Menjadi tetap kuat dan tidak mudah menyerah adalah suatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan terlebih bagi seorang Muslimah. Sebagai Muslimah, terkadang langkah kita terhenti di tengah jalan. Banyak faktor yang melatarbelakanginya, tapi sayangnya ada yang menjadikan takdir sebagai sandaran pelabuhan akhir tuduhan dari keterpurukan kita.
Sebagian Muslimah, sangat jarang yang mampu berlapang dada melihat kegagalan yang menimpa dari sudut kelemahan diri sehingga mencari cari alasan pembenaran yang justru melemahkan iman.
Memang benar dan telah menjadi takdirnya jika wanita dikatakan lemah secara fisik dibandingkan pria.
Tapi, lemah ruhiyah itu bukanlah takdir. Sebab Allah menciptakan manusia, baik laki-laki maupun wanita pada esensinya hanya untuk beribadah kepada-Nya. Dan pengamalannya disesuaikan dengan kodratnya masing-masing.
Sejatinya, banyak di antara kita yang tidak begitu mengerti akan defenisi dari takdir itu sendiri. Celakanya, banyak orang yang menggunakan kata ‘takdir’ untuk bersembunyi dan menghindar dari kewajiban agama yang harus diemban.
Salah satunya adalah ketika seorang Muslimah memilih untuk tidak berbusana syar’i sebagaimana identitas seorang Muslimah dikarenakan pendidikan, karier dan lain sebagainya karena tempat kita bekerja melarangnya. Ini tidak bisa dinamakan takdir.
Saudariku, bumi Allah itu luas dan rezeki Allah itu tersebar di muka bumi dan tak terhitung jumlahnya! Sisa bagaimana kita mencarinya. Disaat seperti inilah iman kita memegang peranan penting, apakah kita sanggup untuk mempertahankan busana Muslimah kita atau tidak. Dan kita tidak bisa sepenuhnya bersembunyi di balik kata ‘takdir, bila usaha, pendidikan atau karier yang kita rintis tidak berkembang sebagaimana mestinya. Kita jarang mengakui kegagalan atas nama takdir untuk tidak optimalnya kita dalam mengelola suatu usaha. Kalau kita mau bersabar dan berbenah diri, insya Allah keberhasilan akan kita raih.
Bukankah kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Allah Subhanahu Wa Ta’la berfirman:
Terjemahnya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’d: 11)
Pilihan adalah kata kunci dalam setiap keadaan hidup. Kita harus menghadapi pilihan-pilihan hidup. Dan memang hidup adalah berbilah pilihan. Kebaikan akan bersaing dengan kejahatan. ketaatan akan bersaing dengan kemaksiatan. Putih akan bersanding dengan hitam. Keindahan akan bersaing dengan keburukan. Kegagalan akan bersanding dengan keberhasilan.
Dan yang pasti, kita hidup di dunia ini hanya akan ada dua kemungkinan. Jika kita tak berada dalam ketaatan, maka sudah pasti kita pada bagian kemaksiatan. Jika kita tidak baik, maka kita adalah jahat. Pun jika kita tidak menyukai keindahan, maka sesungguhnya kita menyukai keburukan.
Pada sisi lain, bukankah Allah telah memberi manusia fasilitas dan perangkat agar tak salah jalan dalam menapaki kehidupan?
Adanya pancaindra untuk memperoleh informasi, akal untuk mengolah, menganalisis, dan membuat kesimpulan dari yang ditangkap pancaindra. Darinya kita tahu mana yang haq dan bathil. Hati Nurani untuk merasakan kebenaran dan wahyu atau Al-Qur’an petunjuk yang pasti kebenarannya untuk memberikan petunjuk pada manusia berupa jalan kebaikan dan keburukan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَاۗ
Terjemahnya: “Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS. As-Syams : 8-10)
Demikian pula bila kita memilih jalan-jalan keberhasilan sebagai sunatullah yang telah ditetapkan; misalnya apabila kita rajin belajar akan menjadi pandai, kita menjalankan bisnis dengan sungguh-sungguh akan berbuah keberhasilan. Namun, apabila kita telah berusaha menempuh jalan keberhasilan hasilnya tidak sesuai keinginan, berbaik sangkalah pada takdir Allah.
Karena pada bagian-bagian takdir yang tak pernah kita sukai, sejatinya adalah tetap menjadi takdir-takdir terbaik yang telah diciptakanNya dalam mendidik kita menjadi semakin baik.
Sesungguhnya tak ada yang begitu menginginkan kita menjadi baik, seperti keinginan-Nya. Tak ada yang begitu detail memerhatikan dan mengurus kita seperti yang dilakukan-Nya.
Begitu teramat kasihnya Allah pada kita, lebih antusias dalam batas keantusiasan kita mendekati-Nya.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu. bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
Artinya: “Aku berada dalam prasangka hamba-Ku, dan Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam perkumpulan, maka Aku mengingatnya dalam perkumpulan yang lebih baik daripada mereka. Jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatkan diri kepadanya sehasta. Jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, Aku mendekatkan diri kepadanya sedepa. Dan jika ia mendatangi-Ku dalam keadaan berjalan, maka Aku mendatanginya dalam keadaan berlari.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi, janganlah berhenti bila bertemu kendala dalam langkah amal-amal saleh kita. Pada keadaan tertentu kita seakan dipaksa untuk menerima takdir yang telah ditetapkan.
Tetapi, janganlah mudah menyerah, patah dan layu karena kita diperintah untuk terus beramal karena Allah melihat proses dan kesungguhan kita dalam beramal, sementara untuk hasil kerja kita serahkan pada-Nya semata.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim bahwasanya seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,
Artinya: “Tidak cukupkah kita menyerahkan diri kepada catatan takdir saja dan kita tidak perlu beramal?” Maka beliau bersabda, “Beramallah karena masing-masing akan dimudahkan. Adapun orang-orang yang ditulis berbahagia, maka mereka akan dimudahkan, melakukan amalan-amalan orang-orang yang berbahagia. Sedangkan orang-orang yang ditulis celaka, maka mereka akan dimudahkan melakukan amalan-amalan orang-orang yang celaka. Kemudian beliau membaca ayat: Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakam pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan bagnya jalan yang sukar (surat Al-Lail ayat 5-10).
Istri-istri Rasulullah Saw, putrinya, dan para shahabiyyah yang hidup di masa itu begitu bersemangat untuk melakukan amal saleh, meski tidak sedikit kendala yang merintangi. Mereka tidak berdiam diri karena mengantungkan hidupnya pada takdir.
Bahkan Fatimah putri Rasulullah, yang telah ditetapkan menjadi wanita penghuni surga, begitu tekun dan bersemangat dalam beramal. Beliau merelakan kalung pemberian Ibunda Khadijah untuk perjuangan Islam.
Zainab al-Jahsi, istri Rasulullah, tekun menenun kain kemudian hasil kerajinan tangannya beliau sedekahkan. Begitu pun istri-istri Nabi yang lain dan para shahabiyyah sangat suka beribadah dan beramal saleh walau harus meretas rintangan yang melelahkan jiwa.
Janganlah menyerah dengan kendala yang menghadang. Teruslah membuat proyek-proyek akhirat, apa pun posisi kita saat ini. Baik sebagai ibu rumah tangga yang melahirkan generasi Rabbani yang unggul, guru yang mendidik muridnya menjadt mujahid yang tangguh, pengusaha yang menyuplai dana bagi perjuangan Islam, ataupun profesi dengan ladang amaliah lain yang menjunjung tinggi tegaknya peradaban Islam.
Teruslah beramal! Karena hidup ini adalah perjuangan yang diciptakan, visi dan misi yang dijalankan, dan sebuah ikhtiar yang dimaksimalkan. Sedang masa depan adalah hal yang masih menjadi tanda tanya besar bagi kita hari ini. Namun, apa yang terjadi dan panen esok hari adalah apa yang kita tanam dan lakukan hari ini.
Inilah yang menjadi tujuan atau visi yang dituju dalam rentetan perjalanan hidup dari waktu ke waktu. Sedang sesuatu yang telah terjadi sebelumnya atau masa lalu, baik itu berupa kegagalan dalam hidup atau keberhasilan dijadikan cermin dan ibrah untuk melangkah lebih baik ke depan.
***********
Bulukumba, 18 April 2022
Penulis: Wahyuni Subhan
(Mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Pengurus Mujahid Dakwah Media)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)