Salah satu anugerah terindah yang Allah berikan kepada manusia adalah cinta. Kenapa tidak? Merasakannya adalah fitrah. Bahkan dikatakan bahwa menjaganya adalah suatu ibadah.
Makna cinta tidak terbatas hanya kepada hubungan kasih antara dua insan semata, namun sesungguhnya makna dari cinta itu lebih luas dan dalam.
Berbicara mengenai cinta, ada satu hal menarik yang kebanyakan orang mengatakan bahwa ini adalah salah satu buah dari cinta. Apa itu? Harapan.
Istilah cinta, erat kaitannya dengan sebuah pengharapan yang tak jarang berujung pada kekecewaan. Benarkah demikian?
Wajar, ketika diantara kita mempunyai harapan dan cita-cita. Namun perlu kita ketahui bahwa bila terlalu berharap kepada orang lain, maka secara tidak langsung kita akan selalu memikirkan itu bahkan sampai terobsesi dan lupa pada kenyataan.
Jika sudah lupa pada kenyataan akan membuat akal sehat kita tertutup. Karena sejatinya kenyataan tidak selalu indah. Bisa saja harapan tersebut sirna dan membuat stress dan kecewa.
Teringat perkataan seseorang kepada penulis yang semoga Allah senantiasa menjaga beliau. Begitu banyak nasehat yang beliau berikan dan salah satunya adalah bagaimana supaya tidak terlalu berharap pada manusia? Apa kemudian yang perlu dilakukan supaya bisa mencegah rasa kecewa dan marah? apalagi ketika ada harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan?
Beliau berkata bahwa rasa kecewa itu muncul apabila menggantungkan harapan yang terlalu tinggi pada orang lain. Padahal orang tersebut adalah manusia biasa yang memiliki kekurangan.
Mereka sama seperti kita, makhluk tak berdaya tak berkekuatan kecuali atas izin Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Beliau berpesan agar mulai saat dan detik ini mari kurangi berharap besar pada orang lain. Cukup Allah saja.
Sebagai pengingat dan nasehat bijak juga dari sahabat Ali bin Abi Thalib. Ia berkata:
“Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia.” (Ali bin Abi Thalib)
Selain itu Imam Syafi’i juga pernah berkata:
“Ketika kamu berlebihan berharap pada seseorang, maka Allah akan timpakan padamu pedihnya harapan-harapan kosong. Allah tak suka bila ada yang berharap pada selain Dzat-Nya, Allah menghalangi cita-citanya supaya ia kembali berharap hanya kepada Allah SWT.”
Sejatinya sebaik-baik pengharapan adalah hanya kepada Allah. Sebagaimana Allah berfirman
وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ
“dan hanya kepada Rabb-mu hendaknya kamu berharap” (QS. Al-Insyirah: 8)
Apabila seseorang hanya berharap kepada Allah, maka yakinlah apapun hasilnya, kita akan pasrah dan tenang, karena itu sudah kehendak-Nya.
Tidak kemudian membuat hati kita kecewa atau mungkin marah, karena kita sadar bahwa apa yang kemudian Allah takdirkan, itulah yang terbaik bagi kita. Bukan kemudian apa yang kita inginkan, sebab Allah yang menciptakan kita dan Dia lebih tahu apa yang terbaik bagi kita melebihi diri kita sendiri. Allah berfirman,
وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
Terjemahannya:
“Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Ketika Allah yang menjadi satu-satunya harapan terbesar dalam hidupnya, maka yakinlah ia akan menyerahkan seluruh urusannya kepada Allah. Sekalipun yang diterima adalah berlawanan dengan apa yang diinginkannya. Jangan berharap pada manusia, cukuplah pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
***********
Gowa, 11 Juni 2022
Penulis: Wahyuni Subhan
(Mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Pengurus Mujahid Dakwah Media)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)