“Demi Allah, seandainya engkau pun akan memberikan seluruh kerajaanmu dan seluruh kerajaan yang ada di Arab agar aku meninggalkan agama Muhammad, sungguh tidak akan pernah aku lakukan.” (Abdullah ibnu Hudzafah as-Sahmi)
Menjadi pahlawan, siapa yang tak menghendaki? Namanya akan harum dan dibicarakan sepanjang masa. Terkenal sebagai penyelamat dan pembebas kezhaliman. Dimuliakan oleh orang banyak, bahkan pemimpin di masanya. Tentu, kita semua menghendakinya, bukan? Tapi, Haruskah kita memegang pedang dan membunuh penjahatnya seperti dikebanyakan film action hari ini? Sepertinya tidak demikian.
Umar bin Khattab, Khalifah kedua setelah Abu Bakr ash shiddiq. Siapa yang tak mengenal Beliau dengan kewibawaan khas yang menjadikan syaithan pun berlari jika melihatnya. Ternyata beliau pernah mencium dahi seorang shahabat karena rasa senan kagum, dan terima kasih yang bergemuruh di dadanya. Bahkan, beliau memerintahkan kepada seluruh muslimin dengan berkata, “Setiap muslim wajib mencium dahi ‘Abdullah ibnu Hudzafah. Dan akulah yang akan mencium pertama kali.”
Siapakah Abdullah ibnu Hudzafah yang menjadikan seorang Umar bin Khattab menjadi sedemikian rupa? Dialah shahabul mulia yang sejarah Islam mencatat namanya sebagai seorang pahlawan yang memiliki sepak terjang luar biasa, bahkan Islam berjasa besar pada dia yang telah menyelamatkan kaum muslimin dari dua orang pemimpin dunia yang zhalim, Raja Persia dan Kaisar Romawi.
Saudaraku, kepahlawanan terlahir ketika kita mampu menempa diri menjadi seorang yang amanah. Seperti Abdullah ibnu Hudzafah, ketika diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembawa surat ajakan masuk Islam kepada Kisra Raja Persia. Dia berjalan naik turun bukit dan lembah tanpa seorang pun yang menemani. Dia meninggalkan anak istrinya demi tugas ini. Sesampainya di istana, dia pun masuk dengan penuh kesederhanaan, tubuhnya hanya dibalut dengan baju tipis dan selendang yang tebal. Surat yang dibawanya sama sekali tak diberikan kepada orang lain, kecuali langsung dari tangannya ke tangan Kisra, bahkan tidak pada pengawal yang Kisra perintahkan untuk mengambilnya. Subhanallah!.
‘Abdullah ibu Hudzafah tidak gentar sama sekali ketika surat tersebut kemudian disobek oleh Kisra dihadapannya karena gejolak marah, mengetahui Muhammadlah yang mengirimkannya
dengan memulai menuliskan namanya, “Bismillahirhamanirrahim. Dari Muhammad Rasulullah kepada Kisra yang agung Raja Parsi, keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk”. Padahal dialah raja di raja yang berhak untuk disembah dan diagungkan namanya. Dia pun diusir keluar kerajaan, tak peduli akan apa yang terjadi pada dirinya, dia keluar dengan perasaan lega karena telah menunaikan amanah yang diberikan Rasulullah padanya.
Benar saja, Kisra mengutus kemudian para pengawalnya mencari ‘Abdullah ibnu Hudzafah, tapi dia telah pulang kembali menghadap Rasulullah dan mengisahkan yang terjadi di istana Persia. Kisra meminta wakilnya Badzan untuk mengutus prajurit terbaiknya membauwa Abdullah ibnu Hudzafah kembali ke Persia, sayangnya Allah ‘Azza wa Jalla berkehendak lain, Badzan akhirnya memeluk Islam setelah mendengar kebenaran perkataan Rasulullah tentang kematian Kisra di tangan anaknya sendiri. Lalu seluruh orang-orang Furs dan Yaman pun mengikutinya berislam. Semuanya berawal dari diutusnya ‘Abdullah ibnu Hudzafah dengan penuh amanah. Masya Allah!.
Kepahlawanan juga diperoleh dari teguhnya kita pada prinsip iman. Cita kita menjadi pahlawan dalam kehidupan haruslah tinggi. Prinsip kita adalah ridha Ilahi dan bukan ridha orang yang lebih di atas kita. Berani menjadi pahlawan adalah berani mengokohkan prinsip iman kita di hadapan siapa pun.
Saat Abdullah ibnu Hudzafah menjadi salah satu utusan yang diutus Khalifah Umar bin Khattab untuk memerangi Romawi dan tertawan bersama kaum muslimin yang lainnya, Raja Romawi sangat tertarik untuk menjadikannya ksatria Romawi, melihat kelihaian dan badan tegap perkasa yang dimilikinya. Ditawarkan padanya kebebasan dan kemuliaan jika dia menerima untuk berpaling ke agama Nasrani dan menerima tawaran tersebut. Di zuman kita, tawaran tersebut bukan hal yang pantas disepelekan bukan? Siapa yang tak ingin harta dan kedudukan yang tinggi? Tapi, Abdullah ibnu Hudzafah menjawabnya tanpa fikir panjang. Demi Allah, seandainya engkau pun akan memberikan selurun kerajaanmu dan seluruh kerajaan yang ada di Arab agar aku meninggalkan agama Muhammad, sungguh tidak akan pernah aku lakukan.”
ikaan pun diperolehnya, dia disalib dan dipanah kedua tangan dan kakinya. Dia tetap teguh tak berubah fikiran. Lalu, Raja Romawi memerintahkan prajuritnya memasak kuali yang sangat besar dan satu persatu tawanan muslim dilemparkan ke dalamnya. Pun tak menggentarkan hati Abdullah ibnu Hudzafah, bahkan dia berkata, “Yang membuatku menangis adalah bahwa aku berkata kepada diriku, ‘Sekarang kau dilemparkan ke kuali ini dan kau pun mati, sedang aku ingin sekali memiliki nyawa yang banyak bagi jasadku, sehingga semuanya dilemparkan ke dalam kuali di jalanAllah.
Jawaban yang menakjubkan bagi seorang Raja Romawi, ia memohon kesediaan ‘Abdullah ibnu Hudzafah untuk mencium dahinya dan berjanji akan melepaskan seluruh tawanan kaum muslimin. Dan tepatlah janjinya terjadi dengan bebasnya seluruh tawanan muslim di Romawi. Kemenangan Islam yang diperoleh dari kepahlawanan seorang Abdullah ibnu Hudzafah.
Tidakkah ini gambaran seorang pahlawan yang kita harapkan bersama, bisa merasuki jiwa kita untuk menjadi seorang yang amanah dan berpegang teguh pada prinsip iman. Tunggu apalagi? Jangan gentar dengan murka serta apapun di hadapan. Dan raihlah gelar pahlawan sejati!.
***********
Penulis: Dhee-ar (Di Sadur Dari Buku Setinggi Menara Masjidil-Haram h. 94-97)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)