Seperti rumah, pengetahuan pun ada pintunya. Tapi tidak terbuat dari kayu, besi atau baja ringan, melainkan kebiasaan. Kebiasaan itu meliputi—mendengar, membaca, berdiskusi—. Pertanyaannya apakah kita terbiasa dengan 3 kebiasaan sederhana itu?
Ah, kalau itu hal biasa. Memang. Bahkan ketiga kebiasaan ini mungkin tampak ringan. Namun percayalah, kekuatan transformasinya bagai bintang kecil yang mampu menerangi malam.
Bahkan bisa membuat kita yang lemah menjadi bangkit, berusaha kuat. Melangkah dengan optimisme. Mendesain kehidupan pribadi menjadi lebih berarti.
Kebiasaan Mendengar
Kita sering mendengar, tapi apakah kita benar-benar “mendengar”?
Mendengar aktif bukan sekadar diam saat orang lain bicara, melainkan menyerap makna, menangkap nada, meraba perasaan yang tersirat.
Ini bukan hal mudah. Apalagi kalau dalam dada sering muncul kata, “Aku juga tahu kali”.
Seperti ketika saya menghadiri sebuah diskusi kecil, bukan sebagai pembicara, tapi sebagai pendengar. Suara teman berbagi pengalaman hidup, lalu diam, menghadirkan keheningan yang penuh pelajaran. Saya benar-benar mendapatkan sesuatu.
Kalau kita renungkan, manfaat mendengar begitu luas: ia membuka ruang memahami sudut pandang lain, membangun empati, dan memberi ruang belajar tanpa harus kita lewati sendiri.
Lebih jauh, itu membuat kita bisa berlatih respek kepada orang lain, terutama pembicara.
Tips praktiknya? Latih diri untuk menyimak tanpa menyela, catat poin penting dalam hati, dan tutup hari dengan merefleksikan: “Apa hal baru yang kudengar hari ini?”
Pernah dalam satu momen, Ust. Fauzil Adhim berkata kepadaku. Kita harus tahu kapan listening (mendengar sepenuh hati) dengan hearing (mendengar dengan gaya ngobrol). Dalam kata yang lain, mendengar itu penting sekali.
Kebiasaan Membaca
Setelah mendengar, kita mesti membaca. Membaca adalah jendela—kita mengintip dunia, lalu membawa pulang ilmunya.
Setiap halaman bisa jadi ladang ide. Ketika saya membaca artikel atau esai, sering kali saya berhenti, menandai kalimat, lalu membaca ulang—tentang sebuah gagasan yang menggugah mata hati. Bahkan kadang-kadang teringat tema-tema lain yang telah lama, yang pernah saya baca.
Dalam satu kesempatan pernah saya menekankan bahwa membaca buku adalah energi gembira untuk berpikir sistematis.
Cara menumbuhkan minat membaca: sediakan waktu setiap hari—15 menit pun cukup—di pagi atau malam, dengan memilih topik yang benar-benar kita penasaran.
Buat catatan kecil, artikel mini, atau citra suasana dalam pikiranmu. Tulisan sederhana itu berpotensi jadi ide besar berikutnya.
Kebiasaan Berdiskusi
Diskusi bukan sekadar berbicara, tapi seni menguji gagasan, menyusun argumen, dan merajut pemahaman bersama.
Beda dengan debat yang ingin menang, diskusi ingin mencerahkan.
Pernah saya duduk dalam pertemuan hangat, teman-temanku menyampaikan gagasan, satu demi satu. Ketika kita saling mengisi, saling menegur halus, diskusi itu menghasilkan sesuatu yang lebih besar dari diri masing-masing.
Cara berdiskusi produktif, bagaimana langkahnya?
Pertama, hormati lawan bicara. Kedua, landaskan argumen pada data atau pengalaman, bukan asumsi. Ketiga, buka ruang koreksi terhadap diri sendiri.
Dengan begitu, diskusi berubah menjadi media tumbuh—bagi semua pihak.
Dengan demikian kita dapat memahami bahwa mendengar, membaca, dan berdiskusi: tiga rutinitas sederhana, tapi bila dilakukan konsisten, menjadi pondasi pengetahuan yang kokoh.
Perhatikan sekeliling, bukankah ada orang dengan gelar akademik tinggi namun narasinya tidak berbobot. Boleh jadi, sangat mungkin, mereka tidak senang mendengar, malas membaca dan mau menang sendiri.
Jadi, 3 kebiasaan itu bukan sekadar mengisi pikiran—tetapi memampukan kita berpikir jernih, berbicara bijak, dan bertindak bermakna.
Langkah Nyata
Sekarang saatnya menyusun langkah nyata.
Pertama, pada hari 1–2: Fokus pada mendengar—ikut webinar atau obrolan, lalu tuliskan tiga hal baru yang kamu pelajari.
Kedua, pada hari 3–4: Fokus membaca—pilih satu artikel atau buku pendek, baca dengan catatan, refleksikan.
Ketiga, pada hari 5: Fokus diskusi—ajak satu teman diskusi ringan, berbagi ide dari apa yang kamu dengarkan dan baca.
Coba dan rasakan. Sungguh ilmu tanpa diskusi bagaikan pisau yang tak diasah. Kini waktunya diasah—dengan hati terbuka dan telinga yang mau peka. Sebab sejatinya mendengar, membaca dan diskusi adalah manifestasi dari Iqra’. Lengkapnya Iqra’ Bismirabbik.
***********
Penulis: Ustadz Imam Nawawi, M.Pd.I
(Kepala Humas BMH Pusat, Eks Ketua Umum Pemuda Hidayatullah dan Pengasuh masimamnawawi.com)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)