Tidak Meratapi Orang yang Sudah Meninggal
Wanita Muslimah yang benar-benar memahami hukum-hukum aga- manya, mendapat pancaran sinar petunjuknya, yang jeli dan berpendirian kuat, apabila dikejutkan oleh kematian salah seorang yang dicintainya tidak dicekam kesedihan yang berlebihan sehingga mengabaikan kebenaran dan tidak kehilangan kendali dirinya, sebagaimana yang dilakukan oleh wanita-wanita bodoh dan tidak mengenal agama, tetapi sebaliknya, dia akan tetap bersabar dan senantiasa berpegang teguh pada petunjuk Islam dalam tingkah lakunya dan tindak tanduknya.
Dia tidakakan pernah meratapi orang yang sudah meninggal, karena ratapan pada orang yang sudah meninggal bukan dari perbuatan kaum Muslimin, tetapi itu merupakan perbuatan orang-orang kafir dan termasuk akhlak orang-orang jahiliyah. Banyak nash-nash yang secara keras meng- haramkan ratapan terhadap mayit tersebut, bahkan mengkategorikan se- bagai suatu kekufuran:
“Ada dua perbuatan di tengah-tengah umat manusia, yang dengannya mereka tergolong kufur, yaitu, mencela keturunan dan meratapi orangg yang sudah menginggal. “(HR. Bukhari)
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mencampakkan orang laki-laki maupun perempuan yang meratapi mayit dari golongan kaum Muslimin melalui sabda beliau,
“Bukan dari golongan kami orang yang memukul-mukul pipi atau merobek-robek baju atau menyeru dengan seruan jahiliyah. ” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wanita Muslimah yang benar-benar memahami hukum-hukum agmanya akan meyakini bahwa kematian itu sebagai suatu hal yang pasti Terjadi. Dan semua orang yang ada di muka bumi ini akan binasa, dankehidupan dunia ini berjalan menuju kehidupan akhirat, kehidupan abadi di sisi Allah Rabb semesta alam. Oleh karena itu, segala bentuk kesedihan dan kedukaan yang terkadang dapat menghilangkan keseimbangan dan menyimpangkan diri dari kebenaran tidak membawa manfaat sama sekali, di mana dia memukul-mukul pipi dan wajahnya, merobek-robek bajunya dan juga berteriak serta menjerit-jerit.
Para sahabat Rasulullah telah memahami hukum syariat terse butpadahal mereka masih sangat dekat dengan masa jahiliyah. Mereka semua melarang istri-istrinya untuk menjerit dan berteriak, memukul wajah dan merobek-robek baju, seperti yang dilakukan oleh wanita-wanita jahiliyah sebelumnya, dengan menerangkan bahwa Islam tidak akan pernah menerima amal perbuatan orang-orang jahiliyah, dan tidak akan pernah ridha melepaskan diri dari perbuatan itu dari waktu ke waktu, sebagaimana Rasulullah telah melepaskan diri dari perbuatan tercela tersebut.
Dari Abu Burdah bin Abi Musa Radhiallahu Anhu, dia menceritakan, Ketika Abu Musa jatuh sakit sampai tidak sadarkan diri, sedang kepalanya berada di pangkuan salah seorang wanita dari keluarganya. Lalu seorang wanita dari keluarganya itu menjerit, tetapi Abu Musa tidak dapat mencegahnya sama sekali. Ketika sadarkan diri, Abu Musa berkata, “Aku terlepas dari perbuatan yang Rasulullah juga terlepas darinya, sesungguhnya Rasulullah terlepas dari wanita yang menjerit, wanita yang mencukur rambutnya, dan wanita yang merobek-robek bajunya pada saat mendapat musibah.”
Meskipun Islam telah melarang perbuatan jahiliyah yang tercela,seperti memukul-mukul pipi, merobek-robek baju, meratapi orang yangsudah meninggal, namun lslam tetap membolehkan umatnya untuk bersedih hati dan meneteskan air mata atas kematian orang yang dicintai, karena semuanya itu merupakan perasaan manusiawi yang memang ada dalam setiap jiwa manusia dan sekaligus merupakan rahmat Allah yang telah ditanamkan-Nya dalam hati manusia. Semuanya itu telah diuraikan Rasulullah melalui ucapan mapun perbuatan.
Dari Usamah bin Zaid, dia menceritakan, kami pernah bersama Nabi, lalu salah seorang putrinya mengirim utusan untuk memberitahukan kepada beliau bahwa salah seorang anak puterinya telah meninggal dunia.Maka Rasulullah berucap, “Kembalilah pulang dan beritahukan kepadanya (puteri beliau, Zainab) bahwa Allah berhak mengambil dan memberi, segalasesuatu yang ada padanya telah ditentukan batas waktunya. Perintahkanlah dia untuk bersabar dan tenang.” Maka utusan itupun kembali menemui Rasulullah seraya bertutur, “Dia telah bersumpah dan berkeras agar engkau datang menemuinya.” Usamah bin Zaid berkata, “Maka Rasulullah bangun dan bersamanya berdiri pula Sa’ad bin Ubadah dan Mu’adz bin Jabal, lalu aku berangkat bersama mereka. Kemudian bayi itu dibawa ke hadapan beliau. Maka jiwa beliau terlihat sangat bersedih dan meneteskan air mata. Lalu Sa’ad bertutur kepada beliau, “Apa makna semuanya itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ini merupakan rahmat yang telah Allah jadikan dalam hati setiap hamba-Nya, dan sesungguhnya Allah akan menyayangi hamba-hambanya yang penyayang.”
Dari Abdullah bin Umar , dia menceritakan, “Sa’ad bin Ubadah pernah jatuh sakit, lalu Rasulullah datang menjenguknya bersama-sama dengan Abdurahman bin Auf dan Sa’ad bin Abi Waqqash serta Abdullah bin Mas’ ud, ketika beliau masuk menemuinya Sa’ad bin Ubadah sudahdiambang sakaratul maut. Maka beliau berkata, ” Apakah dia sudah meninggal?” Mereka menjawab, “Belum, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah pun menangis. Ketika orang-orang melihat tangisan Nabi itu, maka mereka pun ikut menangis. Setelah itu beliau berkata, “Tidakkah kalianmendengar bahwa Allah tidak akan memberikan adzab karena tetesan air mata dan tidak juga karena kesedihan hati. Tetapi Dia akan memberi adzab dengan ini – beliau menunjuk pada lidahnya-atau akan menyayangi, (Muttafaq Alaih)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melihat putranya, Ibrahim Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah yang terbujur kaku, maka kedua mata Rasulullah pun meneteskan air mata. Lalu Abdurrahman bin Auf bertanya kepada beliau, “Apakah engkau menangis, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Wahai Ibnu Auf, tetesan air mata ini adalah rahmat.” Maka air mata beliau pun terus menetes hingga akhirnya beliau berkata, “Sesungguhnya mata pasti akan meneteskan air mata, sedangkan hati pun bersedih. Kita tidak boleh berkata kecuali yang diridhai Allah. Kami benar-benar bersedih atas kepergianmu, wahai Ibrahim.” (HR. Buhkari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu Alaihi Wasallam telah memberikan ungkapan rasa sedih melalui tetesan Rasulullah air mata, karena tidak seorang pun mampu menahannya pada saat terjadi musibah. Beliau melarang umatnya berduka dan bersedih secara berlebihan. Yang demikian itu karena tetesan air mata yang sewajarnya akan membantu menghilangkan perasaan sedih serta memperingan kedukaan. Sedangkan meratap, menjerit serta berteriak dan perbuatan-perbuatan jahiliyah lainnya hanya akan menambah kesedihan serta membakar api kedukaan serta menambah goncangnya jiwa. Semuanya itu merupakan kebiasaan bangsa Arab pada zaman Jahiliyah, di mana mereka selalu meratapi dan menangisi orang yang sudah meninggal secara berlebihan dan dengan cara yang beraneka ragam serta menentang terjadinya musibah. Mengenai kebiasaan Arab Jahiliyah ini Tharafah bin Al-Abd” mengungkapkan:
“Jika aku mati nanti maka ratapilah aku
karena aku memang berhak diratapi
Robek-robeklah baju karena kematianku,
wahai putri Ma’bad.
Dan janganlah engkau menjadikan aku seperti
orang yang keinginannya berbeda
dengan keinginanku, dan yang berbeda pula lagu
dan pertunjukanku.”
Semuanya itu termasuk hal-hal yang diharamkan Islam, karena hal itu mengancam dan menyia-nyiakan kekuatan manusia dan merupakan tindakan menolak takdir Allah serta akan membuka pintu bagi godaan dan fitnah dari syaitan. Hal itu telah diisyaratkan oleh Rasulullah melalui haditsnya yang diriwayatkan dari Ummu Salamah as, di mana dia menceritakan,
Ketika Abu Salamah meninggal dunia, aku berucap, “Dia telah pergi menuju ke dunia yang berbeda, akan kutangisi dia dengan tangisan yang bisa dijadikan bahan perbincangan, dan aku telah persiapkan tangisan untuknya.
Tiba-tiba muncullah seorang wanita dari dataran tinggi di Madinah yang hendak membantuku menangis dan meratap. Kemudian Rasulullah menemuinya seraya berkata, “Apakah engkau ingin memasukkan syaitan ke rumah yang Allah telah mengeluarkannya dua kali?” Lalu aku tahan tangisku dan aku akhiri.”
Perhatian Rasulullah terhadap pelarangan perbuatan meratapi Perhatian Rasulullah orang yang sudah meninggal sampai pada puncaknya, khususnya di kalangan kaum wanita. Di mana ketika beliau mengambil bai’at dari beberapa wanita, beliau meminta mereka supaya mereka berjanji menjunjung tinggi larangan meratap. Hal itu disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ummu Athiyyah, di mana dia menceritakan,
“Rasulullah telah membai’at kami untuk tidak meratap.”
Sedangkan dalam riwayat Muslim juga dari Ummu Athiyyah, dia menceritakan,
“Ketika turun ayat berikut ini: “Wahai Nabi, apabila datang kepadamu wanita-wanita yang beriman untuk mengadakan janji setia bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak
akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. Ummu Athiyyah mengatakan bahwa di antaranya adalah meratapi mayat”
Rasulullah mengancam wanita yang suka meratapi orang yang sudah meninggal apabila dia tidak bertaubat sebelum ajal menjemputnya dengan ancaman akan dibangkitkan pada hari Kiamat kelak dengan bentulk dan rupa yang manakutkan dengan menge-nakan pakaian dari aspal dan pakaian yang terbuat dari karat besi, seperti yang disabdakannya berikut ini:
“Wanita yang suka meratapi mayit apabila dia tidak bertaubat sebelum mati, maka akan dibangkitkan kelak pada hari Kiamat dengan mengenakan pakaian yang terbuat dari cairan tembaga dan dari baju besi yang karatan. ” (HR. Muslim)
Selain itu, Rasulullah memberitahukan ancaman bahwa akan tertutup baginya malaikat pembawa rahmat dan tidak akan didoakan oleh mereka, selama dia masih terus-menerus meratap dan bersedih secara berlebih-lebihan. Hal itu seperti yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,
“Malaikat tidak akan mendoakan wanita yang suka meratap dan berteriak-teriak.”
Di samping petunjuk yangjelas dan pasti mengenai larangan meratap dan menjeritjerit serta merobek-robek pakain karena kematian seseorang, wanita Muslimah yang bertakwa tidak akan berbuat melainkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, menjauhi segala sesuatu yang dapat mengotori keislaman dan kejernihan imannya kepada qadha’ dan taqdir Allah Subhanahu Wata’ala . Tidak cukup hanya dengan itu, dia akan senantiasa mengajak wanita-wanita yang lain untuk berpegang teguh pada syari’ at dan perintah Allah serta menghindari perbuatan meratapi orang yang sudah meninggal.
Tidak Ikut Menghantarkan jenazah
Wanita Muslimah yang senantiasa mendapatkan pancaran petunjuk agamanya tidak menghantarkan jenazah. Hal itu dilakukannya sebagai wujud ketaatannya pada perintah Rasulullah , sebagaimana yang diberitahukan oleh Ummu Athiyyah yang mengatakan,
“Kami dilarang untuk ikut menghantarkan jenazah, tetapi tidak larangan keras,” (HR. Buhkari dan Muslim)
Dalam hal menghantarkan jenazah ini, wanita memiliki posisi yang berbeda dengan orang laki-laki. Di mana Islam telah memerintahkan supaya orang laki-laki ikut menghantarkan jenazah sampai dikuburkan. Di sisi lain, Islam melarang wanita yang melakukan hal itu. yang demikian itu, karena kehadiran wanita menyaksikan jenazah akan menimbulkan suasana atau kondisi yang tidak layak bagi penghormatanjenazah dan penghantarannya sampai dikuburkan yang akan memberikan pelajaran dan nasihat bagiorang-orang yang menghantarkan, pemberian ampunan bagi si mayit dan memperlihatkan makna kematian yang akan menimpa setiap yang hidup.
“Di mana saja kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian, kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (An- Nisa’: 78)
Jika Rasulullah telah melarang kaum wanita untuk ikut menghantarkan jenazah, larangan yang sifatnya makruh (dibenci) serta bukan larangan yang bersifat keras, maka larangan Rasulullah tersebut cukup bagi wanita Muslimah yang cerdas dan berakal, menerapkannya dan menghidupkannya dalam kehidupan sehari-hari, sebagai bukti bagi kebaikan Islamnya dan kebenaran ketaatannya kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya.
**********
Penulis : Syaikh Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi
(Di Sadur Dari Buku Jati Diri Wanita Muslimah, h. 445-451)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)