Berusaha Mendamaikan Wanita-wanita Muslimah yang Berselisih
Masyarakat Islam dikenal sebagai masyarakat yangpenuh ukhuwwah (persaudaraan) yang dibangun oleh rasa saling cinta dan yang di dalamnya disebarkan rasa saling mengikat, saling memahami, saling toleransi dan masyarakat yang sangat jernih.
Meski masyarakat ini memiliki kelebihan dan keistimewaan tersebut, namun ia tetap masyarakat manusia biasa, yang terkadang tidak lepas dari perselisihan dan salah faham yang terjadi antaranggotanya, sehingga terjadi perpecahan dan permusuhan.
Namun permusuhan dan perselisihan yang terjadi di masyarakat tersebut akan segera berakhir karena anggotanya kembali mengambil hidayah samawi, menyambung tali persaudaraan, cinta kasih dan keeratan, serta mencabut akar permusuhan, kebencian dan perpecahan. Selain itu, semuanya akan musnah dengan upaya kebaikan yang dianjurkan Islam untuk dilakukan oleh umatnya guna mendamaikan antara kaum Muslimin yang bertikai, setiap kali muncul perselisihan dan setiap kali ada usaha syaitan untuk melepas tali persaudaraan sehingga terjadi perpecahan dan permusuhan. Kita telah mengetahui pada pembahasan sebelumnya bahwa Islam mengharamkan orang-orang Islam untuk berselisih dan berpecah belah lebih dari tiga hari:
“Tidak dibolehkan bagi seorang Muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Apabila tiga hari telah berlalu, maka hendaklah dia menemuinya dan mengucapkan salam kepadanya, jika dia menjawab salamnya itu maka keduanya akan mendapatkan pahala, dan jika tidak dijawab salam itu maka dia (orang yang pertama mengucapkan salam) telah lepas dari dosa mendiamkan Saudaranya. “ (HR. Bukhari)
Dan, Allah telah memerintahkan kaum Muslimin dan Muslimat untuk mendamaikan dua golongan atau pihak yang berselisih:
“Dan, jika ada dua golongan dari orang-orang yang beriman berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya tersebut sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Apabila golongan itu telah kembali kepada perintah Allah, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. SesungguhnyaAllah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (AI-Hujurat: 9)
Yang demikian itu karena masyarakat orang-orang yang berimanharus benar-benar ditegakkan keadilan, kecintaan dan keeratan serta dipenuhi oleh rasa persaudaraan, seperti yang difimmankan-Nya,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudara kalian dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapat rahmat. ” (Al-Hujurat: 10)
Bertolak dari hal di atas, wanita Muslimah dituntut untuk mendamaikan saudara-saudaranya yang berselisih atau bermusuhan sebagai wujud pengamalan petunjuk Islam, agama yang lurus. Islam sendiri telah memberikan keringanan kepadanya untuk membumbui kata-katanya sebagai usaha untuk menyentuh jiwa yang bermusuhan dan berselisih tersebut serta melunakkan hati yang telah keras, tetapi tambahan atau bumbu kata-kata tersebut tidak boleh berupa kebohongan atau kata-kata yang diharamkan. Hal itu dapat kita temukan pada hadits Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Mu’aith Radhiallahu Anhu, dia menceritakan, Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda,
“Bukanlah pendusta itu orang yang mendamaikan antara dua orang, di mana dia menyampaikan berita tambahan yang baik atau mengatakan kata-kata yang baik.” (Muttafaq Alaih)
Sedangkan dalam riwayat Imam Muslim, Ummu Kultsum menambahkan:
“Dan aku tidak mendengar beliau memberikan keringanan sesuatu kepada seseorang untuk menghiasi kata katanya melainkan pada tiga hal, yaitu: Dalam perang, dalam mendamaikan orang-orang yang berselisih, dan ucapan suami kepada istrinya, atau istri kepada suaminya.”
Berbaur dengan Sesama Wanita dan Bersabar atas Perlakuan yang Tidak Berkenan dari Mereka
Wanita Muslimah yang jujur dan aktif, pembawa risalah dan pemegang panji dakwah. Orang yang menghadapi peran dan tugas besar ini, maka dia harus membekali dirinya dengan kesabaran, keteguhan dan pengorbanan.
Wanita Muslimah yang aktif harus bersabar atas sikap sebagian wanita atau reaksi buruk yang mereka berikan kepadanya, atau penghinaan mereka terhadap tugas dakwahnya yang mengajak untuk berpegang teguh pada adab dan hukum-hukum Islam. Selain dia juga harus bersabar atas kerendahan pandangan mereka serta kelambatan otak mereka, juga kelambanan mereka untuk menerima kebenaran, juga gerak dan langkahnya yang hanya diperuntukkan bagi kepentingan mereka sendiri dan kecenderungannya pada dunia seisinya tanpa memperhitungkan akhirat serta tidak mempedulikan perintah agama dan hal-hal menjengkelkan lainnya, yang mungkin akan mempersempit had para dai yang akan mengakibatkan mereka mengasingkan diri dan meninggalkan amal shalih. Demikian itulah yang dihadapi oleh para dai, laki-laki maupun perempuan di setiap zaman dan tempat.
Oleh karena itu, Rasulullah Sallam mendukung kemauan para dai yang aktif, mengikat hati mereka serta memperteguh pendirian mereka, di mana beliau mengikrarkan bahwa orang-orang yang bersabar, laki-laki maupun perempuan dalam menjalankan dakwah yang menempuh jalan sulit dan panjang itu lebih baik dari pada orang-orang yang tidak bersabar dalam mizan takwa dan amal shalih:
“Orang Mukmin yang berbaur dengan orang lain dan bersabar atas perlakuan yang menyakitkan dari mereka lebih baik daripada orang yang tidak mau berbaur dengan mereka dan tidak bersabar atas perlakuan yang menyakitkan dari mereka. “(HR. Bukhari )
Rasulullah dan para nabi sebelumnya merupakan simbol kesabaran dalam menghadapi hinaan, pelecahan dan tindakan menyakitkan lainnya. Para dai, laki-laki maupun perempuan perlu dan harus mengikuti jejak para rasul dan nabi tersebut setiap kali mereka (para dai) kehilangan kesabaran dan merasakan sesak dada karena ucapan dan perlakuan orang yang tidak menyenangkan.
Di antara misal dari kesabaran yang besar tersebut adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lmam Muslim, yang menyebutkan bahwa Nabi membagi jatah kepada para sahabat seperti yang beliau lakukan. Maka seorang dari kaum Anshar berkata, “Demi Allah, itu
merupakan pembagian yang tidak dikehendaki oleh Allah .” Ucapan itupun akhirnya terdengar di telinga beliau, beliau pun kaget dan geram, mukanya berubah merah karena marah, kemudian beliau berkata, “Musa telah diperlakukan lebih parah dari ini tetapi dia tetap bersabar.”
Dengan kata-kata yang sangat ringkas tersebut, kemarahan Rasulullah mereda, jiwanya yang penuh toleran itupun mulai tenang.
Sesungguhnya akhlak para nabi dan dai yang jujur di setiap zaman dan tempat adalah sabar atas perlakuan menyakitkan baik berupa ucapan maupun perbuatan. Tanpa kesabaran itu maka dakwah tidak akan pernah langgeng dan para dai pun tidak akan pernah tegak berdiri.
Wanita Muslimah yang cerdas tidak kekurangan keahlian dan tidak dihalangi oleh kepandaiannya dalam menghormati jiwa, pengetahuan, tingkat pemikiran dan status sosial orang yang diserunya. Dia akan menghadapi setiap tingkatan masyarakat dengan gaya dan bahasa yang sesuai dengan mereka sehingga dapat menarik dan memberikan pengaruh kepada mereka.
**********
Penulis : Syaikh Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi
(Di Sadur Dari Buku Jati Diri Wanita Muslimah, h. 434-437)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)