Pernah dengar istilah “Pacaran”? Pastinya pernah.
Nah, apa sih makna dari kata pacaran?
Menurut Nessi Meilan, dkk. pada tahun 2019 dalam buku “Kesehatan Reproduksi Remaja: Implementasi PKPR dalam teman Sebaya”, pacaran merupakan hubungan di mana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar lebih mengenal satu sama lain.
Secara umum, pacaran adalah sebuah status yang menggambarkan hubungan dua orang manusia, laki-laki dan perempuan yang berawal dari proses pengenalan, pendekatan, dan menjadi sepasang kekasih. Banyak juga yang berpendapat bahwa pacaran adalah proses pencarian kecocokan untuk saling memahami sebelum melangkah ke jenjang yang lebih serius, yakni pernikahan. Dengan kata lain, pacaran ialah proses pencarian jodoh.
Pertanyaannya, apakah pacaran itu dibolehkan dalam syariat Islam? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu kita melirik kasus pacaran beberapa hari terakhir.
Mengutip dari regional.kompas.com, “Cinta di Balik Sate Sianida, Aiptu Tomi Mengaku Pacaran dengan Nani tetapi Nikahi Wanita Lain”, Kamis (21/10/21).
Tomi mengakui dirinya mengenal Nani sejak 2015 dan sepakat pacaran pada tahun 2017. Namun, pada September 2017 dirinya menikahi wanita lain dan Tomi mulai menjaga jarak dengan Nani.
Tomi mengatakan tidak pernah memberi janji untuk menikahi Nani selama berhubungan. Sedangkan, Nani menyatakan masih berpacaran dengan Tomi hingga 2021 karena merasa belum ada kata putus. Tomi menduga alasan Nani hendak meracuni dirinya karena masih ada rasa suka.
Kasus pemerkosaan (regional.kompas.com) “Pemuda di Aceh Timur Ditangkap karena Perkosa Pacarnya, Terancam 200 Kali Cambuk,” Minggu (24/10/21).
Kasus pemerkosaan itu terjadi pada Mei 2021. Kasus ini terungkap setelah ibu korban curiga dengan perubahan tubuh putrinya. Saat didesak, korban mengaku telah diperkosa pelaku yang merupakan kekasihnya sendiri.
Pembunuhan (regional.kompas.com) “Kasus Mayat Terbungkus Plastik di Grobogan Terungkap, Korban Dibunuh Pacarnya karena Cemburu,” Senin (25/10/21).
Menurut pengakuan pelaku, di perjalanan sepasang kekasih ini cekcok masalah asmara. Pelaku sakit hati, cemburu karena korban masih berhubungan dengan lelaki lain. Pelaku memukul muka korban dan mencekiknya hingga meninggal dunia.
Kasus menghamili (tribunnews.com) “Pemuda di Lampung Setubuhi Pacar yang Masih Pelajar, Korban Hamil 7 Bulan, Modus Janji Dinikahi,” Senin (25/10/21).
Pada kasus ini, sang kekasih (pelaku) merayu korban dengan dalih rasa kasih sayang agar korban mau diajak hubungan layaknya suami istri sampai-sampai pelaku berjanji akan menikahi korban.
Setelah melihat sekilas berita di atas, apa yang kalian pikirkan tentang pacaran?
Menurut CATAHU (Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan) tahun 2020, jumlah kasus berdasarkan ranah pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, tercatat 264 kasus KDP (Kekerasan Dalam Pacaran), belum termasuk jumlah kasus yang tidak sempat terlaporkan.
Nah, kita kembali ke pertanyaan awal, apakah pacaran itu dibolehkan? Jawabannya, tentu saja tidak.
Bagaimana dengan pacaran syar’i? Karena seringkali kita dapati beberapa anak muda berpendapat bahwa boleh pacaran yang penting syar’i.
Sejatinya tidak ada yang dinamakan pacaran syar’i, islami, dan sebagainya. Namanya pacaran tetaplah dilarang dalam agama Islam. Meski sebagian masyarakat masih menganggap pacaran sebagai hal yang lumrah.
Larangan pacaran tidak dijelaskan secara gamblang dalam Islam, tapi kenyataannya ketika pacaran maka dua manusia yang berlawanan jenis akan berkhalwat (berdua-duaan) dan akan menggiring mereka ke perbuatan zina.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra: 32).
Pacaran merupakan salah satu jembatan untuk melakukan perbuatan zina. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan zina, termasuk juga perbuatan mendekatinya.
Beberapa contoh perbuatan yang tergolong mendekati zina yaitu saling berpandangan, bermanja-manjaan, bersentuhan (berpegangan tangan, berpelukan, dan sebagainya), berdua–duaan, dan lain-lain. Sebagaimana disebutkan dalam hadist berikut:
Artinya: “Dari Ibnu Abbas radiallahu anhu dikatakan: “Tidak ada yang ku perhitungkan lebih menjelaskan tentang dosa-dosa kecil dari pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasullulah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah telah menentukan bagi anak Adam baginya dari zina yang pasti dia lakukan. Zinanya mata adalah melihat (dengan syahwat), zinanya lidah adalah mengucapkan (dengan syahwat), zinanya hati adalah mengharap dan menginginkan (pemenuhan nafsu syahwat), maka farji (kemaluan) yang membenarkan atau mendustakannya.” (HR. al-Bukhari dan Imam Muslim).
Larangan berkhalwat juga disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis di bawah ini.
Artinya: “Dari Ibnu Abbas radiallahu anhu ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Firman Allah dan hadis Rasulullah sudah menjelaskan secara transparan perihal larangan berpacaran. Lantas masihkah kita ingin menjadi pelopor atau pelaku perbuatan zina yang berjubah pacaran? Masihkah diri-diri ini merasa tenang tatkala melihat sanak saudara berzina di depan mata?
Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi hidayah dan selalu dalam lindungan-Nya. Aamiin.
***********
Penulis: Rika Arlianti
(Pengurus FMDKI & TIM FMDKI News)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)