Muslim adalah orang yang berserah diri kepada Allah dengan hanya menyembah dan meminta pertolongan kepada-Nya terhadap segala yang ada di langit dan bumi. Kata muslim merujuk kepada penganut agama Islam saja, kemudian pemeluk pria disebut dengan muslimin dan pemeluk wanita disebut Muslimah (wikipedia).
Sedangkan, dikutip dari buku ‘Kapita Selekta Mutiara Islam’ karya Fadlun Amir, muslim adalah orang yang memeluk agama Islam, dan orang yang berpegang teguh terhadap ajaran Islam.
Orang muslim juga manusia, sama seperti manusia lainnya. Menjadi seorang muslim tidak menjamin terbebas dari dosa dan godaan setan laknatullah. Lalu apa itu dosa?
Secara bahasa, dosa ialah melakukan tindakan yang tidak dihalalkan. Sedangkan secara istilah, dosa adalah perbuatan yang melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya, yang telah ditetapkan sebelumnya untuk ditaati, dan pelakunya diberikan sanksi (uqubat) baik di dunia maupun di akhirat.
Dikutip dari dictio.id, dosa dibagi menjadi beberapa aspek, yaitu: Menurut kadarnya, yaitu dosa besar dan dosa kecil.
Dosa besar adalah dosa yang dilakukan dan akan diberikan sanksi di dunia dan di akhirat (neraka). Sedangkan menurut Adh-Dhahak, dosa besar adalah dosa yang telah diperingatkan oleh Allah, berupa hukuman yang pasti di dunia dan siksa di akhirat. Di antara dosa besar, sebagaimana dalam hadis berikut:
Artinya: “Jauhilah oleh kalian tujuh kedurhakaan.” Mereka bertanya, “Apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri saat pertempuran, menuduh wanita-wanita suci yang lalai dan beriman.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam Islam yang termasuk dosa besar adalah syirik, berzina, membunuh, berputus asa dari rahmat Allah, mendurhakai orang tua, merasa aman dari ancaman Allah, menuduh orang baik- baik berzina, memakan riba, lari dari medan pertempuran, memakan harta anak yatim, dan lainnya, masih ada beberapa dosa selainnya.
Sebagaimana riwayat yang menceritakan bahwa Sa’id bin Jubair berkata, “Ada seseorang bertanya kepada Ibnu Abbas tentang dosa-dosa besar, apakah jumlahnya ada tujuh?”
Maka Ibnu Abbas menjawab, “Jumlahnya lebih dekat dengan tujuh ratus macam. Hanya saja tidak ada istilah dosa besar selagi disertai istighfar, dan tidak ada istilah dosa kecil selagi dilakukan terus-menerus. Segala sesuatu yang dilakukan untuk mendurhakai Allah, disebut dosa besar. Maka barang siapa yang melakukan sebagian dari dosa itu, hendaklah memohon ampunan kepada Allah, karena Allah tidak mengekalkan seseorang dari umat ini di dalam neraka kecuali orang yang keluar dari Islam, atau mengingkari satu kewajiban atau mendustakan takdir.”
Sedangkan dosa kecil adalah pelanggaran atau kezaliman yang dilakukan seseorang yang dapat diampuni oleh Allah dengan melakukan pertaubatan, tanpa melakukan tebusan. Dosa kecil seperti melihat aurat orang lain, dengki, marah, dan lainnya. Tetapi, menurut kebanyakan ulama tidak ada dosa kecil, karena dosa kecil yang dilakukan terus menerus dan diremehkan akan menjadi dosa besar.
Dosa jasadiyah (jasad) dan batiniyah (batin). Dosa jasad adalah dosa yang dilakukan oleh tubuh manusia, seperti mata, telinga, tangan, kaki, hidung, kemaluan, dan bagian tubuh lainnya. Misalnya dosa mata, ketika seseorang tidak mampu menjaga pandangannya dari kejelekan, mata yang seharusnya melihat penciptaan-Nya dan segala sesuatu yang dihalalkan, maka dengan melihatnya akan memberikan kekaguman akan ciptaan-Nya, dan bersyukur akan keberadaan-Nya.
Demikian sebaliknya, jika ia tidak mampu menjaga pandangannya (lahadzat), maka akan mendatangkan kemurkaan Allah, seperti melihat kemaksiatan, aurat orang lain, dan sesuatu yang dilarang untuk dilihatnya.
Karena melihat di antara sumber bencana yang menimpa manusia. Sebagaimana dalam al-Qur’an dan hadis yang menjelaskan seorang muslim harus menjaga pandangannya, agar tidak masuk pada perangkap setan.
Artinya: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nuur: 30).
Sedangkan dosa batin adalah gerak hati atau rasa yang tidak baik, seperti hasad, dengki, sombong, kikir, egois, dan lainnya. Dan dosa batin, juga harus ditinggalkan seperti dosa jasad sebagaimana dalam al-Qur’an:
Artinya: “Dan tinggalkanlah dosa dhahir maupun batin” (Al-An’aam :120).
Beberapa ulama berpendapat bahwa dosa batin lebih berbahaya dari pada dosa dhahir, karena dosa batinlah yang memunculkan hasrat untuk melakukan dosa-dosa besar, seperti hasad, dengki, dan amarah, yang dengannya bisa melakukan pembunuhan terhadap orang lain. Sebagaimana hadis di bawah ini:
Artinya: “…Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila ia baik, baiklah seluruh jasadnya dan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging tersebut adalah hati.” (HR.Al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadis di atas kita tahu bahwa jika ia mampu mengendalikan batinnya dari melakukan perbuatan dosa, maka seluruh tubuh akan menjadi baik.
Dosa secara Umum
Dosa secara umum terbagi menjadi empat macam: malikiyah, syaithaniyah, sabu’iyah, dan bahimiyah. Keempat macam dosa ini dilihat dari segi sifat-sifat yang dilakukan manusia yang seharusnya sifat tersebut tidak dimiliki dan tidak digunakann oleh manusia yang beriman kepada Allah.
Dosa malikiyah adalah dosa yang dilakukan oleh seseorang karena mengambil kepemilikan sifat Tuhan yang tidak boleh dimiliki oleh manusia. Atau seseorang yang memperlihatkan perilaku yang tidak pantas baginya karena merupakan sifat Tuhan, seperti merasa besar (‘udhmah), sombong (kibriya’), angkuh (jabarut), memaksa (qahru), merasa tinggi derajatnya (‘ulwu), mempertuhankan diri (isti’badul khalqi), dan beberapa sifat lainnya.
Termasuk di dalamnya adalah dosa menyekutukan Allah, menyekutukan nama dan sifat-sifat-Nya dengan menjadikan Tuhan selain-Nya, dan menyekutukan-Nya dalam berinteraksi (muamalah). Dosa menyekutukan (syirik) tidak diampuni oleh Allah, dan masuk kategori dosa besar.
Dosa syaithaniyah adalah perbuatan yang menyerupai perilaku setan, atau sifat-sifat setan ia gunakan sebagai sifatnya. Perilaku setan, seperti dengki (hasad), kelewat batas (baghyu), menipu (ghasyu), dendam (ghullu), merayu (khada’), makar (makr), memerintahkan maksiat kepada Allah (bima’shillah), melarang berbuat taat kepada-Nya dengan segala tipu daya (nahyu thaath), serta mengajak berbuat bid’ah dan kesesatan (bida’ wa dhalal). Kerusakan akibat dosa ini di bawah dosa yang pertama.
Dosa sabu’iyah, dosa yang dilakukan dengan meniru sifat-sifat binatang buas (sabuiyah), seperti; permusuhan (adwan), marah (ghadab), pertumpahan darah (samk damak), memanfaatkan orang-orang yang lemah (tashwub dhuafa). Dosa ini mengakibatkan berbagai macam hal yang menyakiti sesama, tidak segan-segan berbuat aniaya, dan juga permusuhan.
Dosa bahimiyah adalah perilaku yang menyimpang, dengan meniru sifat-sifat tidak terpuji yang ada pada binatang, yaitu dosa keserakahan dan ketamakan untuk memenuhi isi perut dan menuruti nafsu kemaluan. Akibatnya adalah timbul perbuatan zina, mencuri, memakan harta anak yatim, kikir, pengecut, suka mengeluh, putus asa, dan lain sebagainya.
Dosa yang berhubungan dengan hak Allah dan hak Manusia
Dosa yang berhubungan dengan Allah adalah perbuatan menyimpang yang dilakukan manusia langsung kepada Allah, seperti meninggalkan salat, tidak puasa, tidak haji, menyekutukan Allah, dan dosa lainnya. Dosa-dosa tersebut kemungkinan diampuni oleh Allah kecuali dosa syirik.
Sedangkan dosa yang berhubungan dengan manusia adalah melakukan kezaliman atau melakukan perbuatan menyimpang kepada manusia lainnya, seperti mencuri, membunuh, merampok, dan dosa lainnya yang terkait langsung dengan manusia. Dosa seperti ini, tidak diampuni, kecuali orang yang terkait belum memaafkan atau menghalalkan dosa yang telah diperbuat orang tersebut kepadanya.
Lalu bagaimana sikap seorang muslim kepada orang yang berbuat dosa atau kezaliman?. Terkait itu, ada sebuah hadis Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari, beliau bersabda:
Artinya: “Tolonglah saudaramu, baik yang zalim maupun yang dizalimi.”
Ketika itu, para sahabat yang menyimaknya lantas bertanya, “Bagaimana cara menolong orang yang zalim, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Engkau mencegah dia dari berbuat zalim. Maka sesungguhnya engkau telah menolongnya.”
Pencegahan yang dimaksud bisa macam-macam bentuknya. Mulai dari lisan hingga perbuatan. Sebagai contoh, ketika seorang muslim menyaksikan seseorang hendak berbuat jahat kepada yang lain, maka langsung katakan kepadanya, “Jangan kamu melakukannya”.
Hal itu juga sudah diisyaratkan dalam hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim: “Aku (Abu Sa’id Al Khudri) pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ‘Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemunkaran, maka hendaknya dia mengubahnya dengan kedua tangannya. Jika tidak mampu melakukannya, maka hendaknya dengan lisannya. Jika tidak mampu lagi, maka hendaknya (mencegah kemunkaran) dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman.”
Kita juga harus mendoakan mereka, meskipun mendoakan kebaikan untuk orang yang telah berbuat zalim atau yang telah berbuat dosa kepada-Nya bukanlah hal yang mudah. Tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan, terlebih ketika kita telah meneguhkan niat karena-Nya dan hati hanya terpaut dengan-Nya. Seperti pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Mu’ad bin Jabal saat mengutusnya ke Yaman:
Artinya: “Dan takutlah doa orang terzalimi, karena tidak ada hijab (penghalang) antara ia dengan Allah.” (Muttafaq ‘Alaih).
Dalam hadis yang lain dikatakan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Tiga orang yang tidak akan ditolak doanya: orang puasa sampai ia berbuka, imam yang adil, dan doa orang yang dizalimi.” (HR. At-Tirmidzi).
***********
Penulis: Rika Arlianti DM
(Pengurus FMDKI dan TIM FMDKI News)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)