Bulan Ramadhan mempunyai makna tersendiri di hati umat Islam. Bulan ini adalah bulan healing jiwa (obat jiwa) . Umat Islam melepas belenggu materialisme dunia dengan menghidupkan dunia ruhiyah. Sebulan penuh umat Islam menjalani proses tazkiyatun-nafs (pembersihan jiwa). Sebulan penuh umat Islam melakukan healing. Sebulan penuh umat Islam bagai ulat dalam “kepompong” Ramadhan. Diharapkan di akhir Ramadhan, kondisi jiwa mereka secantik kupu-kupu.
Puasa Ramadhan mempunyai hikmah yang sangat besar. Di antara hikmah yang dapat kita ambil adalah sebagai berikut:
Menggapai derajat takwa
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183).
Ayat tersebut menunjukkan bahwa di antara hikmah puasa adalah agar seseorang dapat menggapai derajat takwa. Dan puasa adalah sebab untuk meraih derajat yang mulia tersebut. Hal ini dikarenakan dalam puasa, seseorang akan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya. Inilah pengertian takwa.
Bentuk takwa dalam ibadah puasa dapat kita lihat dalam berbagai hal berikut. Pertama, orang yang berpuasa akan meninggalkan setiap yang dilarang oleh Allah, yaitu dengan meninggalkan makan, minum, ber-jima’ dengan istri, dan sebagainya, yang sebenarnya hati sangat condong dan ingin melakukannya. Semua itu dilakukan dalam rangka ber-taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah dan meraih pahala dari-Nya. Inilah bentuk takwa.
Kedua, orang yang berpuasa sebenarnya mampu untuk melakukan kesenangan-kesenangan duniawi yang ada. Namun, dia mengetahui bahwa Allah selalu mengawasi diri-Nya. Hal ini juga merupakan salah bentuk ketakwaan, yaitu merasa selalu diawasi oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ketiga, ketika berpuasa, setiap orang akan bersemangat untuk melakukan amalan-amalan ketaatan. Dan ketaatan merupakan jalan untuk menggapai takwa.
Meninggalkan syahwat dan kesenangan dunia
Di dalam berpuasa, setiap muslim diperintahkan untuk meninggalkan berbagai syahwat, makanan, dan minuman. Semua itu dilakukan karena Allah. Dalam sebuah hadis Qudsi, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: Artinya:
“Dia telah meninggalkan makanannya, minumnya, dan syahwatnya karena Aku. Puasa itu untuk-Ku dan Aku akan mengganjarnya. Setiap kebaikan dilipatgandakanvsepuluh kali lipatnya.” (H.R. Al-Bukhari; I/324).
Di antara hikmah meninggalkan syahwat dan kesenangan dunia ketika berpuasa adalah; Pertama, dapat mengendalikan jiwa. Kasa kenyang karena banyak makan dan minum, kepuasan ketika berhubungan dengan istri, maka semua itu biasanya akan membuat seseorang lupa diri, kufur terhadap nikmat, dan menjadi lalai. Dengan berpuasa, maka jiwa pun akan dapat dikendalikan.
Kedua, hati akan menjadi sibuk memikirkan hal-hal yang baik dan mengingat Allah. Apabila seseorang terlalu disibukkan dengan kesenangan duniawi dan terbuai dengan makanan yang dilahapnya, maka hati pun akan menjadi lalai dari memikirkan hal-hal yang baik dan mengingat Allah. Oleh karena itu, apabila hati tidak disibukkan dengan kesenangan duniawi dan juga tidak disibukkan dengan makan serta minum ketika berpuasa, maka hati pun akan bercahaya, semakin lembut, tidak mengeras, dan semakin mudah untuk ber-tafakkur (merenung) serta berzikir kepada Allah.
Ketiga, dengan menahan diri dari berbagai kesenangan duniawi, maka orang yang berkecukupan akan semakin tahu bahwa dirinya telah diberikan nikmat yang begitu banyak dibandingkan orang-orang fakir, miskin, dan anak yatim piatu, yang sering merasakan rasa lapar.
Dalam rangka mensyukuri nikmat tersebut, maka orang-orang kaya pun gemar berbagi dengan mereka yang tidak mampu. Keempat, dengan berpuasa akan mempersempit aliran darah. Sedangkan setan berada pada aliran darah manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Artinya: “Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusiabpada tempat mengalirnya darah.” (HR. AL-Bukhari; 7.171 dan Muslim; 2.174).
Jadi, puasa dapat menenangkan setan yang seringkall memberikan rasa was-was. Puasa pun dapat menekan syahwat dan rasa marah. Oleh sebab itu, Nabi menjadikan puasa sebagai salah satu obat mujarab bagi orang yang memiliki keinginan untuk menikah, namun belum tercapai.
Mulai beranjak menjadi lebih baik
Di bulan Ramadhan, tentu saja setiap muslim harus menjauhi berbagai macam maksiat agar puasanya tidak sia-sia dan tidak hanya mendapatkan lapar serta dahaga saja. Rasulullah bersabda:
Artinya: “Betapa banyak orang yang berpuasa, namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut, kecuali rasa lapar dan dahaga saja.” (HR. At-Tabarani).
Puasa menjadi sia-sia seperti ini disebabkan bulan Ramadhan masih diisi pula dengan berbagai maksiat. Padahal, dalam berpuasa seharusnya setiap muslim berusaha menjaga lisannya dari berbuat ghibah terhadap orang lain, berbagai perkataan maksiat, perkataan dusta, perbuatan maksiat, dan hal-hal yang sia-sia.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu , Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Artinya: “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan justru mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (H.R. AI-Bukhari).
Itulah sejelek-jelek puasa, yaitu hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan maksiat masih terus jalan. Hendaknya ketika berpuasa, setiap orang berusaha pula menahan anggota badan lainnya dari berbuat maksiat dan hal-hal yang sia-sia. Ibnu Rajab Radhiallahu Anhu mengatakan, “Tingkatan puasa yang paling rendah adalah hanya meninggalkan minum dan makan saja.” (Latha’if Al Ma’arif; 277).
Oleh karena itu, ketika keluar dari bulan Ramadhan seharusnya setiap insan menjadi lebih baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sebab, dia sudah ditempa di “madrasah” Ramadhan untuk meninggalkan berbagai macam maksiat. Orang yang dahulu bermalas-malasan untuk mengerjakan shalat 5 waktu, seharusnya menjadi sadar dan rutin mengerjakannya di luar bulan Ramadhan.
Begitu juga dalam masalah shalat jamaah bagi kaum laki-laki, hendaklah pula dapat dirutinkan untuk dilakukan di masjid, sebagaimana rajin dilakukan ketika bulan Ramadhan. Begitu pula dalam bulan Ramadhan, banyak wanita muslimah yang berusaha menggunakan jilbab yang menutup diri dengan sempurma, maka di luar bulan Ramadhan pun seharusnya hal ini tetap dijaga. Rasulullah pernah bersabda:
Artinya: “(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinyu (terus-menerus), walaupun sedikit.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, dan lbnu Majah).
Para ulama juga seringkali mengatakan, “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah) hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Inilah beberapa hikmah syar’i yang luar biasa di balik puasa Ramadhan. Oleh karena itu, para salaf sangatlah merindukan bertemu dengan bulan Kamadhan agar memperoleh hikmah- hikmah yang ada di dalamnya. Sebagian ulama mengatakan, “Para salafush-shalih biasa berdoa kepada Allah selama enam bulan agar dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan. Dan enam bulan sisanya, mereka berdoa agar amalan-amalan mereka diterima”. (Latha’if Al-Ma’arif, 369).
Semoga Allah menerima setiap amalan kita di bulan Ramadhan dan menjadikan kita insan yang lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan petunjuk kepada kita, ketakwaan, sikap menjauhkan diri dari hal-hal yang haram, dan memberikan kepada kita kekuatan untuk senantiasa ber-istiqamah di jalan-Nya. Allahumma Aamiin.
***********
Gowa, 25 Maret 2023
Penulis: Wahyuni Subhan
(Mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Pengurus Mujahid Dakwah Media)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)