MUJAHIDDAKWAH.COM, JAKARTA – Setelah PP Muhammadiyah bersuara keras dalam kasus rencana Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pulau Rempang yang menimbulkan konflik dengan masyarakat adat, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akhirnya mengeluarkan pernyataan.
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa PSN di Pulau Rempang harus mengedepankan keamanan dan ketentraman masyarakat.
Walaupun ada wawasan bahwa investasi itu dibutuhkan oleh negara, namun investasi itu harus sungguh-sungguh dijadikan peluang untuk menaikkan taraf hidup masyarakat, khususnya, masyarakat yang berada di lokasi distenasi itu berada.
Menurutnya, investasi harus dikembalikan kepada tujuan awalnya, yaitu untuk kemaslahatan masyarakat.
“Khususnya, masyarakat yang berada di lokasi distenasi itu berada (masyarakat Rempang, red),” demikian ujar Yahya Cholil Staquf dalam konferensi pers di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2023).
Ia juga menyatakan agar masyarakat menjadi korban.
“Masyarakat tidak boleh menjadi korban,” demikian tuturnya.
Ia berharap soal investasi di Rempang ini menjadikan kesentosaan masyarakat menjadi bagian utama.
“Apapun juga kesentosaan dari masyarakat itu nomor satu, risiko-risiko investasi itu hitungan kemudian,” imbuhnya dalam pernyataan yang dirilis secara live di kanal YouTube oleh nu.or.id.
“Investasi itu harus dijadikan peluang, sungguh-sungguh dijadikan peluang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Khususnya masyarakat yang ada di lingkungan destinasi investasi itu sendiri,” kata Yahya.
Sementara dalam pernyataan resmi yang dibacakan Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla pada konferensi pers itu menegaskan bahwa persoalan Rempang-Galang merupakan masalah yang terkait pemanfaatan lahan untuk proyek pembangunan.
“Persoalan yang semacam ini terus berulang akibat kebijakan yang tidak parsipatoris, yang tidak melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan kebijakan hingga pelaksanaannya,” ujar Ulil Abshar.
Hukum Pengambilalihan Tanah Rakyat adalah Haram
Ulil mengatakan PBNU meminta kepada pemerintah agar mengutamakan musyawarah dan menghindari pendekatan koersif. Dia mengatakan dalam muktamar ke-34 di Lampung telah membahas persoalan pengambilan tanah rakyat oleh negara.
“PBNU berpandangan tanah yang telah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses redistribusi lahan oleh pemerintah atau pengelolaan lahan, maka hukum pengambilalihan tanah itu oleh pemerintah adalah haram,” katanya dikutip laman CNNIndonesia.
Hukum haram itu, kata Ulil, jika pengambilalihan oleh pemerintah dilakukan dengan sewenang-wenang. Meskipun demikian, sambungnya, pemerintah tetap memiliki kewenangan untuk mengambil alih tanah rakyat dengan syarat sesuai ketentuan hukum perundang-undangan.
Laporan: Ahmad
Editor: Admin MDcom