بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيم
Di antara sikap wala’ dan mahabbah karena Allah antar-umat Islam adalah seorang muslim harus mempedulikan urusan masyarakatnya secara umum dan mempedulikan urusan saudaranya sesama muslim secara khusus.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan, kasih sa-yang dan kelembutannya adalah bagaikan satu jasad. Manakala suatu anggota tubuhnya mengadu kesakitan, maka sekujur tubuhnya itu menanggungnya, tidak tidur malam dan demam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Ini adalah gambaran masyarakat muslim.
Adapun gambaran antar-pribadi muslim adalah seperti yang disabdakan oleh baginda Rasul Shallallaahu alaihi wasallam: “Orang mukmin satu dengan mukmin lainnya bagaikan satu bangunan, yang sebagian menguatkan sebagian yang lain. Dan beliau merajutkan antara jari-jemarinya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maka kewajiban kaum muslimin, baik secara individu maupun kelompok adalah memperhatikan berbagai problema yang ada di antara mereka, dan problema yang ada antara mereka dengan musuh-musuh mereka, sehingga mereka mau menjalin ukhuwah Islamiyah. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “… sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu …” (Al-Anfal: 1)
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antar-kedua saudaramu …” (Al-Hujurat: 10)
Dan hendaknya mereka memperhatikan jihad melawan musuh-musuh mereka. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (At-Taubah: 123)
Maksudnya ialah mempersiapkan diri sebelum berjihad dengan menyelesaikan berbagai problematika yang mengganjal, menyatukan barisan, memperbaiki kondisi dan mempersiapkan segala peralatan. Maka barangsiapa yang tidak mempedulikan problematika kaum muslimin, bahkan bersikap pasif, maka hal itu menunjukkan lemahnya iman, atau juga berarti bahwa dia itu munafik yang memberikan wala’ kepada kuffar.
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman tentang orang-orang munafik: “(Yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mu’min). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: ‘Bukan-kah kami (turut berperang) beserta kamu?’ Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: ‘Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?’.” (An-Nisa’: 141)
Allah Subhannahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa sikap kaum munafik terhadap per-masalahan umat Islam adalah pasif, menunggu dan menonton siapa yang menang akan menjadi kawan. Adapun mukmin yang benar selalu memiliki karakter nasihat (kesetiaan), baik dalam ucapannya, amalnya dan kiprahnya dalam masya-rakatnya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
“Agama itu adalah nasihat (kesetiaan).” Beliau mengucapkan tiga kali. Kami bertanya, “Untuk siapa ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, untuk RasulNya, untuk para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin pada umumnya.” (HR. Muslim)
Demikianlah mudah-mudahan Allah Subhannahu wa Ta’ala memperbaiki kondisi umat Islam dengan meluruskan aqidah mereka, memperbaiki bangsa dan para pemimpin mereka, dan semoga menyatukan hati mereka serta membulatkan tekad mereka. Semoga shalawat serta salam tetap tercurah untuk Nabi kita Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam beserta keluarga dan sahabatnya. Amin
***********
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Penulis: Syekh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan Rahimahullah
Sumber: Kitab Tauhid
Penerbit: Yayasan As Sofwa Jakarta
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)