia diantara mereka.
Kesan yang paling berharga bagi saya dari sosok abah adalah bimbingan dan arahannya sehingga saya juga bisa merasakan manisnya hidayah. Bagi saya inilah yang paling berharga lebih dari harta dan yang lainnya., terlebih karena saya dinikahi sebelum saya menjadi seorang “akhwat” meskipun saya seorang lulusan pesantren tetapi belum banyak pemahaman tentang ajaran Islam apalagi mengamalkannya dengan baik.
Tetapi dengan kesabaran dan kasih sayang abah mengarahkan dan membimbing saya sehingga bisa jadi seorang wanita yang mandiri, mendidik untuk konsisten beribadah, menanamkan prinsip qona,ah menerima hidup sebagai seorang da,i tanpa ada gaji dari yayasan saat itu, semua bisa dilalui meskipun dalam pandangan manusia semua serba kekurangan dan dari situlah saya banyak belajar tentang nilai kesyukuran kepada Allah serta konsisstensi dalam melakoni aktivitas dakwah.
Awal berda’wah, abah banyak mengisi kajian dan tarbiyah kalangan Ikhwah dan juga untuk kalangan akhwat karena saat itu masih sangat kurang pembina sehingga para asatizah pun langsung menangani tarbiyah muslimah.
Setelah Akram (anak ke-dua) lahir, abah lebih banyak aktif pada pembinaan TK/TPA, sehingga harus membuat kantor di Jl. Andi Tonro, mengingat saat itu kader sudah mulai bertambah maka beliau lebih banyak aktif pada pembinaan pengajar Iqro, bahkan aktif bersama BKPRMI sebagai penatar Iqro nasional sehingga sering kali keluar kota karena padat acara penataran yang harus dibimbingnya.
BACA JUGA: SEJARAH LENGKAP USTADZ UMAR SOLEH
Dalam perjalanan keorganissasian abah di Wahdah Islamiyah, beliau juga pernah menjabat sebagai ketua Departemen Sosial (DEPSOS), sempat merintis klinik bersalin, merintis TK Islam, PGTKA dan menjadi ketua pembebasan tanah yang berlokasi di Jl. Antang.
Selanjutnya beliau dikirim ke Padang untuk merintis pesantren yang diwaqafkan salah seorang penyumbang di sana. Belum cukup setahun di Padang, abah sering sakit yang menyebabkan Ustadz Muh Zaitun memanggil beliau untuk ke Al Hijaz di Depok menggantikan Ustadz Sobar Siswoyo.
Kondisi Al-Hijaz saat itu cukup memprihatinkan hampir-hampir ditutup, alhamdulillah abah berhasil menjalankan amanahnya dengan baik dengan sistem managerial yang diterapkan. Selain amanah pimpinan yayasan Al Hijaz, abah pun diamanahkan sebagai ketua pimpinan Kantor Perwakilan Ketua Umum (KPKU) Jakarta.
Selain itu, kami sekeluarga diminta pimpinan untuk tinggal di wilayah Duren Sawit di sebuah rumah dan sebidang tanah selain untuk sosialisasi Wahdah kepada masyarakat sekitar, keberadaan kami di lokasi tersebut juga bertujuan untuk persiapan pendirian kantor Wahdah. Sosialisasi berjalan dengan baik, masyarakat sekitar menerima kami dengan baik.
Referensi:
– Ustadzah Fatmawati (Istri Ustaz Umar Soleh)
***********
Bersambung, Insya Allah..
Makassar, 8 September 2021
Penulis: Ustadz Syandri Syaban, Lc., M.Ag
(Almuni Internasional Islamic University Islamabad Pakistan, Dosen STIBA Makassar dan Kontributor mujahiddakwah.com)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)