Ketika saya menjadi anggota FKUB Depok, saya tidak pernah mengucapkan selamat natal. Meski beberapa orang Kristen mengirimi saya selamat idul Fitri di bulan Syawal.
Di japri wa, salah seorang anggota FKUB yang Kristen itu malah saya ajak diskusi tentang masalah keimanan. Saya tanyakan kepada dia, kenapa Nabi Isa kok dijadikan Tuhan. Dia kan manusia lahir dari Bunda Maryam. Kalau karena tidak punya bapak, Nabi Adam lebih hebat lagi ia tidak punya bapak dan ibu.
Alasan dia, Isa dijadikan Tuhan, karena Nabi Isa punya mukjizat menghidupkan orang mati. Dan yang bisa menghidupkan orang mati itu hanya Tuhan. Ia tidak tahu bahwa Nabi Musa juga pernah menghidupkan orang mati. Nabi Ibrahim juga pernah menghidupkan burung yang mati (mukjizat dari Allah).
Dari hasil saya diskusi, kebanyakan mereka kurang faham terhadap agamanya. Mereka hanya menerima saja soal keyakinan itu dari pendetanya. Mereka jarang yang mengkaji langsung dari Bibel, sebagaimana umat Islam banyak yang sehari-hari menelaah Al Qur’an.
Tapi kadang mereka dalam forum bersikap radikal. Pernah dalam suatu forum di Cimanggis, salah seorang pemeluk Kristen protes keras kenapa di Balai Kota Depok tidak pernah diijinkan mengadakan natalan bersama. Salah seorang pejabat Pemda yang hadir di forum itu tidak menjawabnya.
Kalau ada perdebatan seperti ini, saya sering menyatakan bahwa kaum minoritas di Indonesia ini harusnya bersyukur. Mereka diberi kebebasan yang luas di negeri ini. Boleh jadi lurah, camat, gubernur, menteri, tentara dan lain-lain. Meski umat Islam jumlahnya 85 persen lebih, umat Islam ‘tidak pernah’ menzalimi mereka. Bahkan dalam berbisnis mereka diberi peluang seluas-luasnya. Sehingga mereka menguasai ekonomi di tanah air. Umat Islam pun tidak melakukan aksi pembakaran, kerusuhan atau pembunuhan karena masalah dominasi ekonomi ini.
Lihatlah nasib umat Islam minoritas di Asia Tenggara. Di Myanmar, umat Islam tidak bersalah apa-apa, dibunuh dan ribuan diusir. Di Thailand Selatan dan Filipina Selatan umat Islam dizalimi (alhamdulillah sekarang konflik sudah mereda). Bolehkah umat Islam yang minoritas di Asia Tenggara ini menjadi menteri? Bahkan di Amerika yang katanya negeri terhebat demokrasinya, sampai sekarang belum ada umat Islam yang jadi menteri.
Saya juga pernah protes ketika diantara mereka menginginkan tiap perumahan ada gerejanya. Saya bilang bahwa gereja beda dengan masjid. Gereja untuk ibadah seminggu sekali, masjid lima kali sehari. Gereja harusnya dibangun jika anggota jamaatnya cukup. Sesuai dengan peraturan SKB tiga menteri tahun 2006.
Begitulah dalam forum saya sering berdebat dengan mereka. Tapi ada salah seorang dari mereka yang suka mengirimi wa kepada saya. Ia senang berdiskusi dengan saya. Ia terbuka, tahu prinsip yang saya pegang.
Maka dalam pengalaman saya bergaul dengan orang-orang non Muslim, bila kita memegang teguh prinsip mereka malah hormat. Mereka tahu bahwa kita tidak mau mengucapkan selamat natal karena itu berarti mengucapkan selamat kepada hari lahir Tuhan Yesus.
Meski ada ulama yang membolehkan mengucapkan selamat natal, dengan keyakinan bahwa itu berkaitan dengan hari lahir Nabi Isa maka menurut saya itu bermasalah. Sebab tanggal 25 Desember bukanlah hari lahir Nabi Isa.
Peringatan Natal baru tercetus antara tahun 325 – 354 oleh Paus Liberius, yang ditetapkan tanggal 25 Desember, sekaligus menjadi momentum penyembahan Dewa Matahari. Oleh Kaisar Konstantin, tanggal 25 Desember tersebut akhirnya disahkan sebagai kelahiran Yesus (Natal).
Isyarat dari Al Qur’an dan Bibel menjelaskan bahwa Isa Al Masih tidak dilahirkan pada tanggal 25 Desember. Dalam Al Qur’an dikatakan, “dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menjatuhkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam: 25). Menjatuhkan buah kurma yang masak? Kapan seseorang bisa mendapatkan buah kurma masak? Pada musim panas, pertengahan musim panas. Bukan di musim dingin. Dan musim panas tidak di bulan Desember.
Saya pernah membaca fatwa Syekh Yusuf Qaradhawi tentang ucapan selamat natal. Ia mengatakan bahwa ucapan itu dibolehkan bila umat Islam dalam kondisi minoritas. Alias terpaksa. Misalnya kalau ia tidak mengucapkan selamat natal, organisasi Islamnya bisa dibubarkan, dihalangi dakwah dan lain-lain. Bila umat Islam dalam keadaan damai dan mayoritas, tidak seharusnya mengucapkan.
Minder. Itulah nampaknya yang terjadi pada para pejabat di negeri kita. Mereka takut kalau tidak mengucapkan selamat natal, dicap radikal, tidak toleran dan lain-lain. Padahal kalau mereka mau menjelaskan tentang pandangan Islam terhadap Natal, saya yakin mereka akan menerimanya. Mereka faham umat Islam tidak mungkin disuruh mengucapkan kata-kata yang bertentangan dengan keyakinannya.
Adanya pohon natal yang saat ini dipasang di kantor Kemenag pusat, juga patut disesalkan. Ini menunjukkan bahwa Menteri Agama saat ini tidak punya misi. Ia menerima semua masukan, meskipun itu tidak menguntungkan Islam.
Bila seorang pejabat Muslim punya misi, maka ia justru akan mencoba melakukan islamisasi terhadap sekelilingnya. Ia akan mendakwahi atau mengajak orang-orang non Muslim untuk masuk Islam. Bila mereka tidak mau, maka biarlah ‘lakum diinukum waliyaddiin.’
Seorang pejabat Muslim bukan kemudian menuruti semua keinginan orang-orang non Muslim dan meremehkan agamanya sendiri.
Tapi begitulah dalam hidup. Beda antara orang yang punya misi dan tidak. Beda antara mereka yang memperjuangkan keyakinan dengan mereka yang hanya memperjuangkan materi dan jabatan.
Tokoh-tokoh Masyumi dulu berprinsip, hidup adalah aqidah dan jihad.
***********
Penulis: Ustadz Nuim Hidayat, M.Si
(Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Depok, Pengurus MIUMI dan MUI Depok serta Dosen Akademi Dakwah Indonesia)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)