Aktivitas pacaran tampak menjadi pemandangan yang sangat lumrah. Pergaulan pemuda di zaman sekarang kian bebas tanpa batas, bahkan anak seusia SD sekalipun. Terlebih beberapa orang tua, masyarakat, bahkan tenaga pendidik dan negara seperti mendukung praktik zina terselubung ini yang dikemas dengan istilah pacaran.
Bagaimana tidak? Beberapa orang tua mengizinkan anaknya pacaran, bahkan dengan terang-terangan membiarkan anak gadisnya diajak jalan oleh sang kekasih. Mirisnya, beberapa orang tua bahkan memberikan kebebasan kepada anak dan pacarnya untuk berzina di dalam rumahnya sendiri. Zina di sini tidak harus dengan berhubungan badan, melainkan berkhalwat (berdua-duaan), berpegangan tangan, bertatap-tatapan, berpelukan, dan selebihnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
Artinya: “Tidak boleh antara laki-laki dan wanita berduaan kecuali disertai oleh mahramnya, dan seorang wanita tidak boleh bepergian kecuali ditemani oleh mahramnya.” (HR. Muslim).
Hadis di atas dengan jelas melarang seorang laki-laki dan perempuan berduaan maupun bepergian tanpa adanya mahram yang menemani. Hal ini karena dikhawatirkan akan menyebabkan bahaya maupun hal yang tidak diinginkan.
Selain itu, masyarakat bahkan beberapa tenaga pendidik juga ikut mendukung dengan sengaja menjodoh-jodohkan. Ada yang sukarela menjadi ‘penghubung’, layaknya biro jodoh. Padahal di negara yang mayoritas Islam ini, pemeluk agamanya sudah tahu bahwa pacaran dan semacamnya dilarang dalam agama Islam. Pun yang tidak pacaran, tapi tetap melakukan aktivitas serupa. Sebab yang menjadi larangan di sini bukan ‘status pacarannya’ semata, melainkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan di dalamnya karena menjurus pada perbuatan zina. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰۤى اِنَّهٗ كَا نَ فَا حِشَةً ۗ وَسَآءَ سَبِيْلًا
Terjemahnya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32).
Dari ayat Al-Quran tersebut menyatakan bahwa Islam sangat melarang adanya pacaran karena ini termasuk perbuatan zina. Meski demikian, pacaran masih menjadi hal yang wajar di kalangan masyarakat umum. Bahkan pacaran seperti tradisi turun temurun. Padahal dampak dari pacaran sudah banyak ditampilkan di berita-berita dan lingkungan sekitar yang berujung malapetaka.
Seperti kasus terbaru yang menghebohkan warga dan jagat maya, tentang pembunuhan seorang pelajar yang ditemukan di sela batu area permandian Eremerasa Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Ahad (11/09/22). Sehari setelahnya, melalui konferensi pers yang dilakukan oleh Kapolres Bantaeng, dikatakan bahwa pelaku dari pembunuhan tersebut tak lain ialah pacar korban sendiri. Kasus seperti ini bagai fenomena gunung es. Terlihat di permukaan banyak, di bawahnya lebih banyak lagi.
Tentu hal ini tidak sepenuhnya salah pemuda, sebab dalam sistem negara di mana kebebasan begitu dielu-elukan. Kebebasan berekspresi dan bertingkah laku dijamin oleh demokrasi. Tontonan dewasa mudah diakses di media online. Maka tidak heran jika lahirlah manusia yang terbiasa berpakaian dan berperilaku tak senonoh, free sex, kumpul kebo, zina terselubung (pacaran) dianggap hal biasa. Menjadikan manusia tak manusiawi dan dengan mudah melanggar kodratnya. Belum siap menjalin hubungan halal tapi sudah berani melakukan aktivitasnya.
Ditambah lingkungan yang seolah acuh dan sekilas mendukung perilaku bebas. Pemuda sudah biasa bergaul dengan lawan jenis hingga memiliki hubungan spesial. Lambat laun mempengaruhi pemuda yang lain, ingin mencoba seperti mereka agar terlihat gaul, laku, dan tidak culun. Sadar atau tidak, hal tersebut merupakan salah satu bentuk bobroknya pemuda saat ini.
Di sekolah, pelajaran pendidikan agama sangat kurang. Waktu yang terbatas seperti tidak ada ruang untuk belajar agama secara kaffah (menyeluruh tanpa terkecuali). Sebab waktu habis untuk menyelesaikan materi pembelajaran yang hanya sebatas teori tanpa pemahaman mendalam oleh peserta didik.
Namun dari sekian penjelasan sebelumnya, yang paling berperan ialah orang terdekat dari para pemuda tersebut, yakni kedua orang tua atau keluarga. Kedua orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya karena telah diberi anugerah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa perasaan kasih sayang kepada anak-anak mereka, hingga keduanya merasa punya rasa tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi, melindungi, dan membimbing keturunan mereka.
Maka dari itu, setiap muslim dan muslimah diwajibkan untuk menuntut ilmu dan belajar agama, sebab apa pun profesi dan pekerjaannya, pada akhirnya akan tetap menjadi pendidik dan role model bagi anak-anaknya. Sehingga di kemudian hari tidak lagi latah dengan mengizinkan anak-anaknya menjadi pelaku zina terselubung berkedok pacaran hingga menjadi sumber malapetaka akibat campur tangan setan laknatullah.
Pun pemuda saat ini juga harus ikut berperan. Jangan hanya mengandalkan orang tua, menyalahkan keadaan, dan pasrah akan sistem negara yang carut marut tak karuan. Menjadi pemuda muslim harus paham dengan Islam yang kaffah, harus tahu dari mana manusia berasal, tujuannya hidup untuk apa dan kelak akan ke mana setelah meninggal dunia. Ketika sudah paham asal dan tujuan hidup, maka pemuda tidak akan lagi menghabiskan waktu hanya dengan kesenangan duniawi yang fana.
Pemuda Islam hanya terikat kepada aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menyandarkan segala perbuatannya kepada halal dan haram, bukan hawa nafsu semata. Sebagai muslim, wajib meyakini bahwa hanya dengan Islam, manusia mulia dunia akhirat.
***********
Penulis: Rika Arlianti DM
(Jurnalis FMDKI News & Pengurus FMDKI Bulukumba)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)