“Syiah menghimpun segala keburukan yang ada pada ajaran manapun yang pernah ada”.
Satu-satunya sempalan dalam agama Islam yang hingga kini tetap eksis dan memiliki pengaruh besar pada tatanan global adalah Syiah. Eksis karena ajarannya mengakar, mereka memiliki ulama dan institusi pendidikan yang mengajarkan ajarannya secara tradisional. Secara global, Iran yang menjadikan Syiah sebagai ajaran–untuk tidak mengatakan agama–resmi negara, menjadi salah satu negara dengan kekuatan militer, ekonomi, dan politik yang cukup diperhitungkan dunia, utamanya di kawasan Timur Tengah.
Kekuatan militer Iran misalnya. Ketika Organisasi Global Firepower (GFP) merilis hasil pemeringkatan negara berdasarkan basis kekuatan militer. Dimana pemeringkatan tersebut menggunakan lebih dari 50 faktor untuk menentukan skor indeks kekuatan militer atau PowerIndex (PwrIndx) dengan kategori mulai dari kekuatan militer, produksi minyak, keuangan, hingga logistik dari 138 negara. Iran berada di urutan ke-14. Di bawah Mesir ke-09, Turki ke-11, di atas Pakistan yang Ke-15 dan Indonesia ke-16. Inilah lima negara Muslim yang memiliki kekuatan militer dan tempur terkuat di Dunia.
Saya sangat percaya dan yakin, jika pemantik utama Iran untuk bangkit dari berbagai sisi, baik itu ekonomi, militer, pendidikan, dan seterusnya adalah berasal dari pemahaman agama yang mereka miliki, dan tentu saja, sebagaimana keinginan Khomeini, untuk memperkuat pengaruhnya di dunia, lebih khusus dunia Islam.
Tulisan ini, bermaksud membongkar propaganda Syiah di Indonesia yang sudah pasti mendapat dukungan dari Iran. Namun untuk mempersempit pembahasan maka saya buat pembatasan masalah. Bahwa yang dimaksud dengan Syiah dalam tulisan ini adalah Syiah Imamiyah Itsna’asyariah, atau Syiah Imam 12 dinamakan demikian karena mereka memiliki imam dengan jumlah tersebut. Istilah lain yang digunakan adalah, Syiah Rafidhah. Mereka yang mula-mula menolak Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin Khathtab dan hampir semua sahabat Nabi disertai mencaci dan mengkafirkan mereka karena diklaim menentang dan mengingkari teks wasiat penunjukan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah pasca Rasulullah wafat.
Asal-usul istilah ‘Rafidhah’ untuk Syiah Imamiyah karena penolakan mereka terhadap Zaid bin Ali Zainal Abidin bin al-Husain (79-122 H) yang tetap memuliakan Abu Bakar dan Umar dikala pengikutnya meminta beliau untuk mencela dan menista keduanya, sehingga menyebabkan para pengukutnya berpaling. Kala itu, terlontar ucapan dari Zaid bin Ali, “Rafadhtumuni. Kalian telah menolakku!”. Dari sini istilah populer itu muncul, Rafidhah, karena Sang Imam menolak mencela dan mencaci Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhuma.
Baca Juga: Membongkar Propaganda Syiah Indonesia (2): Stigma Wahhabi dan Jahhali
Istilah lain yang lebih terlihat akrab, untuk Syiah Imamiyah dan Rafidhah adalah ‘Mazhab Syiah’. Penting saya tegaskan, bahwa istilah-istilah tersebut hanya casing belaka, isinya tetap satu. Jadi ketika saya menulis ‘Syiah’ maksudnya adalah Syiah Imam 12 alias Rafidhah, dan ‘Mazhab Syiah’. Tulisan ini belaku one shoot one target, sperti sniper. Sebaliknya, Ahlussunnah Wal Jama’ah yang saya anut dan yakini kebenarannya seratus persen sebagaimana Syiah saya yakin sesat dengan persen yang sama. Maka penyebutan untuk Ahlussunnah saya ringkas menjadi Sunni.
Ada pun metode penulisan, merujuk pada wejangan Guru Besar saya, Prof Ahmad Tafsir, pesan beliau, “Penulis itu harus subjektif, karena dia sebagai subjek atau pelaku,”. Selain itu, Prof Didin Hafidhuddin juga menekankan, “Setiap apa yang kita tulis akan menjadi tanggungjawab kita, bahkan mengutip pendapat orang lain untuk memperkuat pendapat kita sejatinya sudah menjadi milik kita, makanya hati-hati dalam mengutip pendapat orang lain!”.
Maka tulisan ini, adalah subjektif-objektif. Semua saya yang tulis, siap saya pertahankan, dan pertanggungjawabkan dunia-akhirat. Jika ada yang keberatan, Kenapa saya subjektif, maka saya jawab “Iya, saya memang subjektif, jawablah tulisan ini dengan adil dan subjektif pula!”. Walau saya punya perinsip dalam menulis, Tulisan saya benar tapi boleh jadi ada yang salah. Tulisan Anda salah, tapi boleh jadi ada juga yang benar. Amma Ba’du!
***********
Penulis: Dr. Ilham Kadir, MA
(Anggota Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Pimpinan BAZNAS Enrekang dan Dosen Universitas Muhammadiyah Enrekang)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)