4.) Senantiasa Khusyuk dalam Shalat
Pemuda Muslim yang bertakwa kepada Rabb-Nya dianjurkan agar melaksanakan shalat secara baik, dengan senantiasa melibatkan kekhusu’an hati dan ketundukan seluruh anggota badan. Saat shalat itu dia bisa menyimak makna ayat-ayat Al-Qur’ an yang dibacanya, menghayati sepenuhnya makna-makna tasbih dan doa yang diucapkannya sehingga seluruh relung-relung jiwanya ditaburi ketundukan kepada Allah, hatinya penuh hidayah, rasa syukur dan ubudiyah kepada-Nya. Jika shalatnya tidak dipagari sedemikian rupa maka bisikan setan akan mengalihkan jiwanya dari kekhusyu’ an hati dan kejernihan pikiran sehingga dia tidak lagi bisa menghayati Kalam Allah yang dibacanya, pujian, tasbih, dan tahmid yang diucapkannya.
Tidak seharusnya Pemuda Muslim meninggalkan tempat shalatnya seketika itu pula seusai shalat untui menyibukkan diri dalam berbagai kesibukkan lainnya dalam hidup. Tetapi sebaiknya dia memohon ampunan kepada Allah tiga kali seperti yang biasa dilakukan Rasulullah , mengucapkan seperti yang biasa beliau ucapkan, yaitu
“Ya Allah Engkau adalah keselamatan dan dari-Mu keselamatan Keberkehan untuk-Mu dan kehormatan wahai pemilik kemuliaan” (HR. Muslim)
Dia juga membaca berulang-ulang tasbih dan dzikir-dzikir yang disebutkan di dalam sunnah yang suci seperti yang biasa dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam seusai shalat, yang macamnya banyak sekalı. Yang paling penting adalah bertasbih kepada Allah tigapuluh tiga kall, bertahmid dan bertakbir dengan jumlah yang sama, lalu sekali bacaan agar genap seratus: La ilaha illallahu wahdahu la syariika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir. Diriwayatkan secara shahih dari Rasulullah , beliau bersabda,
“Barangsiapa bertasbih kepada Allah setiap kali selesai shalat sebanyak tigapuluh tiga kali, bertahmid kepada Allah sebanyak tigapuluh tiga kali, bertakbir kepada Allah sebanyak tiga puluh tiga kali, yang jumlah semuanya ada sembilan puluh sembilan kali, dan mengucapkan kelengkapan seratusnya, “Tiada llah selain Allah semata, yarng tiada sekutu bagi-Nya, kepunyaan-Nya kerajaan dan kepunyaan-Nya pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu’ maka kesalahan-kesalahannya diampuni, sekalipun seperti buih di lautan. “(HR. Muslim)
Kemudian dia bisa menghadap kepada Allah dengan berdoa secara khusyu’ agar semua urusannya dilancarkan dan dibaguskan, urusan dunia dan urusan akhirat, agar dilimpahi nikmat-Nya, nikmat lahir dan nikmat batin, agar diberi petunjuk jalan yang lurus dalam urusannya.
Dengan cara begitu dia bisa keluar dari shalat dalam keadaan bersin jiwanya, tenang hatinya, suci ruhnya, semua keadaan dirinya terisi kekuatan spiritual, yang bisa membantunya dalam menghadapi beban kehidupan, berjalan dalam rengkuhan Rabb-nya secara aman, tidak terguncang apabila dia ditimpa sesuatu yang kurang menyenangkan dan tidak kikir apabila mendapat limpahan kebaikan Inilah ia keadaan orang-orang yang senantiasa shalat, lurus dan khusyu, sebagaimana firman Allah,
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa yang tidak mau meminta). ” (AI-Ma’arij: 19-25)
Dalam ayat diatas menjelaskan bahwa di antara sifat asli manusia adalah gampang mengeluh jika ditimpa kesusahan dan kikir jika mendapatkan nikmat, ia lupa bahwa dalam rejeki yang ia peroleh sesungguhnya terselip hak-hak orang yang membutuhkan, seperti fakir miskin dan lainnya.
Menurut Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya ayat ini yang bisa menghilangkan sifat buruk tersebut adalah shalat dan zakat. shalat yang dilakukan dengan hati penuh keikhlasan karena Allah dapat menunjukkan seseorang kepada sifat-sifat baik. Shalat juga mendorong seseorang menyadari bahwa dalam rejeki yang ia miliki terdapat hak-hak orang yang membutuhkan.
Salah satu kisah seorang pemuda Muslim yang khusyuk dalam shalatnya adalah apa yang diriwayatkan dari Syaidina Ali bin Abi Thalib ra. Dalam suatu peperangan, sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. Terpanah pada salah satu anggota tubuhnya. Para sahabat mengatakan bahwa untuk memanah tersebut dari tubuh beliau maka sebagian besar harus dilukai atau dipotong,jika tidak dilakukan maka panah itu tidak bias diambil.
Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib lalu berkata:”bila aku ditengah menjalankan solat maka keluarkanlah panahnya”. Sayyidana Ali lalu menjalankan solat lalu para sahabat segera anggota anggota tubuhnya dan mengeluarkan panah tersebut dari tubuh sayyidina Ali. Sungguh meski demikian, sayyidina Ali bin Abi Thalib tidak akan berubah dalam menjalankan solatnya. Ketika beliau selesai solat, sayyidina Ali berkata:” mengapa kamu tidak memasang panah itu? ( Kitab Irsyadul Ibad )
Ada pula kisah dari seorang tabi’in yang diceritakan oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah bagaimana sangat khusyu’nya shalat tabi’in tersebut. Ia pernah diamputasi dalam keadaan ia sedang shalat. Pikirannya begitu konsentrasi saat shalat, tidak melayang ke mana-mana, sehingga walau kaki sedang dipotong pun tidak terasa apa-apa. Masya Allah … Shalat yang luar biasa.
Ia bernama ‘Urwah bin Zubair. Beliau terkena penyakit akilah pada sebagian anggota tubuhnya di mana penyakit tersebut dapat menggerogoti seluruh tubuh. Akibatnya, dokter memvonis anggota tubuh yang terkena akilah tersebut untuk diamputasi sehingga anggota tubuh yang lain tidak terpengaruh. Bayangkan saat itu belum ada obat bius supaya bisa menghilangkan kesadaran ketika diamputasi. Lalu ia katakan pada dokter untuk menunda sampai ia melakukan shalat. Tatkala ia melakukan shalatnya barulah kakinya diamputasi. Dan ia tidak merasakan apa-apa kala itu karena hatinya sedang sibuk bermunajat pada Allah. Hati jika sudah tersibukkan dengan sesuatu, maka tidak akan merasakan sesuatu yang terkena pada badan. (Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin)
Renungkanlah kisah shalat salah seorang tabi’in itu yang begitu sempurna. Walaupun ia belum dan tidak pernah bertemu Rasulullah secara langsung akan tetapi ketakwaannya kepada Rabb-Nya yang tercerminkan dari bagaimana ia bisa shalat dengan sangat khusyu, segala macam kesibukan dibuang jauh-jauh, bahkan hingga kakinya diamputasi pun, mereka tidak merasakan apa-apa karena sedang terhanyut dalam shalat.
Selain kisah Urwah bin Zubair, ada juga dari kalangan para ulama untuk kita jadikan tauladan dalam persoalan kekhusyuk dalam shalat. Seringkali ketika menjalankan shalat dengan khusyuk, Allah menunjukkan keaguangan-Nya berupa hal-hal yang terkadang sulit dinalar yang berlaku pada para ulamanya tersebut.
Bisa kita lihat kisah Ar Rabi’ bin Khutsaim yang merupakan salah seorang ulama yang dikenal amat khusyu’ dalam shalatnya. Hingga suatu saat seorang laki-laki yang biasa pergi ke masjid lebih awal menjumpai Ar Rabi’ bin Khutsaim sedang sujud.
Laki-laki itu pun menyatakan,”Ar Rabi’ bin Khutsaim jika bersujud seperti pakaian yang teronggok, hingga datang burung-burung pipit dan hinggap di atas tubuhnya.” (Shifat Ash Shafwah, 3/ 39)
Kisah lain yang tidak kalah menakjubkan yaitu kisah Abu Abdullah Al Marwazi. Abu Bakr Muhammad bin Ishaq mengisahkan,”Aku tidak mengetahui siapa yang shalatnya lebih bagus daripada Abu Abdullah Al Marwazi. Telah sampai kepadaku kabar bahwa suatu saat ada seekor zunbur (kumbang penyengat) menyengat dahinya, hingga darah mengalir ke wajahnya, namun ia tidak bergerak sama sekali (Shifat Ash Shfwah 4/130).
Imam Al Bukhari suatu saat melaksanakan shalat dhuhur bersama para sahabatnya. Setelah selesai, ulama besar ini melaksanakan shalat sunnah. Setelah usai melaksanakan shalat sunnah Imam Al Bukhari mengangkat ujung gamisnya dan bertanya kepada para sahabatnya,”Apakah kalian melihat ada sesuatu di balik gamis?”
Ternyata dibalik kainnya didapati seekor lebah, dan terlihat bekas sengatan di kulit Imam Al Bukhari sebanyak 16 atau 17 sengatan. Di itu menyebabkan bengkak di badan.
Seorang dari sahabat Imam Al Bukhari pun menyampaikan,”Mengapa engkau tidak membatalkan shalat sejak awal disengat?”
Imam Al Bukhari pun menjawab,”Aku sedang membaca surat, dan aku menginginkan untuk menyempurnakannya!” (Siyar A’lam An Nubala, 12/442)
Sebenarnya masih sangat banyak kisah dari tiga generasi terbaik yang patut kita jadikan sebagai tauladan kita dalam mengarungi kehidupan ini. Terlebih-lebih lagi jika itu berhubungan dengan ibadah kita kepada Allah Subhanahu wata’ala. Salah satunya bagaimana mereka khusyu dalam menunaikan ibadah shalat kepada Rabb-nya.
Ini merupakan wujud ketakwaan pemuda Muslim ditanamkan islam ke dalam jiwa pemuda tersebut. Pemuda Muslim yang benar keyakinannya hatinya akan senantiasa khusyuk saat menghadap Allah SWT berdialog dengan Allah tanpa terlintas pikiran lain kecuali hanya menghadap kepada Allah sehingga tidak ada bentuk gangguan yang mereka rasakan bahkan ketika salah satu anggota tubuh diantara mereka ada yang terluka saat shalat mereka tidak merasakannya karena sedang terhanyut dalam shalat.
***********
Bulukumba, 11 Desember 2021
Penulis: Wahyuni Subhan
(Mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Pengurus Mujahid Dakwah Media)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)