Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Terjemahnya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqomah), maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan bergembiralah dengan jannah (surga) yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushilat : 30)
Orang-orang yang meyakini bahwa Allah pemilik segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi termasuk apa yang kita miliki hari ini. Ketika ia kehilangannya termasuk kehilangan orang yang dikasihinya, disayanginya, orang yang dicintainya. Baik itu saudaranya, orang tuanya, pasangannya dan orang-orang terdekatnya yang sangat ia cintai maka ia akan sedih. Tapi sedihnya bukanlah sedih yang menghancurkan, bukan sedih yang kontra produktif.
Ia akan sedih sebagaimana sedihnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sedih ketika istrinya Khadijah meninggal, pamannya Abu Thalib meninggal bahkan tahun tersebut dinamakan tahun kesedihan.
Bentuk kesedihan lain yang dialami Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yaitu saat kematian putranya Ibrahim, ia begitu sangat bersedih. Sebagaimana dalam sabdanya,
Artinya : “Sesungguhnya mata ini menitikkan air mata dan hati ini bersedih, namun kami tidak mengatakan sesuatu yang tidak diridhai Rab kami. Sesungguhnya kami bersedih dengan kepergianmu wahai Ibrahim.” (HR. Bukhari).
Melihat air mata Nabi yang bercucuran, Abdurrahman bin Auf bertanya, “Engkau juga menangis Rasulullah?” Rasulullah menjawab ini adalah tangisan kasih sayang.
Tangis dari rasa sedih yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tampakkan adalah sedih kasih sayang. Beliau bersabda :
إِنَّمَا يَرْحَمُ اللهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-hambaNya yang penyayang (HR At-Thobrooni dalam al-Mu’jam al-Kabiir, dan dihasankan oleh Syaikh Albani dalam shahih Al-Jaami’ no 2377)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda
الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَانُ، اِرْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Para pengasih dan penyayang dikasihi dan di sayang oleh Ar-Rahmaan (Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-pen), rahmatilah yang ada di bumi niscaya kalian akan dirahmati oleh Dzat yagn ada di langit” (HR Abu Dawud no 4941 dan At-Thirmidzi no 1924 dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam as-Shahihah no 925)
Dari hadits diatas jelas bahwa sesungguhnya yang dirahmati oleh Allah dan disayangi dari hamba-hambaNya adalah yang sayang kepada saudaranya dan bisa mengungkapkan kasih sayangnya.
Jadi, sedih itu penting sebagaimana kisah sedihnya Rasulullah yang telah diceritakan diatas. Namun, sedihnya bukanlah sedih yang menghancurkan, yang bisa membuat seseorang tidak produktif, yang membuat kita drop, terpuruk, malas melakukan apapun. Bukan sedih seperti itu yang Rasulullah contohkan.
Karena rasa sayang itu diiringi dengan keyakinan bahwa apa yang ada disisi kita hari ini sejatinya bukanlah milik kita. Saudara, orang tua, pasangan, dan orang-orang terdekat kita mereka semua adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Orang-orang yang kemudian kita cintai dan kasihi hari ini, mereka adalah titipan dari Allah untuk menemani kita yang kapanpun bisa Allah ambil sesuai kehendakNya.
Selain keyakinan bahwa apa yang ada disisi kita hari ini sejatinya bukanlah milik kita melainkan semuanya milik Allah. Kita juga perlu menghadirkan keyakinan bahwa In Syaa Allah kita akan reuni dengannya di Surga jika ia beliau beriman dan kita juga beriman.
Dengan keyakinan bahwa ia akan bertemu kembali dengan orang-orang yang dikasihinya akan bertemu kembali di Surga-Nya jika kita beriman dan istiqomah.
Saudariku, percayalah ketika dua keyakinan ini kita tanamkan dalam diri kita maka kesedihan yang kita alami akan hilang dan salah satu do’a yang dianjurkan Rasulullah untuk kita baca dikala bersedih sebagai berikut
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ ,حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ
“Ya Allah, Sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu (Adam), dan anak hamba perempuan-Mu (Hawa). Ubun-ubunku di tangan-Mu, keputusan-Mu berlaku padaku, qadha-Mu kepadaku adalah adil. Aku mohon kepada-Mu dengan setiap nama (baik) yang telah Engkau gunakan untuk diri-Mu, yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu atau yang Engkau khususkan untuk diri-Mu dalam ilmu ghaib di sisi-Mu, hendaknya Engkau jadikan Al-Qur’an sebagai penentram hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap duka dan kesedihanku.” (HR. Ahmad)
Menurut riwayat Ibnu Sunni, Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Barangsiapa yang membaca doa ini kala ditimpa kegundahan, niscaya Allah Swt. akan menghilangkan kegundahannya dalam menenangkan hatinya (sebagai pelipur lara)”
Selain itu dekatkan diri dengan Al-Qur’an. Bukan hanya sekedar membacanya tapi tadabburi, hayati setiap ayat yang kita baca. Karena Al-Qur’an adalah As-Syifa. Allah Subhanahu Wa Ta’ala befirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاۤءَتْكُمْ مَّوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَشِفَاۤءٌ لِّمَا فِى الصُّدُوْرِۙ وَهُدًى وَّرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ
“Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.” (QS. Yunus : 57)
***********
Gowa, 18 Juni 2022
Penulis: Wahyuni Subhan
(Mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Pengurus Mujahid Dakwah Media)
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)