Beruntunglah orang-orang yang menyucikan Jiwanya, dan merugilah orang-orang yang mengotorinya.” (QS asy-Syams 9)
Setelah Allah bersumpah dengan sebelas kali sumpah di awal Surat asy-Syams, barulah Allah menyebutkan “jawabul qasam” atau isi Sumpah-Nya. Ini menunjukkan sebegitu pentingnya maklumat yang hendak Allah tujukan kepada hamba-Nya. Pesan apakah yang hendak Allah sampaikan kepada manusia? Inilah jawaban dari sumpah tersebut,
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa-Nya, dan merugilah orang yang mengotorinya.” (QS asy-Syams 8-10)
Dua pilihan terpampang di hadapan manusia, dan setiap pilihan ada konsekuensi yang harus ditanggungnya. Kemudian Allah menetapkan bahwa kebahagiaan dan kesengsaraan seseorang bergantung pada perlakuannya terhadap nafsu atau jiwa. Al-falaah dijanjikan bagi orang yang menyucikan jiwanya. Janji Allah yang diawali dengan sebelas kali sumpah-Nya, maka hadirkanlah dalam benak kita, betapa urgennya menyujikan jiwa, dan betapa Allah ingin kita memberikan sepenuh perhatian kita, akan dampak serius sebagai konsekuensi manusia dalam mengelola jiwa. Janji Allah dengan kalimat “qad (sungguh) aflaha yang bermakna dzahara ‘ala (unggul atas yang lain), ghalaba (menang), najaha (sukses) darn banyak makna positif lain yang terkandung dalam kalimat ini. Dengan kata lain, kata ‘aflaha’ mengandung makna kebahagiaan, kemenangan, kesuksesan dalam bentuk tercapai tujuannya dan terhindar dari apa yang ditakutkan. Bahkan Dr Abdul Kariem al-Khudhair berkata,
“Para ahli ilmu berpendapat bahwa tidak ditemukan diksi (kata) yang paling mewakili untuk mengungkapkan tentang terkumpulnya kebaikan dunia dan akhirat selain kata aflaha atau falaah dan personnya adalah muflih. “
Adakah yang dicari manusia selain ini semua? Bahkan untuk itu semua manusia berfikir keras, mengerahkan daya dan upayanya hingga menghabiskan seluruh waktu dan umurnya. Hanya saja, banyak orang menyangka bahwa letak kebahagiaan itu adalah ketika mereka memperturutkan segala kemauannya. Mereka juga mengira bahwa kesuksesan itu akan didapatkan ketika mereka menghalalkan segala cara.
Sedangkan Allah telah bersumpah, bahwa orang-orang yang mengotori jiwanya akan menderita kerugian, bermakna pula kegagalan dan penderitaan.
“dan merugilah orang-orang yang mengotorinya.” (QS asy-Syams 10)
Allah menunjukkan cara bagaimana seseorang bisa meraih semua yang dicita-citakan manusia itu, yakni dengan menyucikan jiwa. Atau lebih populer dengan istilah tazkilyatun nafs, upaya menyucikan diri.
Tazkiyah mestinya dilakukan dengan dua cara; takhaliyah dan tahalliyah.
Takhalliyah adalah mengosongkan jiwa dari noda dosa dan maksiat. Baik berupa noda yang tersembunyi seperti riya’, ujub, hasad dan sombong, maupun yang terang-terangan berupa akhlak yang buruk. Sedangkan tahalliyah adalah menghiasi jiwa dengan sifat-sifat yang terpuji. Yakni dengan merealisasikan ikhlas, menanamkan cinta kepada Allah dan apa-apa yang Dicintai-Nya, muraqabah (merasa diawasi oleh Allah), takut kepada Allah, tawakkal dan amal-amal bathin yang lain. Begitupun juga hiasan berupa akhlak karimah dan ibadan shahihah.
Imam Ibnu Katsir menyimpulkan di antara makna menyucikan jiwa adalah, “Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya dengan ketaatan dan membersihkannya dari noda dan akhlak cela.”
Ada makna lain dari tazkiyah, yakni tanmiyah yang bermakna menambah dan menumbuhkan. Makna ini sinkron dengan tahalliyah, menghiasi jiwa. Upaya tazkiyah juga termasuk upaya untuk mengembangkan segala potensi yang Allah berikan kepada seseorang. Baik potensi akal, pendengaran, penglihatan juga harta agar disalurkan kepada perkara-perkara yang bermanfaat.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyebutkan tujuh anggota badan yang secara fokus harus dijaga, yakni mata, telinga, mulut, Tidah, kemaluan, tangan, dan kaki, Belau berkata, “Ini adalah kendaraan manusia menuju kebinasaan atau keselamatan Akibat tujuh anggota badan ini, binasalah orang-orang yang binasa karena membiarkannya dan mengumbarnya. Dan dengan tujuh anggota badan ini pula selamatlah orang yang selamat dengan sebab menjaga dan mengawasinya. Menjaganya adalah modal segala kebaikan, sedangkan melepasnya tanpa kendali adalah sumber segala keburukan.”
Semestinya kesibukan kita yang lahir maupun yang bathin tak pernah lepas dari tazkiyah. Bahkan termasuk ketika hendak memenuhi kebutuhan hidup, selayaknya tidak keluar dari koridor ini. Karena nafsu tak kenal diam atau stagnan. la terus berhembus dalam wujud keinginan-keinginan.
Maka barangsiapa yang tidak menyibukkan nafsunya di dalam ketaatan, niscaya nafsulah yang akan menggiringnya kepada kemaksiatan.
Adalah keharusan bagi yang berakal untuk senantiasa menimbang segala perbuatan; apakah itu sesuatu yang akan berdampak pada kotornya jiwa atau bersihnya. Karena kerugian dan penderitaan seseorang berbanding lurus dengan banyaknya kotoran yang meracuni jiwa. Seperti jasad yang makin banyak luka niscaya akan semakin sengsara dan berujung pada kematiannya. Begitupun dosa, setiap pointnya menyumbang penyakit bagi jiwa dan tabungan derita bagi pemiliknya.
Semoga Allah anugerahkan takwa kepada jiwa kita, dan menyucikannya karena Dialah sebaik-baik yang menyucikan jiwa.
*************
Sumber: Majalah ar-risalah, edisi no.08, februari 2017
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah