Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan bahwa suatu kali Ummu Salamah istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata, “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah, mengapa kami kaum wanita tidak disebut di dalam al-Qur’an sebagaimana disebutnya kaum laki-laki?”
‘Maka pada suatu hari aku dikejutkan dengan seruan Rasulullah di atas mimbar. Beliau membacakan: “Sungguh, laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan Mukmin…”hingga firman-Nya . Allah telah Menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)
Wanita mukminah meyakini bahwa haknya dalam memperoleh pahala dan jannah sama dengan kaum laki-laki, sebagaimana juga yang Allah firmankan, “Barang siapa mengerjakan amal-amal shalih, baik laki-laki maupun wanita sedang ia beriman maka mereka masuk ke dalam jannah dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun. ” (QS an-Nisa’ 124)
Meskipun dari sisi tugas dan jenis amalnya tidak persis sama karena “laisadz dzakaru kal untsa”, laki-laki tidaklah sama dengan wanita.
Seberapa mulia manusia tergantung tingkat iman dan takwanya, seberapa konsisten ia menjalankan peran yang telah Allah tetapkan atasnya.
Wanita mukminah mengimani Allah dan Rasul-Nya dengan keimanan yang benar. Dia berma’rifah kepada Allah sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam kitab-Nya, atau apa yang telah dijelaskan melalui lisan Rasul-Nya. Karena keyakinan yang benar itu bukan keyakinan hasil menerawang atau mengira-ira, melainkan berdasarkan ilmu yang benar.
Karena itulah, ketika Mu’awiyah Bin al-Hakam as-Sulamy ingin memerdekakan seorang budak wanita miliknya, beliau membawanya kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah menguji pengetahuan budak tadi tentang keimanan, “Di manakah Allah?” Jawab budak wanita itu, “Allah di langit.” Lalu Rasulullah bertanya lagi, “Siapakah aku?” Wanita itu menjawab, “Engkau adalah Rasulullah.”
Mendengar jawaban tersebut, Rasulullah bersabda, “Merdekakanlah dia, karena dia seorang mukminah. ” (HR Muslim)
Jawaban wanita itu benar, sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka keimanan ia pun dibenarkan.
Wanita mukminah menjadikan keridhaan Allah sebagai prioritas utama. la lebih mengharapkan balasan yang baik dari Allah meski dengan mengorbankan apa-apa yang menjadi miliknya. Seperti Asiyah istri Fir’aun yang semula bergelimang dengan harta dan menyandang kehormatan sebagai permaisuri raja besar Fir’aun. Namun Karena kuatnya keimanannya, la harus rela kehilangan itu semua demi mendapatkan ruman di jannah. Imannya tak goyah meski disiksa di bawah sengatan terik matahari, ditindih dengan batu hingga beliau gugur di jalan Allah. Hingga Allah menjadikan beliau Sebagal perumpamaan dan teladan bagi wanita mukminah, bahkan bagi orang-orang beriman Secara umum. Allah berfirman,
“Dan, Allah membuat istri Fir’ aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman ketika ia berkata, “Ya, Rabbi, bangunlah untukku sebuah rumah di Sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlan aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim. (QS at-Tahrim 11)
Dengan keteguhan imannya itu, beliau termasuk satu di antara Sayidah di jannah.
Wanita mukminah juga menjaga kehormatannya. Teladan utama dalam hal ini adalah Maryam yang juga djadikan perumpamaan dan teladan bagi wanita mukminah.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan ingatlah Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan kedalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat-kalimat Rabbnya dan kitab-kitabNya dan dia termasuk orang yang taat.” (Qs. At-Tahrim:11-12)
Alangkah pentingnya keteladanan dari Maryam binti Imran, terutama bagi kaum wanita hari ini yang kebanyakan tak memandang kehormatan sebagai kemuliaan, wal yadzu billah.
Selain penyebutan secara spesifik tentang gambaran pibadi mukminah di dalam al-Qur an maupun as-Sunnah, apa yang disebutkan oleh Allan dan rasul-Nya tentang kriteria orang-orang yang beriman, wanita mukminah masuk juga dalam kriteria itu.
Seperti yang Allah sebutkan tanda-tanda orang yang beriman,
“Sesungguhnya orang-Orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS al-Anfal 2)
Ibnu Katsir menjelaskan, “Ini adalah ciri khas mukmin yang tulen; yakni ketika disebut nama Allah gemetar hatinya karena takut, maka rasa takutnya mendorong ia untuk menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.”
Hampir senada, Ibnu Jarir ath-Thabari menjelaskan ayat tersebut, “Orang mukmin bukanlah orang yang menyelisihi Allah dan Rasul-Nya, bukan pula orang yang enggan mengikuti ketetapan dalam Kitabnya, baik dalam hal sangsi (hudud) maupun apa-apa yang difardhukan kepadanya, bukan pula orang yang enggan untuk tunduk kepada hukum-Nya. Akan tetapi orang mukmin (maupun mukminah) adalah orang yang apabila disebut nama Allah bergetar hatinya, tunduk terhadap perintah-Nya, khudhu’ (merendah) saat berdzikir kepada-Nya, takut, lari dari kemurkaan-Nya dan apabila dibacakan ayat -ayat dalam kitab-Nya, ia membenarkannya, meyakini bahwa itu dari Allah maka semakin bertambah dan bertambahlah pembenarannya.”
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita tambahan keimanan, keyakinan dan kefaqihan, Aamiin.
*************
Sumber: Majalah ar-risalah, edisi no.08, februari 2017
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah