Arus kehidupan dunia, tak bisa dimungkiri, bisa mengikis idealisme seseorang, bagaikan ombak yang tak henti mengikis pasir di pantai, hingga sebagian terabrasi. Pada kenyataan seperti itu, kita perlu punya benteng kuat. Benteng itu adalah tradisi membaca buku.
Pemimpin Umum Hidayatullah, KH. Abdurrahman Muhammad pernah mengatakan bahwa caranya untuk tetap bersemangat dalam perjuangan adalah membaca biografi tokoh-tokoh besar dari buku. Melalui kisah mereka, kita dapat memelihara semangat juang dalam jiwa.
Ungkapan KH. Abdurrahman Muhammad itu terkonfirmasi dalam salah satu bacaan saya tentang M. Natsir. Dalam buku “Patah Tak Tumbuh Hilang Tak Berganti” Natsir menjadi pejuang besar karena dua hal: guru dan membaca buku.
Di tengah gempuran era digital, minat baca buku memang memudar. Namun, bagi mereka yang bercita-cita memberikan manfaat luas bagi sesama, mengabaikan tradisi agung para pendahulu yang gemar membaca adalah sebuah kerugian besar.
Mengapa Membaca
Ketika kita telusuri mengapa membaca buku penting, memang kita akan menemukan jawaban mendasar.
Kita pasti mengetahui bahwa dengan membaca karya-karya para pemikir besar, kita dapat menemukan dasar logis dan moral untuk mempertahankan nilai-nilai yang diyakini.
Langkah itu akan memandu kita tak kehilangan cahaya. Terutama kala tiba masa memasuki lorong ketidakpastian dalam hidup.
Rasulullah SAW pernah mengalami masa itu, yang mana sang paman wafat, kemudian istri juga syahid. Rasanya sebagian besar gelora juang Nabi anjlok seketika. Namun, melalui fase itu, Rasulullah SAW semakin mantap kedudukannya ketika Allah memanggil melalui peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
Jadi, membaca buku dan pemikiran orang-orang besar membuat kita memilih teguh daripada hanyut pada keadaan.
Selamat dari Stagnasi
Membaca buku membuat kita terus belajar, membuka wawasan, dan menghindari kebekuan pikiran yang dapat melemahkan semangat. Artinya, kita bisa selamat dari stagnasi gairah dalam hidup untuk terus berjuang.
Coba kita perhatikan, ketika seseorang tidak membaca buku, apa yang dia baca?
Katakanlah orang membaca melalui HP. Kekurangannya nyata. Menatap layar HP dalam waktu lama menyebabkan mata lelah, kering, perih, gatal, penglihatan kabur, dan sakit kepala.
Bandingkan dengan membaca buku. Tak akan pernah lelah, kecuali memang sudah tiba masa istirahat.
Satu hal lagi, membaca di layar cenderung membuat kita membaca lebih cepat dan dangkal, sehingga informasi yang diserap tidak optimal.
Jadi, membaca buku tetap kita perlukan, utamanya untuk menyelamatkan diri dari stagnasi gariah perjuangan. Kata Natsir, hidup harus terus mendayung agar tak hanyut oleh arus.
Pada level ini kita bisa menyelam lebih dalam atas hikmah mengapa Allah meminta kita banyak membaca Alquran. Agar tak layu iman dan tandus hati bagi tumbuhnya keimanan dan amal-amal shaleh.
***********
Penulis: Ustadz Imam Nawawi, M.Pd.I
(Kepala Humas BMH Pusat, Eks Ketua Umum Pemuda Hidayatullah dan Pengasuh masimamnawawi.com)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)