MUJAHIDDAKWAH.COM, SURABAYA – Peneliti Senior INSISTS yang juga sebagai pakar Sejarah Dr. Tiar Anwar Bachtiar menyampaikan materi Islam dan Diskursus Kesetaraan Gender yang di adakan oleh PUSKAJI PPIDK Timtengka dan Aliansi Keputrian Timur Tengah dan Afrika (AKTA) Via Zoom Meeting pada Sabtu, (10/07/2021).
Di awal materinya Dr. Tiar menyampaikan bahwa syariat Islam telah menetapkan kedudukan bagi laki-laki dan perempuan. Sehingga kedudukan laki-laki tidak selalu berwujud sama.
“Islam sejak awal sudah menetapkan kedudukan yang sama secara prinsipil antara laki-laki dan perempuan. Kesamaan ini tidak selalu berwujud perlakuan yang sama. Ada perlakukan khusus laki-laki dan khusus perempuan. Perlakuan khusus diberlakukan mengingat dalam beberapa hal ada kekhasan antara laki-laki dan perempuan yang fidak mungkin dipersamakan. Perlakuan yang sama dan berbeda dasarnya adalah ‘ATURAN SYARI’AT’,” ujarnya dalam slide presentasi yang diterima mujahiddakwah.com.
Olehnya itu, kedudukan perempuan dan laki-laki di sisi Allah adalah sama, yang terbaik adalah yang paling bertakwa. Namun, dalam kehidupan sosial tentu berbeda dan memiliki tanggung jawab masing-masing. Dan syariat Islam telah sempurna dalam mengatur kehidupan dunia dan akhirat bagi setiap manusia.
“Syariat Islam telah sempurna sejak wafatnya Nabi. Syariat bertujuan mewujudkan “kemaslahatan manusia di dunia dan keselamafan di akhirat. Apa yang ada di dalam Syariat pasti berisi kemaslahatan. Maslahat ada ftiga: mu’tabardh, muighah, dan mursalan,” tegasnya.
Dr. Tiar Anwar Bachtiar menjelaskan bahwa kaum Feminis sering kali memberikan tuduhan-tuduhan terhadap Islam, yang menganggap syariat Islam lebih berpihak dan di dominasi oleh laki-laki.
“Mereka mengatakan bahwa kitab suci (sumber syariat) bias laki-laki, syariat berlaku terbatas zaman Nabi saja, tafsir atas syariat di dominasi oleh laki-laki sehingga bias terhadap perempuan, syariat membatasi ruang gerak perempuan dengan berbagai aturan seperti (poligami, menyusui anak, berjilbab dan lainnya. Syariat melanggengkan penindasan terhadap perempuan, syariat harus didekontruksi dan ditafsir dengan metode feminis,” paparnya.
Selain itu, Feminis umumnya berargumen hanya berdasar asumsi fentang syariat agama, bukan pemahaman yang mendalam dari semua aspek
“Feminis selalu mengedepankan suÚzhan dan permusuhan ferhadap semua yang berbau laki-laki. Feminis selalu skeptis ferhadap agama bahwa agama dapat menyelesaikan urusan berkaitan relasi laki-laki dan perempuan. Dasar pemikiran feminis yang sangat materialistik mengabaikan sama sekali unsur ruh (jiwa) dalam pendekatan penyelesaian urusan relasi gender,” pungkasnya.
Sebab itu, aturan syariat telah mengatur tentang kehidupan seorang laki-laki dan perempuan. Begitupun dengan kewajiban menutup aurat bagi perempuan sebagai bentuk penjagaan dari fitnah dan hal-hal yang buruk lainnya.
“Pelecehan terhadap perempuan secara statistik dan umum lebih besar terjadi kepada perempuan yang membuka aurat, dibandingkan dengan wanita yang menutup aurat. meskipun sering terjadi pelecehan wanita berhijab tetapi jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan perempuan yang membuka hijab. Karena tubuh wanita itu sangat berharga sehingga diperintahkan untuk ditutup dan juga dapat menimbulkan fitnah yang besar bagi laki-laki,” ungkapnya.
Reporter: Muh Akbar
Editor: Admin MDcom