“Ya Allah! Saya memohon kepada-Mu agar tubuh Ubai bin Ka’ah selalu ditimpa sakit panas sampai dia bertemu dengan-MU, tetapi sakit panas yang menimpaku itu jangan sampai menghalangiku untuk mengerjakan sholat, puasa, haji, umroh dan berjihad dijalan- Mu.” (Ubay bin Ka’ab)
Saudaraku yang tengah merasakan nikmat sehat, bahagianya hati kita jika berada dalam keadaan yang sehat, tidak sakit. Tidak pernah putus doa kita kepada Allah Pemilik kesehatan. Ila menjadi doa yang tak pernah terlupakan di dalam doa-doa kita pada-Nya. Memohon untuk selalu dalam kebaikan dan kesehatan, ” Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, berilah petunjuk padaku, selamatkanlah aku (dari berbagai penyakit), dan berikanlah rezeki kepadaku” . Begitupun dalam dzikir keseharian kita, “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang luas, dan penawar (kesembulhan) dari segala penyakt.
Namun, ternyata fitrah kita sebagai manusia, ketika diberi kesehatan, maka kita lalai dari mensyukurinya. Hidup sehat tanpa penyakit menurut kita, kelaziman yang terjadi tiap harinya. Barulah terasa ia nikmat ketika kita merasa sakit dan kehilangannya. Hingga Jarang, sangat jarang kita memulai hari di tiap paginya dengan berucap syukur khusus untuk nikmat kesehatan yang kita punyai. Parahnya, kita menyesali penyakit yang menjangkiti tubuh kita Karena menganggap ia penghalang semua aktivitas dan tak ada kebaikan darinya sedikit pun, kecuali hanya memberatkan kita saja.
Allah ‘Azza wa Jalla sering menurunkan ujian dan musibah untuk hamba-Nya sebagai ujian kesyukuran. Kemudian, menaikkan derajatnya karena kesyukuran tersebut. Sering pula Dia menguji hamba-Nya karena terlalu rindu, saking lamanya hamba tersebut tak pernah mendatangi dan berkhalwat dengan-Nya penuh kekhusyuan. Atau seorang hamba yang diuji karena banyaknya dosa yang diperbuatnya, sebagai penghapus dan keringanan hukuman kelak di kampung akhirat.
Lain halnya dengan Ubay bin Ka’ab ,seorang sahabat yang sangat diagungkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam karena memiliki kedudukan yang sangat tinggi di hati Beliau dan di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla. Seorang Anshar dari Bani Khazraj yang telah mengikuti semua perjanjian dan peperangan penting dalam sejarah Islam. Rasulullah bangga dan mengakui keberhasilannya dalam berilmu, ” Selamat bagi anda atas ilmu yang anda capai.”
Setelah bertanya tentang ayat apa dalam Al Qur’an yang paling agung dan dijawabnya dengan Ayatul Kursiy.. Bukan hanya Rasulullah, bahkan shahabatnya “Umar bin Khattab berkata tentang Ubay bin Ka’ab, “Ubay adalah pemimpin kaum muslimin. “
Sejak masa shahabat, dia tak pernah jauh dari Rasulullah, sehingga ilmunya langsung diambil dari manusia pilihan Allah tersebut. Hingga wafatnya Beliau, dia tetap bersemangat dan tak pernah berhenti dari belajar dan mengamalkan ilmunya dengan akhlaq yang mulia. Walau mendapat kemuliaan dan berhasil menjadi shahabat yang dicintai, dia tidak berharap pujian dunia nmenenangkan hatínya, dia berkata tentang dunia, “Sesungguhnya makanan manusia itu bisa diambil sebagai perumpamaan bagi dunia: Bila dikatakannya enak atau tidak tetapi yang penting menjadi apa nantinya..!”
Yang lebih menakjubkan dari Ubay bin Ka’ab, Saudaraku. Di saat kita bersama seluruh manusia, kecuali beberapa saja yang optimis menjalani hidup memohon tak henti-hentinya untuk diberi kesehatan, dia menghadap Allah dan berdoa, “Ya Allah! Saya memohon kepada-Mu agar tubuh Ubai bin Ka’ab selalu ditimpa sakit panas sampai dia bertemu dengan-MU, tetapi sakit panas yang menimpaku itu jangan sampai menghalangiku untuk mengerjakan sholat, puasa, haji, umroh dan berjihad dijalan-Mu.” Hanya karena mendengar Rasulullah berkata, “Tiada suatu musibah (penyakit) yang meninpa badan seorang mukmin, Allah Subhanahu wa ta’ala menghapus dosa dosanya.” Bukan main dahsyatnya.
Kita memang beda dengan para shahabat yang sangat pandai menghikmai perkataan, lhuas akalnya, dan berani untuk menjual dunia dengan akhirat. Namun, bukan berarti kita tidak bisa berharap dan berusaha untuk menjadi seperti mereka, agar kita pun memiliki kedudukan di hadapan Allah Azza uwa Jalla. Mungkin, jika mendengar seorang berdoa memohon sakit tanpa mengetahui siapa orangnya, otak kita segera mengirimkan pesan ke lisan untuk berkata, “betapa bodohnya orang ini.” Tapi, ternyata yang berdoa bukanlah orang bodoh, bahkan orang terpandai yang diakui Rasulullah dan Allah Azza wa Jalla.
Allah mengabulkan permintaan Ka’ab dengan membern sakit panas hingga wafatnya. Mengeluhkah dia, menyesal, dan menderitakah dirinya? Tidak sama sekali. Dia wafat dalam keadaan beriman dengan hati yang sangat tenang, karena harapannya untuk sakit dan terhapus dosa-dosanya bisa tercapai. Dia tetap melaksanakan ibadah sebagaimana harapnya, tetap sholat, shaum, umrah, haji, dan amalan lainnya.
Berkaca dari sini, mari, Saudaraku. Stop mengeluh! Kita hanya sekali-kali saja sakit. Itupun mungkin hanya demam biasa saja. Lalu, kita beralasan untuk tidak mengerjakan ibadah. Meninggalkan sholat dan puasa. Waliyyadzu billah. Umur kita yang tersisa tak seberapa lagi, harus dikurangi lagi dengan sakit yang kita derita dan menjadi penghalang ibadah. Lalu kapan kita bisa mempersiapkan bekal?.
Kalaupun kita menderita sakit yang lebih parah dari Ubay bin Ka’ab, hingga menghalangi ibadah kita, maka di sana banyak doa dan dzikir memohon kesehatan, dan tidak dilarang oleh Allah untuk meminta. Kalau minta sakit saja Allah kabulkan, apalagi ketika kita minta sehat. Tapi ingat, kalau orang sakit seperti Ubay bisa tetap beribadah dan beramal, tentu ketika Allah memberi kesehatan, kita harus lebih baik amal ibadahnya. ” dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahuasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Qs Al-Baqarah: 186)
***********
Penulis: Dhee-ar (Di Sadur Dari Buku Setinggi Menara Masjidil-Haram h. 43-46)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)