Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas segala rahmat dan karunia-Nya hingga detik ini kita masih merasakan nikmanya iman dan Islam dalam diri kita. Menjadi bagian dari para pejuang agama-Nya, semoga kita senantiasa istiqomah dalam menebar cahaya Islam kepada seluruh ummat manusia.
Peradaban Islam adalah peradaban yang penuh dengan keemasan. Peradaban yang sangat panjang, lebih dari seribu tahun lamanya yang semuanya bermuara dari manusia terbaik yaitu Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam.
Sejarah perjuangan dalam menebarkan cahaya Islam telah memberikan banyak kemuliaan bagi para pengusungnya. Bermula dari Rasulullah, Para Sahabatnya, Tabi’in, Asbaut Tabi’in hingga para ulama yang ada diberbagai belahan dunia sampai pada Nusantara.
Memahami akar sejarah perjuangan para ulama dalam menebarkan cahaya Islam adalah sebuah kewajiban bagi para pejuang dakwah, karena sejarah adalah sumber inspirasi dan motivasi untuk tetap kokoh dalam langkah perjuangan. Karenanya, pada tulisan singkat ini akan mengulas salah satu Ulama Besar Indonesia atau Nusantara yakni Syaikh Abdul Qadir Shabir Mandailing. Semoga kita bisa mengambil manfaat dan semangatnya menuntut dan mengajarkan ilmu serta perjalananya dalam memperjuangkan Islam.
Beliau adalah Abdul Qadir bin Shabir bin Findi Mandailing Al-Makky Asy-Syafi-iy. Beliau dari suku atau daerah Mandailing dan ada juga ulama lain yang mirip dengan nama beliau, yaitu Syekh Abdul Qadir bin Thalib Mandailing Al-Makkiy, tapi beliau lebih junior dan merupakan salah satu murid Syekh Hasan Masysyath.
Syaikh Abdul Qadir Shabir Mandailing ini lahir di kota siantar Kabupaten Mandailing Sumatera Utara pada tahun 1282 H / 1865 M. Dalam A’lam Al-Makkiyyin tahun lahir beliau disebutkan 1283 H / 1866 M.
Beliau awal mula mempelajari Al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama Islam di daerah asalnya saat berusia 10 tahun. Pada usia 13 tahun beliau berangkat ke Makkah sehingga beliaupun menghabiskan masa remaja dan masa mudanya disana.
Di kota Makkah beliau menimba ilmu dari berbagai halaqah kajian para ulama. Beliau mempelajari banyak buku ilmu di hadapan Syekh Bakri Syatha dan sangat mendapat manfaat ilmu dari beliau. Beliau juga mempelajari ilmu mantik, fakak, hadits dan bahagia dari Syekh Abdul Karim Ad-Dagistany. Selain pada mereka, beliau juga belajar pada Syekh Husain Al-Habsyiy, Syekh Muhammad Sa’id Babushail dan Syekh Umar Barakat Asy-Syamiy.
Setelah para gurunya melihat ketinggian ilmunya, beliau lalu diberikan rekomendasi untuk menjadi pengajar di Masjidil Haram sekitar tahun 1308 H / 1891 M. Maka, beliau pun membuka halaqah kajian disana dan juga dirumahnya.
Pada tahun 1333 H / 1915 M, beliau bersama 14 ulama besar lainnya terpilih menjadi ulama pengajar secara resmi di Masjidil Haram. Beliau pun fokus mengajar di Masjidil Haram di hadapan banyak murid dan jemaah haji selama lebih dari 40 tahun.
Selain memiliki profesi pengajar di Masjidil Haram, beliau juga ditunjuk sebagai salah seorang ulama yang menjadi penguji bagi para penuntut ilmu senior di Madrasah Al-Falah dan Madrasah Shaulatiyyah.
Syekh Abdul Wahab Abu Sulaiman telah memasukkan beliau dalam deretan ulama fikih Masjidil Haram dan Kota Mekah di pertengahan abad 14 H dalam bukunya Al-Masjid Al-Haram, Al-Jami’ wa Al-Jami’ah. Beliau juga dipuji oleh banyak ulama diantaranya Syekh Abdussattar Al-Hindiy, ia berkata:
“Beliau menguasai dan mumpuni dalam berbagai bidang ilmu, mengajar di Masjidil Haram dan banyak orang yang mendapatkan manfaat dari dirinya.”
Syekh Zakarya Bilah juga menjulikinya, “Seorang alim, ‘Allamah, Muhaqqiq, seorang faqih yang berpemahaman mendalam dan terkenal.”
Beliau menikah di Kota Mekah dan memiliki keturunan yang semuanya lahir dan besar di Kota Mekah. Syekh Abdullah Mirdad sebagaimana dalam Al-Mukhtasahar min Nasyr An-Nur mengisahkan bahwa suatu saat di Mekah terjadi hujan besar yang membuat Kota Mekah banjir, sehingga banjir itu merobohkan beberapa rumah, termasuk rumah Syaikh Abdul Qadir Shabir Mandailing ini, yang membuat istri dan beberapa anaknya wafat karenanya. Setelah terjadi musibah ini, beliau lalu kembali ke Indonesia dan di sana beliau dibantu oleh keluarganya sehingga bisa kembali lagi ke kota Mekah.
Syaikh Abdul Qadir Shabir Mandailing wafat di Kota Mekah tanggal 26 Rajab tahun 1352 H atau sekitar tanggal 15 November 1933 M dan dimakamkan di Ma’lah.
Syekh Zakarya Bilah menyebutkan bahwa beliau memiliki beberapa anak yang masih hidup setelah wafatnya, yaitu Muhammad Ja’far (seorang guru di daerah Panyabungan, Mandailing Sumatera Utara), Abdul Hamid (seorang guru di Dar Al-Ulum Ad-Diniyah Mekah), dan Ya’qub (guru di Dar Al-Ulum Ad-Diniyah Mekah) rahimahullah.
Semoga Allah menerima amalan beliau dan mengampuni segala dosa-dosanya serta menjadikan kita semua sebagai penerus dakwah dan perjuangan dakwah beliau.
Demikian kami susun biografi singkat dari Syaikh Abdul Qadir Shabir Mandailing semoga menjadi inspirasi dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Nantikan Biografi Ulama-Ulama Nusantara lainnya yang akan diterbitkan rutin di website mujahiddakwah.com pada Jum’at pagi setiap pekannya. Terima kasih…
***********
Bersambung, Insya Allah…
Referensi: Buku 100 Ulama Nusantara Di Tanah Suci yang ditulis oleh Ustadz Maulana La Eda, Lc., MA
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)




















































































