Umur bumi makin menua, dan kejadian-demi kejadian yang ada di atasnya terus berlangsung hingga saat ini, akan datang, dan seterusnya hingga kiamat datang. Dari sekian banyak peristiwa yang terjadi, ada beberapa di antaranya menjadi perhatian khusus, bahkan istimewa karena kisahnya diabadikan dalam bentuk wahyu, baik dalam al-Qur’an maupun Hadis. Dan salah satu peristiwa penting dan bersejarah adalah pembangunan Masjid Al-Aqsha, klaim kepemilikan hingga penguasaan terhadapnya.
Tidak sampai di situ, bahkan segenap kejadian-kejadian melegenda dalam sejarah umat manusia sangat erat kaitannya dengan Masjid Al-Aqsha, bahkan untuk mengukur penguasa dunia saat ini juga terkait dengan Al-Aqsha, sebab siapa yang menguasai Al-Quds secara defacto dia adalah penguasa dunia, kerena itu setiap zaman, bangsa-bangsa besar selalu ingin mengambil bagian pada Al-Aqsha, dan seluruh nabi dan rasul yang pernah diutus ke bumi, dari Adam sampai Muhammad, selalu terkait dengan Al-Aqsha.
Maka wajarlah kita bertanya, Apa saja keistimewaan Masjid Al-Aqsha? Kenapa umat Islam wajib berkorban untuk menjaganya? Serta apa saja langkah-langkah taktis untuk membebaskan Masjid Al-Aqsha yang saat ini berada dalam cengkraman Zionisme? Amma ba’du!
Setidaknya ada empat dasar keistimewaan Masjid Al-Aqsha sekaligus sebagai alasan bagi umat Islam untuk menjaganya:
Pertama. Tanah yang diberkahi sekaligus sebagai tempat terjadinya isra’ dan mi’raj Rasulullah. Dari Masjidil Haram hingga Masjid Al-Aqsha dan sekitarnya adalah bumi yang diberkahi. Demikian yang termaktub dalam Kitab Al-Qur’an, “Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya [Nabi Muhammad] pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami, (QS. Al-Isra:1).
Berkata Imam As-Suyuthi, “Seandainya pun tidak ada ayat lain selain ayat ini yang menyebutkan keutamaan Baitul Maqdis, maka sudah cukup. Dengan disebutkannya keberkahan di dalamnya, maka ada keberkahan berlipat ganda yang terkandung, sebab ketika Allah me-mi’raj-kan Nabi Muhammad ke sisi-Nya, maka rute tersebut menjadi utama dan mulia”.
Sedangkan Yusuf Qaradhawi menjelaskan bahwa ayat ini menerangkan sifat Masjid Al-Aqsa yang memiliki keberkahan di sekelilingnya. Jika sekelilingnya saja diberkahi, maka terlebih lagi masjidnya itu sendiri. Selain itu, buah dari perjalanan Isra’ ini adalah adanya ikatan antara permulaan Isra’ dan terminal akhirnya.
Maksudnya, baik dari keutamaan sebagaimana yang tertulis dalam Al-Qur’an dan hadis, maupun dari nilai historisnya, terdapat hubungan yang erat antara Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Aqsa. Kedua masjid suci tersebut memberikan kesan yang dalam bagi setiap muslim, sehingga tidak mungkin memisahkan kesucian antara kedua masjid tersebut. Bahkan Rasulullah secara spesifik berdoa untuk Negeri Syam yang di dalamnya termasuk Al-Aqsha, Sabdanya, “Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Syam,” (HR. Bukhari: 7094).
Perlu dijelaskan bahwa sesugguhnya segala yang ditetapkan berdasarkan nash Al-Qur’an maupun Hadis tentang keutamaan Negeri Syam secara umum, maka secara spesifik juga menetapkan keutamaan Baitul Maqdis yang merupakan kawasan Masjid Al-Aqsha dan memiliki keistimewaan khusus bagi umat Islam. Namun jika dipetakan, Negeri Syam menurut nash, saat ini terdiri dari beberapa negara, mencakup: Suriah, Lebanon, Yordania, dan Palestina.
Menurut Imam Ibn Hajar, redaksi Hadis terkadang menggunakan sebutan Syam, kadang pula menggunakan Baitul Maqdis, dan keduanya merupakan titik yang sama, (Ibn Hajar, Fathul Bari Bisyarh Shahih Al-Bukhari, vol. I/250). Ibnu Faqih Al-Hamadzani berkata, Pasukan Syam ada empat: Homs, Damaskus, Palestina, Yordania, (Naser Nassar, Hadis Arbain Maqdhisiyah). Sementara itu, menurut Ibnu Taimiyah, bahwa bumi yang diberkahi adalah sekitar Masjid Al-Aqsha dan negeri-negeri Syam yang terdekat dan terdekat lagi, (Ibn Taimiyah, Manaaqib asy-Syam wa Ahluhu).
Kedua. Kiblat Pertama. Di sinilah manusia zaman sekarang, lebih khusus umat Islam banyak yang buta sejarah dan informasi terkait dengan kiblat pertama ini. Walaupun dalam nash Hadis bersumber dari Al-Barra’ disebutkan bahwa Nabi bersabda, “Kami shalat bersama Nabi menghadap Baitul Maqdis enam belas atau tujuh belas bulan kemudian mengubah arah menghadap Masjidil Haram,” (HR. Al-Bukhari: 4492).
Tetapi hakikatnya, para Nabi, sejak Adam hingga Muhammad juga menunaikan ibadah shalat, walau syarat dan rukun-rukun shalat para nabi kita tidak dapatkan informasi lebih detail, namun yang pasti salah satu syaratnya adalah menghadap pada kiblat, dan kiblat para nabi hanya dua: Masjid Al-Aqsha dan Masjidil Haram. Bahkan Nabi Muhammad sendiri, jika ditotal jumlah waktu shalatnya sejak diangkat sebagai nabi dan rasul lebih banyak berkiblat pada Masjid Al-Aqsha dibandingkan dengan Masjidil Haram.
Rasulullah shalat menghadap Al-Aqsha selama 14 tahun lima bulan, sedangkan shalat menghadap Masjidil Haram hanya bermula pada tahun kedua setelah hijrah ke Madinah, atau selama 9 tahun. Karena itu, keistinewaan Masjid Al-Aqsha bagi umat Islam tidak ada tawar menawar, siapa pun mengaku pengikut Nabi Muhammad maka wajib baginya menjaga dan memuliakan kiblat para nabi, dan kiblat pertama umat Islam. Dan informasi yang terputus terkait Al-Aqsha harus segera disambung, agar umat merasa memiliki tanggungjawab dalam menjaganya.
Ketiga. Masjid Kedua yang dibangun di atas muka bumi. Dari Abu Dzar ia berkata, Saya bertanya, Wahai Rasulullah, masjid apa yang pertama kali di bangun di atas bumi? Beliau menjawab, Masjidil Haram. Saya bertanya lagi, Setelah itu masjid apa lagi? Beliau menjawab, Masjid Al-Aqsha. Saya bertanya lagi, berapa jarak pembangunan antara keduanya? Beliau menjawab, Empat puluh tahun, kemudian di mana pun kamu shalat, sesungguhnya keutamaan ada padanya, (HR. Al-Bukhari: 3365 & 3425).
Lalu siapa yang bangun dan kapan? Para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan para Malaikat, Nabi Adam, Nabi Sulaiman, atau Nabi Ibrahim dan Ishak.
Namun mayoritas ulama berpendapat bahwa yang bangun Masjid Al-Aqsha adalah Nabi Adam dibantu para Malaikat, sedangkan Nabi Ibrahim hanya membangun kembali sebagai kiblat dan tempat ibadah bagi umat manusia, lebih khusus pada kedua anaknya, Ismail dan Ishak. Ismail mejaga kakbah sedangkan Ishak menjaga Al-Aqsha.
Dari keturunan Ishak lahirlah Israel atau Nabi Ya’qub yang dari garis keturunannya melahirkan Nabi Sulaiman yang membangun kembali Masjid Al-Aqsha sebagai tempat ibadah orang-orang beriman sekaligus aebagai kiblat bagi bangsa jin dan manusia yang bertauhid.
Dalil dan fakta sejarah di atas sekaligus sebagai bantahan atas persepsi dan paham Yahudi Zionisme bahwa di Bawah Masjid Al-Aqsha terdapat Kuil Sulaiman sehingga terowongan demi terowongan digali di bawahnya untuk mencari kuil yang hilang itu.
Faktnya tidak ada kuil di bawah Al-Aqsha sebab masjid tersebut sudah ada sejak Nabi Adam, dan posisi Nabi Sulaiman hanya membangun kembali, lalu setelah ribuan tahun karena berbagai peristiwa sehingga hancur, dan kembali di bangun beberapa kali, dan terlihat seperti sekarang.
Keempat. Nabi memerintahkan umatnya untuk datang dan shalat ke Baitul Maqdis atau Al-Aqsha. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Janganlah melakukan perjalanan yang memaksakan diri kecuali ketiga masjid: Masjidil Haram, Masjidku [Masjid Nabawi], dan Masjid Al-Aqsha,” (HR. Bukhari: 1191, 1197).
Maka, setiap umat Islam, harus memiliki niat untuk berangkat ke Masjid Al-Aqsha, melaksanakan shalat di sana, sambil menapaktilasi perjalanan dakwah para Nabi. Masalahnya, saat ini Masjid Al-Aqsha masih dikuasai oleh Zionisme sehingga sebagian umat Islam susah untuk masuk ke Palestina, sebab semua yang akan berkunjung ke Al-Aqsha harus melalui Israel terlebih dulu.
Namun kita tetap wajib berniat untuk datang ke Al-Aqsha, jika pun belum mampu, maka itu telah dicatat sebagai kebaikan di sisi Allah. Perlu dipahami, bahwa Masjidil Haram dan Masjid Nabawi mendapat penjagaan langsung dari Allah, ketika bala tentara Abraha dari Yamam hendak menghancurkan kakbah, maka Allah hancurkan mereka dengan hujan batu neraka yang dibawa burung ababil.
Demikian pula, ketika ada orang Yahudi menggali terowongan hendak mencuri jasad Nabi di Masjidil Haram, maka Allah perlihatkan pada penguasa saat itu melalui mimpi, dan Yahudi itu pun tamat riwayatnya. Namun Masjid Al-Aqsha diserahkan pada orang-orang beriman untuk menjaganya. Dan ia akan memperlihatkan, mana yang beriman dan mana munafik. Para penjaga dan pembela Al-Aqsha itulah golongan beriman dan bertauhid.
Lalu langkah-langkah apa saja yang harus kita lakukan dalam merebut kembali Al-Aqsha? Tentu yang paling utama adalah mendahulukan edukasi dan sosialisasi terkait literasi Al-Aqsha, minimal empat poin di atas. Disebarkan kepada segenap masyarakat, khususnya para ulama, dai, tokoh masyarakat dan para cerdik pandai.
Rumus kita, “Al–‘Ilm qablal qaul wal-‘amal. Berilmu sebelum berkata dan berbuat”. Sebab tanpa literasi, masyarakat kita hanya membantu dengan reaktif dan berdasar kemanusiaan. Hanya menyumbang jika ada perang terbuka. Padahal isu Palestina sangat rumit dan butuh penanganan secara konprehensif. Selama Masjid Al-Asha berlum bebas dan Palestina belum merdeka, maka Palestina wajib kita bela.
Hadiahkan harta terbaik sesuai kemampuan secara rutin, sebab para penjaga Al-Aqsha secara khusus masyarakat Gaza bahkan Palestina setiap hari menghadapi persekusi dari penjajah, terutama yang hidup merana dalam kamp pengungsian, mereka sudah puluhan tahun, turun termurun terusir dari tempat tinggalnya akibat kerakusan Zionisme, mereka butuh uluran tangan setiap waktu.
Terakhir, gunakan media sebagai senjata, sebagaimana disebut oleh Abu Ubaidah sebagai Ashabul Aqlam, suarakan kebenaran, pembebasan Al-Aqsha dan kemerdekaan Palestina melalui media massa dan media sosial. Dan, jangan lupa, teruslah berdoa, semoga Allah hancurkan Zionisme dan memenangkan umat Islam. Allahu Akbar!
***********
Penulis: Dr. Ilham Kadir, MA
(Sekretaris Umum MUI Enrekang)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)