Ustadz Syuhada Bahri adalah dai yang handal di masyarakat. Memulai dakwah dari daerah terpencil, kemudian ia merambah dakwah ke masyarakat perkotaan. Keluarga besar Dewan Dakwah kehilangan tokoh umat ini.
Sebelum subuh saya mendapat kabar dari whatsapp bahwa ustadz Syuhada Bahri meninggal dunia. Ia meninggal di hari Jumat, hari yang mulia dalam Islam.
Syuhada adalah dai yang mumpuni di keluarga Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Ia menjadi andalan untuk menyampaikan Islam dan berbagai hal yang terkait dengan masalah kebangsaan.
Dai ini memulai kariernya dengan menjadi marbot masjid. Ia sering tampil mengisi pengajian-pengajian. Karena rajin dalam berdakwah, ia kemudian ditugaskan oleh Ketua Dewan Dakwah Buya Mohammad Natsir untuk berdakwah di daerah pedalaman atau terpencil.
Ustadz Syuhada bergembira mendapat tugas berat pak Natsir ini. Ia berangkat ke daerah Timor Timur, Mentawai, Nias, pelosok Kalimantan dan lain-lain. Bertahun-tahun tugas dakwah ke wilayah terpencil itu ia tekuni. Meski harus menginap berhari-hari, ia tak mengenal lelah. Ia biasa berkeliling dakwah dengan naik kapal berjam-jam, membonceng ojek atau jalan kaki berkilo-kilo meter.
Ia adalah sosok dai yang taat pada pemimpin. Ia mengalami pergaulan dan pendidikan langsung dari sang maestro dakwah, Mohammad Natsir. Tokoh besar ini, kata Syuhada, selalu mengawali harinya dengan membaca tafsir. “Ada tiga tafsir yang rutin beliau baca. Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran dan Tafsir dari gurunya, Ahmad Hasan,”terang ustadz yang pandai berkelakar ini.
Pengalamannya puluhan tahun dakwah di daerah pelosok, menjadikan Syuhada terampil ketika pindah dakwah ke perkotaan. Ia senantiasa penuh semangat menyampaikan dakwahnya. Bahasanya sederhana, mudah difahami, menyentuh dan disertai contoh-contoh yang menarik.
Ustadz Syuhada memegang pimpinan Dewan Dakwah selama ‘dua periode’. Di masa kepemimpinannya, ia aktif menggerakkan anak-anak muda mahasiswa STID Mohammad Natsir untuk berdakwah di daerah terpencil. Maka kini ada kewajiban untuk mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah itu, melakukan dakwah (KKN) di daerah-daerah pelosok tanah air setahun atau dua tahun. Banyak diantara mereka yang karena keasyikannya dakwah di pedesaan, akhirnya terus mengabdi di sana dan tidak mau kembali ke Jakarta.
Dalam dakwahnya Syuhada sering mengingatkan pentingnya dakwah ‘ilallah’. Dakwah mengajak ke jalan Allah, bukan jalan kelompok atau ashabiyah. Ia juga menekankan pentingnya keikhlasan dalam dakwah. Dengan dakwah, maka Allah akan memberi pertolongan kepada kaum Muslimin.
Kepada harian Republika, Ustadz Syuhada pernah menyatakan,” Langkah awal kita dengan melakukan kaderisasi dai yang kita sering mengistilahkan dengan membangun dai yang mempunyai iman sehingga lahir ikhlas, mempunyai ilmu sehingga lahir amal, mempunyai akhlak yang bisa melahirkan keteladanan, mempunyai wawasan kekinian yang bisa mendorong semangat dakwah. Itu kriteria dai untuk membimbing dan mencerdaskan umat.”
Laki-laki dengan 12 anak ini selain pernah menjadi Ketua Dewan Dakwah juga menjadi Ketua Lembaga Dakwah Parmusi. Di Parmusi, Persaudaraan Muslim Indonesia, ia aktif menggerakkan dai-dai agar mau membina dan berdakwah di daerah pelosok. Salah satu daerah binaan Parmusi, adalah Mentawai.
Kepada wartawan voa-Islam, Ustadz Syuhada menceritakan sejarah dakwahnya,” Sejak masih di PGA Pandeglang saya selalu diminta tampil untuk pidato, motivasinya apa saya tidak tahu, pokoknya saya tampil. Selanjutnya saya sering diminta mengisi pengajian di kampung-kampung sekitar. Sewaktu berada di Bandung saya mulai aktif di organisasi dakwah Korps Muballigh Muda Muhammadiyah terus pindah ke Jakarta selama setahun saya menjadi guru berlanjut hingga akhirnya bergabung dengan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesa (DDII) Jakarta pada tahun 1976.
Tugas pertama yang saya emban ketika bergabung dengan DDII adalah tukang nempelin foto-foto kegiatan dakwah di daerah. Yang menguntungkan saya adalah tugas ini dilakukan di kamar Bapak M. Natsir hingga lima tahun lamanya. Banyak pelajaran berharga yang saya dapatkan dari beliau. Setelah itu saya ditugaskan untuk menangani urusan dakwah di wilayah Indonesia bagian tengah yang meliputi Jawa dan Bali, dan seterusnya saya menangani seluruh wilayah di Indonesia. Sejak itu saya selalu ditugaskan ke daerah-daerah di seluruh Indonesia, tidak pernah di kota-kota besar. Hanya itu pengalaman dakwah saya.”
Selamat jalan Ustadz Syuhada. Kami kader-kader muda Insya Allah siap untuk meneruskan perjuanganmu. Al fatihah.
***********
Penulis: Ustadz Nuim Hidayat, M.Si
(Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Depok)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)