Bulan mulia kembali bertamu setelah sebelas bulan ia berkelana. Bulan yang di dalamnya banyak keistimewaan yang hadirnya senantiasa dinantikan seluruh umat muslim di dunia.
Bulan suci Ramadan seringkali dijadikan momentum membenahi diri dan kesempatan meraih pahala sebanyak-banyaknya. Meski demikian, faktanya masih banyak pemuda yang justru menjadikan Ramadan sebagai momen maksiat.
Sebut saja pacaran. Aktivitas ini bahkan lebih hangat dijumpai ketika Ramadan. Sangat mudah mendapati pasangan muda-mudi bertebaran di jalan, terlebih menjelang waktu berbuka. Rumah makan, tempat wisata, dan sebagainya hampir disesaki oleh para pemuda aktivis pacaran.
Lalu, apakah pacaran membatalkan puasa? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari pahami dulu tentang pacaran.
- Apa Itu Pacaran?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pacaran adalah hubungan yang terjalin antara dua orang lawan jenis yang belum sampai ke tahap pelaminan. Dengan kata lain, pacaran adalah hubungan romantis non halal. Adapun lawan kata dari halal ialah haram. Berarti dapat disimpulkan bahwa pacaran itu haram, dan segala sesuatu yang sifatnya haram, sudah pasti dilarang dalam agama Islam.
Islam tidak mengenal kata pacaran, yang ada hanya ta’aruf (proses saling mengenal antara dua orang lawan jenis yang hendak menikah, namun tidak berdua-duaan, melainkan ada keluarga atau kerabat yang menjadi penghubung).
- Bahaya Pacaran
Mengapa Islam melarang pacaran? Sebab pacaran bisa menggiring pada perbuatan zina.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Terjemahnya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra: 32).
Menurut tafsir Ibnu Katsir, dari ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya berbuat zina, begitu pula mendekatinya. Melakukan hal-hal yang mendorong dan menyebabkan terjadinya perzinaan.
Mendekati zina saja dilarang, apalagi melakukannya. Mirisnya, pacaran tidak lepas dari zina. Zina mata dengan memandang lawan jenis, terlebih dengan pandangan penuh syahwat. Zina hati dengan menyimpan perasaan dan berangan-angan. Zina tangan dan pendengaran dengan berdua-duaan, bercanda ria, menghabiskan waktu bersama, berpegangan, saling merangkul, dan seterusnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
Artinya: “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari no. 5233).
Itulah sebabnya kenapa Islam melarang pacaran, karena aktivitas-aktivitas yang ada di dalamnya. Jadi, zina bukan hanya tentang berhubungan badan layaknya suami-istri, tapi juga hal-hal yang dapat mengantarkan kepada perbuatan tercela tersebut. Na’udzubillahi min dzalik.
- Apakah Pacaran Membatalkan Puasa?
Penjelasan sebelumnya dengan tegas dikatakan bahwa pacaran itu dilarang karena aktivitas yang ada di dalamnya. Maka, sudah jelas bahwa pacaran dapat merusak puasa. Kenapa? Karena puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, melainkan lebih dari itu, termasuk menahan diri dari berbuat maksiat.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ
Artinya: “Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan sia-sia dan kata-kata kotor.” (HR. Ibnu Khuzaimah 3: 242. Al A’zhomi mengatakan bahwa sanad hadis tersebut shahih).
Mengutip dari Rumaysho.com, Mala ‘Ali Al Qori rahimahullah berkata, “Ketika berpuasa begitu keras larangan untuk bermaksiat. Orang yang berpuasa namun melakukan maksiat sama halnya dengan orang yang berhaji lalu bermaksiat, yaitu pahala pokoknya tidak batal, hanya kesempurnaan pahala yang tidak ia peroleh. Orang yang berpuasa namun bermaksiat akan mendapatkan ganjaran puasa sekaligus dosa karena maksiat yang ia lakukan.” (Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih, 6/308).
Al Baydhowi rahimahullah mengatakan, “Ibadah puasa bukanlah hanya menahan diri dari lapar dan dahaga saja. Bahkan seseorang yang menjalankan puasa hendaklah mengekang berbagai syahwat dan mengajak jiwa pada kebaikan. Jika tidak demikian, sungguh Allah tidak akan melihat amalannya, dalam artian tidak akan menerimanya.” (Fathul Bari, 4/117).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Artinya: “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).
Kesimpulannya, pacaran tidak membatalkan puasa, namun besar kemungkinan pahala puasanya berkurang atau bahkan tidak diterima, yang ada menambah dosa sebab tidak menahan diri dari perbuatan maksiat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Betapa banyak orang yang berpuasa tetapi yang dia dapatkan dari puasanya hanya rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ahmad 8856, Ibn Hibban 3481, Ibnu Khuzaimah 1997 dan sanadnya dishohihkan oleh ala’zami).
Maka bagi yang masih melakukan dosa dengan pacaran, sudahi saja. Jika benar serius dan sudah waktunya, ia akan datang meminang. Wallahu a’lam bisshawab.
Penulis: Rika Arlianti DM