Semua orang Islam rata-rata paham, bahwa ayat pertama yang Allah turunkan adalah Iqra’, bacalah. Ternyata membaca itu memang kunci, menemukan hakikat masalah dan mendapatkan solusi.
Orang dahulu mengatakan, membaca itu bisa membuka jendela dunia. Ibarat rumah, yang jendelanya tidak bisa dibuka, maka suasananya akan pengap. Udara terperangkap dan pasti menimbulkan sumpek dan rasa tidak nyaman.
Lalu bagaimana kalau kita tidak membuka jendela dunia dalam otak kita?
Kepala Departemen Kesehatan DPP Hidayatullah, Ust. Imron pernah berkata kepadaku.
“Pagi hari itu, sebaiknya seluruh jendela kantor ini dibuka agar ada sirkulasi udara, sehingga udara dalam ruangan sehat dan segar,” katanya.
Kalimat itu kalau kita tarik dalam hal membaca, “Membacalah agar segar otak kita, tidak macet apalagi stag, sehingga tidak mampu diajak berpikir sebagiamana seharusnya”.
Digital
Banyak orang beranggapan bahwa era digital tidak perlu lagi membaca, apalagi membaca buku. Silahkan saja teruskan anggapan itu.
Satu hal penting untuk kita adalah, membaca itu suatu keterampilan dasar yang sangat urgen bagi setiap orang.
Lihatlah bagaimana ada orang jadi korban penipuan karena tidak cermat membaca. Juga bagaimana orang menderita penyiksaan hingga pemerkosaan karena tidak cadas dalam hal membaca.
Kata orang tua, percaya tanpa ilmu sama dengan menjerumuskan diri dalam bahaya.
Dan, lebih dari apapun, semua orang paham, membaca itu adalah skill untuk orang bisa mendapat pengetahuan, meningkatkan wawasan dan mengembangkan keterampila berpikir kritis.
“Makin banyak membaca, makin aku banyak berpikir, makin aku banyak belajar, makin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apa pun,” begitu sosok penulis, sejarawan dan filsuf Prancis, Voltaire, berujar.
Namun membaca dengan cara yang sama seperti orang, kita juga tidak akan mampu menghasilkan cara berpikir berbeda yang menghasilkan output lebih luar biasa.
Haruki Murakami mengatakan, “Kalau engkau hanya membaca buku yang dibaca semua orang, engkau hanya bisa berpikir sama seperti semua orang”.
Nah di era digital, yang akan mendapat keuntungan adalah yang pandai membaca. Yang tidak mau membaca ia hanya akan melihat gosip, game dan tontonan yang menyenangkan, tetapi belum tentu mencerdaskan.
Paradigma Imam Syafi’i
Apakah kita bisa memiliki semangat membaca?
Pertanyaan penting. Kita insha Allah bisa memiliki semangat membaca jika memiliki paradigma yang tepat. Dan, untuk itu kita perlu melihat apa yang Imam Syafi’i miliki sebagai paradigma.
Imam Syafi’i pernah ditanya tentang semangatnya mempelajari ilmu adab, “Bagaimana ketamakanmu terhadapnya?”
Beliau menjawab, “Ibarat orang yang tamak mengumpulkan berbagai macam harta demi mencapai kepuasan terhadapnya.
Kemudian ditanya lagi, “Bagaimana cara kamu mencarinya?”
Beliau menjawab “Sebagaimana seorang ibu sedang mencari anaknya yang hilang, dia tidak mencari apapun selain anaknya”.
Kunci Menjawab Soal
Dalam hidup ini tak seorang pun bebas dari masalah. Lalu apa yang harus kita baca agar mampu menjawab soal-soal kehidupan itu?
Jawabannya simpel, perbanyak memahami ayat-ayat Alquran.
Sebelum memahami soal, kita harus tahu bahwa Allah-lah yang dapat memberikan solusi, apapun soal dan masalah yang kita hadapi.
“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.” (QS. Ali Imran: 160).
Ayat itu memberikan kita petunjuk bahwa soal-soal yang kita hadapi solusinya ada pada tawakkal.
Oleh karena itu orang yang membaca dengan sebaik-baiknya, dengan sedalam-dalamnya, akan sadar dirinya lemah.
Lalu ia menyelamatkan diri dari jebakan kesombongan. Sisi yang lain ia akan mendekat kepada Allah dengan tawakkal. Jadi, bacalah!
*********
Penulis: Ustadz Imam Nawawi, M.Pd.I
(Kepala Humas BMH Pusat, Eks Ketua Umum Pemuda Hidayatullah dan Pengasuh masimamnawawi.com)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)