Berbicara tentang Generasi Z (Gen Z), maka mereka yang lahir antara 1997-2012, ini rentang tahun yang digunakan di Indonesia berdasarkan Data Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik Indonesia.
Gen Z tumbuh dan berkembang di era digital yang penuh dengan teknologi canggih dan konektivitas global sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari manusia saat ini.
Mereka dikenal dengan kemampuannya yang mudah memahami dan terampil mengoperasikan perangkat teknologi, berkomunikasi melalui media sosial. Bukan hanya itu, kemampuannya di barengi dengan mudahnya mengakses dan memproses informasi dengan cepat dan efisien. Namun tentu Gen Z memiliki tantangan sekaligus peluang.
Tantangan Kesehatan Mental
Meskipun Gen Z tumbuh di tengah kemajuan teknologi, mereka juga dihadapkan pada tantangan kesehatan mental yang semakin meningkat. Dua kondisi psikologis yang paling banyak dialami adalah depresi dan kecemasan (anxiety).
Menurut penelitian American Psychological Association (APA) tahun 2018. Sebanyak 91 persen Gen Z mempunyai gejala-gejala emosional maupun fisik yang berkaitan dengan stres, seperti depresi dan gangguan kecemasan.
Sedangkan data yang dilansir Kementerian Kesehatan pada tahun 2021, tercatat 20 persen dari total penduduk Indonesia mengalami potensi masalah kesehatan mental.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia pada 2021 yang dikutip pada viva.co.id menyatakan bahwa mayoritas remaja dan dewasa muda berusia 16 hingga 24 tahun memasuki periode darurat kesehatan mental.
Selain itu, hampir 96 persen remaja dan dewasa muda di Indonesia mengalami gejala kecemasan dan 88 persen di antaranya mengalami gejala depresi.
Terlebih lagi, remaja yang tinggal di Ibu Kota Jakarta yang dinobatkan sebagai salah satu kota dengan tingkat stres tertinggi di dunia, menempati urutan sembilan menurut Stressful Cities Index oleh situs Vaay.
WHO mencatat pada 2019 penduduk dunia mengalami gangguan kesehatan mental hampir mencapai satu miliar. Angka ini meningkat secara signifikan pada masa pandemi COVID-19 lalu.
Stres adalah faktor terbesar penyebab buruknya kesehatan mental Gen Z saat ini yang harus menjadi perhatian banyak pihak.
Tingkat kecemasan dan stres pada Gen Z cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Dampak penggunaan teknologi dan media sosial yang berlebihan dapat menyebabkan ketergantungan dan gangguan tidur, serta memengaruhi kesehatan mental Gen Z.
Mereka seringkali merasa terjebak dalam kehidupan maya dan merasa tertekan untuk selalu tampil sempurna di media sosial.
Tantangan Hubungan Sosial
Penggunaan media sosial telah mengubah cara Gen Z berinteraksi dan bersosialisasi dengan sesama. Mereka lebih cenderung berkomunikasi melalui media sosial daripada secara langsung.
Salah satu platform media sosial populer yang menaungi Facebook, Instagram, dan WhatsApp, yaitu Meta mengungkapkan survei terbarunya yang menunjukkan bahwa anak muda saat ini sangat aktif mengekspresikan dirinya di media sosial.
Menurut survei tersebut, sekitar 85 persen dari responden Gen Z aktif menggunakan media sosial hanya untuk terhubung dengan teman, mengikuti tren konten terkini, membagikan pengalaman, memperluas jaringan sosial, mempengaruhi opini, hingga mengekspresikan dirinya.
Selain itu, ada lebih dari 70 persen dari responden Gen Z yang memanfaatkan media sosial sebagai sumber utama untuk mencari informasi.
Hal ini menunjukkan bahwa Gen Z cenderung lebih aktif berkomunikasi lewat media maya dibandingkan media nyata. Akibatnya interaksi sosial di kehidupan sehari-hari semakin berkurang dan memunculkan individu yang lebih senang bersendirian ketimbang aktif dalam lingkungan masyarakat pada umumnya.
Sehingga sangat penting untuk mengatur batas penggunaan media sosial dan memastikan interaksi langsung tetap ada.
Tantangan Ekonomi dan Peluang Karier
Dunia kerja dan ekonomi tentu menjadi hal penting yang perlu diperhatikan saat membahas masa depan Gen Z. Mereka menghadapi ketidakpastian ekonomi, tetapi tetap optimis dengan peluang yang ada.
Generasi ini memiliki potensi besar untuk membentuk masa depan yang lebih cerah, namun tentunya dengan tantangan tersendiri.
Faktanya, angka pengangguran bagi Gen Z semakin meningkat setiap tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa hampir 10 juta penduduk Indonesia Gen Z berusia 15-24 tahun menganggur atau tanpa kegiatan.
Selain itu, Gen Z juga dikenal dengan citra yang buruk terkait menyukai hal instan, cenderung malas, lebih cuek, dan lain sebagainya.
Olehnya, sebagai Gen Z harus lebih peka terhadap persoalan masa depan yang akan dijalani. Jika mereka cuek maka Gen Z akan terjebak pada tantangan yang dihadapi.
Padahal Gen Z memiliki potensi besar untuk membentuk masa depan yang lebih cerah, walau dengan tantangannya tersendiri.
Gen Z memiliki peluang besar dalam mengembangkan koneksi global secara lebih luas dan lebih efektif dengan kemampuan yang dimilikinya.
Karena mereka tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik dalam berkreasi dan berkomunikasi melalui media sosial serta memiliki akses yang lebih luas terhadap teknologi dan informasi. Ini menjadi kelebihan tersendiri bagi Gen Z dibanding Generasi sebelumnya.
Jika Gen Z lebih serius dan senantiasa berproses, maka mereka mampu menjadi generasi handal serta harapan di masa yang akan datang.
*********
Penulis: Dr. Sinta Kasim, S.E., M.E
(Jurnalis Mujahid Dakwah, Dosen Universitas Muslim Indonesia, Pimred FMDKI News dan Trainer Daar Al-Qalam)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)