“Janganlah kalian risaukan apa yang kalian lihat. Allah Subhanahu wa Ta ala telah memberiku empat orang anak dan Dia berkehendak mengambil satu. Maka masih tersisa tiga. Puji syukur bagi-Nya. Aku dikaruniai empat anggota tubuh(dua tangan dan dua kaki) lalu hanya diambil satu, maka masih tersisa tiga. Puji syukur bagi-Nya. Dia mengambil sedikit dariku dan masih banyak yang ditinggalkan-Nya untukku. Bila Dia menguji sekali, kesehatan yng Dia karuniakan masih lebih banyak dan lebih darinya. (Urwah bin Zubair)
Kebahagiaan dan kesengsaraan adalah dua hal yang niscaya hadir dalam perjalanan hidup kita. Sehingga, kita butuh bekal untuk mempersiapkan mental kita menerimanya. Digambarkan urusan seorang muslim itu menakjubkan. Ketika ditimpa musibah dia bersabar, dan ketika diberi nikmat dia bersyukur. Tak ada keadaan di mana dia luput dari pahala. Semuanya bernilai pahala di sisi Allah, karena Dia ridha atas hamba-Nya.
Namun, manusia pada fitrahnya lemah. Bersyukur diwaktu lapang, namun jarang yang bisa melakukannya diwaktu sempit. Terlebih jika musibah yang menghampiri beruntun menyesakkan hidupnya. Bukan hanya keluhan dan cacian, bahkan prasangka buruk kepada Rabb-nya pun tak terkendalikan lagi. Beratnya satu musibah telah membuatnya “amnesia” dari ratusan, bahkan ribuan nikmat yang dia terima dari Allah.
Timpaan musibah bukan hanya pada zaman kita saja. Telah berlalu musibah-musibah yang lebih berat atas umat terdahulu Mungkin kita telah mengetahui hal ini. Dan lihatlah kisah mereka, tak sedikit dari mereka mendapat rahmat Allah. Dijanjikan surga karena tetap bersyukur atas musibah yang menimpanya. Bukankah Allah telah mengatakan dalam kitab-Nya, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman, sedang mereka tidak duji lagi? dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS Al Ankabut :2-3)
Urwah bin Zubair adalah contoh bagi kita dalam hal bersyukur. Dia adalah seorang tabi’in yang terlahir dengan sebaik-baik nasab. Ayahnya bernama Zubair bin Awwam, pembela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi uwa sallam, dan salah seorang shahabat yang dijamin masuk surga. Ibunya adalah seorang shahabiyah agung yang dijuluki dzatun nithaqain ( pemilik dua ikat pinggang ). Kakeknya dari ibu adalah shahabat yang paling dicintai Rasulullah yaitu Abu Bakr Ash Shiddiq, sedang neneknya dari ayah adalah Shafiyah bintu Abdul Muthalib yang juga bibi dari Rasulullah.
Urwah bin Zubair semasa remajanya pernah bercita-cita, Aku ingin menjadi alim (orang berilmu yang mau beramal), sehingga orang-orang akan belajar dan mengambil ilmu tentang kitab Rabb-nya, sunah Nabi-Nya dan hukum-hukum agamanya dariku, lalu aku berhasil di akhirat dan memasuki surga dengan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Subhanallah .. cita-cita yang sangat mulia.
Tak sekedar bercita-cita, dia penuh semangat berusaha merealisasikan keinginannya tersebut. Hingga seluruh waktunya digunakan untuk menimba ilmu dari sisa-sisa para shahabat. Dia menyertai kemana saja mereka pergi, mendatangi rumah-rumahnya, shalat di belakangnya, dan menghadiri majelisnya. Bahkan meriwayatkan hadits dari Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zaid bin Tsabit, Abu Ayyub al-Anshari, Usamah bin Zaid, Sa’id bin Zaid, Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, Nu’man bin Basyir dan banyak pula mengambil dari bibinya, Aisyah Ummul Mukminin. Yang akhirnya dia menjadi salah seorang dari fuqaha sab’ah (tujuh ahli fikih) Madinah, di mana segala urusan agama penduduk kota disandarkan pada mereka. MasyaAllah .. tercapai sudah cita-citanya yang mulia.
Sebagai bentuk kesyukurannya kepada Rabb, dia tunaikan segala bentuk ibadah dengan sebaik mungkin, dia tunaikan rukun-rukunnya, dan dia panjangkan shalat-shalatnya sedapat mungkin. Dia bersedakah dengan membuka pagar kebun-kebunnya yang sedang panen agar siapa pun yang menghendaki buahnya bisa masuk sepuasnya. Begitulah Urwah bin Zubair bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan kepadanya. Dia memperolah haknya maka dia tunaikan kewajibannya.
Allah Azza Wa Jalla masih ingin menguji Urwah bin Zubair, dan begitulah bukti cinta Allah kepada hamba-Nya. Di zaman Khilafah al-Walid bin Abdul Malik, Amirul Mukminin mengundang Urwah ke Damaskus, dan diterimanya dengan mengajak serta putra sulungnya. Qaddarullah, putranya masuk ke kandang kuda untuk melihat-lihat, dan seckor kuda menyepaknya hingga wafat. Belum saja tangan Urwah bersih dari pekuburan anaknya, kembali dia diuji dengan salah satu telapak kakinya terluka dan bengkak menjalar sampai betis. Seluruh tabib didatangkan, namun mereka bersepakat untuk mengamputasi kakinya sampai betis, khawatir menjala dengan cepat dan merenggut nyawanya.
Prosesi operasi yang menakjubkan pun terjadi. Urwah tak ingin meminum arak untuk membuatnya mabuk sebagai obat bius. Dia memilih berdzikir kepada Allah selama kakinya dipotong dan tulangnya digergaji, hingga membuatnya pingsan diakhir operasi. Semua orang mengkhawatirkan keadaannya dan datang untuk menghiburnya. Sampai ketika dia tiba pada keluarganya di Madinah dia berkata, “Janganlah kalian risaukan apa yang kalian lihat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberiku empat orang anak dan Dia berkehendak mengambil satu. Maka masih tersisa tiga. Puji syukur bagi-Nya. Aku dikaruniai empat anggota tubuh(dua tangan dan dua kaki) lalu hanya diambil satu, maka masih tersisa tiga. Puji syukur bagi-Niya. Dia mengambil sedikit dariku dan masih banyak yang ditinggalkan-Nya untukku. Bila Dia menguji sekali, kesehatan yang Dia karuniakan masih lebih banyak dan lebih darinya.”
Saudaraku yang senantiasa bersyukur, Teruslah memuji Allah atas segala ketetapan-Nya pada kita. Jangan berhenti dan teruslah bersyukur. Sungguh, Allah sangat mencintai hamba-Nya yang selalu berterima kasih atas tiap pemberiannya. Dan rasakanlah hidup yang lebih lapang, tidak sesak, dan tidak terbelenggu dengan kesempitan, dikarenakan ujian yang ada. Bukti cinta Allah dengan memberi ujian, dan kita membalasnya dengan cinta kesyukuran.
***********
Penulis: Dhee-ar (Di Sadur Dari Buku Setinggi Menara Masjidil-Haram h. 5-8)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)