Setiap hari Jumat keempat, saya mendapat kehormatan untuk menyampaikan khotbah Jumat bulanan di markas besar PBB di New York, suatu keistimewaan yang saya dapatkan sejak tahun 1998. Khotbah tersebut dihadiri oleh para pejabat, staf, dan diplomat PBB dari negara-negara Muslim.
Saya biasanya memilih tema yang berkaitan dengan isu-isu internasional terkini, dan baru-baru ini, saya membahas masalah mendasar yang dihadapi umat manusia.
Meskipun terdapat kemajuan dalam kemajuan materi, pendidikan, dan peradaban modern, manusia masih berjuang menghadapi tantangan-tantangan penting yang mengancam keberadaan mereka. Tantangan-tantangan tersebut mencakup berbagai bentuk bencana, baik alam maupun bencana akibat ulah manusia, serta perpecahan dan gesekan yang mendalam antar umat manusia.
Dialog Antaragama: Jalan Menuju Perdamaian
Dalam Islam, dialog antaragama bukanlah sebuah konsep baru. Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad (saw) menekankan pentingnya dialog dan pemahaman antara orang-orang yang berbeda agama.
Salah satu ayat yang menonjolkan hal ini adalah Surat Al-Hujurat ayat 13: “Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal-mengenal.”
Sebelum pindah ke Amerika, saya memahami ungkapan “saling mengenal” (ta’aruf) sebagai upaya umat Islam yang berbeda latar belakang untuk saling mengenal. Namun setelah sampai di Amerika, saya menyadari bahwa ayat ini ditujukan kepada seluruh umat manusia, sebagaimana ditunjukkan pada awal surat Al-Hujurat yang ditujukan kepada “Wahai Manusia” (يا ايها الناس).
Sebagai seorang Muslim yang tinggal di Amerika, saya merasa penting untuk terlibat dalam dialog antaragama, tidak hanya dengan Muslim dari latar belakang berbeda tetapi juga dengan pemeluk agama lain. Upaya ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa komunitas Muslim adalah minoritas di negeri ini dan perlunya membangun jembatan pemahaman.
Konflik Israel-Palestina: Tantangan Dialog Antaragama
Salah satu tantangan paling signifikan dalam dialog antaragama adalah konflik Israel-Palestina yang sedang berlangsung. Konflik ini telah menciptakan perpecahan yang mendalam antara Muslim dan Yahudi, sehingga sulit untuk melakukan dialog yang bermakna.
Interaksi pertama saya dengan komunitas Yahudi terjadi pada tahun 2001, tak lama setelah serangan 9/11. Saya diundang oleh kantor Walikota untuk berpartisipasi dalam berbagai acara antaragama dan antarkomunitas dalam menanggapi serangan tersebut. Pada saat peristiwa inilah saya berinteraksi dan membangun hubungan dengan beberapa rabi Yahudi.
Namun, interaksi intens pertama saya dengan komunitas Yahudi terjadi menjelang akhir tahun 2004, setelah wafatnya Paus Yohanes II. Saya diundang oleh televisi CBS untuk wawancara, di mana saya bertemu dengan Rabi Marc Schneier. Awalnya, hubungan kami formal, namun seiring berjalannya waktu, kami mengembangkan persahabatan yang erat.
Rabbi Schneier dan saya memiliki tujuan yang sama: untuk meningkatkan pemahaman dan hidup berdampingan secara damai antara Muslim dan Yahudi. Kami menyelenggarakan beberapa acara antaragama, termasuk pertemuan tingkat tinggi yang mempertemukan para pemimpin Muslim dan Yahudi di AS. Kami juga menyelenggarakan pertemuan yang mempertemukan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan universitas di New York City.
Salah satu hasil paling signifikan dari dialog dan persahabatan kami adalah buku yang kami tulis bersama, yang membahas isu-isu yang menyatukan dan memecah belah Muslim dan Yahudi. Kata pengantarnya ditulis oleh Mantan Presiden AS Bill Clinton, dan buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam enam bahasa, termasuk Arab, Prancis, Ibrani, dan Indonesia.
Dialog Antaragama dan Kekerasan di Gaza
Namun, peningkatan kekerasan yang terjadi baru-baru ini di Gaza menyulitkan kami untuk melanjutkan upaya lintas agama. Pembunuhan ribuan warga sipil tak berdosa, termasuk anak-anak dan perempuan, membuat saya merasa tidak nyaman dan mempertanyakan tujuan dialog antaragama kita.
Dengan kekerasan yang sedang berlangsung di Gaza, saya menyadari bahwa masalah yang perlu ditangani bukan hanya soal Palestina dan Israel, tapi juga pemahaman dan harmoni. Namun yang lebih penting adalah menegakkan keadilan universal dan kemanusiaan kita bersama. Sebagai seorang Muslim, saya tidak bisa tinggal diam menghadapi penindasan dan ketidakadilan.
Kesimpulan
Dialog antaragama sangat penting dalam mendorong pemahaman dan hidup berdampingan secara damai antara orang-orang yang berbeda agama. Namun, penting juga untuk mengakui tantangan dan kompleksitas yang timbul dari konflik seperti konflik Israel-Palestina.
Ketika saya merefleksikan pengalaman saya dalam dialog antaragama, saya diingatkan bahwa dialog yang sejati memerlukan empati, pengertian, dan harmoni yang jujur. Yang lebih penting adalah bekerja sama menuju tujuan bersama untuk memajukan dan membela keadilan dan kemanusiaan kita bersama.
*********
Manhattan, 18 Januari 2025
Penulis: Ustadz Dr. Imam Shamsi Ali, M.A
(Direktur Jamaica Muslim Center, Presiden Nusantara Foundaiton, Pendiri Pesantren Nur Inka Nusantara Madani USA)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)