Alhamdulillah, pada kesempatan ini kembali kita lanjutkan salah satu panduan dalam menuntut ilmu. Setelah beberapa hari yang lalu tidak maksimal berjalan. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dan faedah dari tulisan di bawah.
Belajar memang tidak bisa santai, sebab ilmu itu tidak akan bisa di raih tanpa dengan pengorbanan dan semangat juang yang tinggi. Walaupun hari ini sistem belajar di generasi muda kita semua dilakukan dengan santai, lewat hp, laptop dll. Meskipun memiliki dampak yang postif, tapi dampaknya bisa kita lihat digenerasi ini. Jauh dari kekokohan jiwa dan kecintaan terhadap ilmu.
Sejarah telah mencatat generasi yang kokoh iman, ilmu dan amalnya. Bahkan mereka meninggalkan negerinya, melakukan perjalanan yang panjang untuk meraih ilmu. Tapi, itulah yang membuat jiwanya kokoh dan menjadi ahli ilmu. Insya Allah, pada sesi akan datang kita akan angkat teladan menuntut ilmu para ulama.
Yah, menuntut ilmu tidak bisa santai. Orang-orang yang berlelah, berjibaku, meneteskan keringat, berjuang menuntut ilmu tidak memiliki jaminan mampu meraih kemuliaan dan ketinggian ilmu. Apatah lagi orang yang bersantai-santai melakukannya.
Bacalah kisah Abdurrahman bin Hatim, beliau adalah seorang ulama’ terkemuka, pernah menuturkan kisah perjalanan hidupnya.
“Aku bersama temanku pernah berada di negeri Mesir selama 7 bulan lamanya untuk mengambil ilmu dari para syaikh disana. Kami tidak pernah makan maraqah (sejenis kuah daging) disana. Di siang hari kami bermajlis bersama syaikh sementara di malam hari kami menulis dan memperbaiki catatan.
Pada suatu hari syaikh yang mengajar berhalangan hadir (sehingga ada waktu untuk keluar). Ketika kami melewati (melalui) sebuah jalan, kami melihat ada seseorang yang menjual ikan segar, maka kami pun membelinya. Namun tatkala kami bawa pulang dan hendak kami masak, ternyata telah tiba waktu belajar sehingga tidak mungkin bagi kami untuk mengolahnya. Akhirnya kami ikut belajar dan kami tinggalkan ikan itu.
Setelah 3 hari berlalu kami baru ingat akan ikan tersebut dan keadaannya sudah tidak segar lagi. Namun terpaksa kami memakannya dalam keadaan mentah karena tidak ada waktu lagi untuk mengolahnya.”
Lalu Abdurrahman berkata :
لا يستطاع العلم براحة الجسد
“Ilmu itu tidak akan dapat diraih dengan jasad yang bersantai-santai.” (Syiar a’lam an Nubala’).
Kisah Abdurahman bin Hatim rahimahullah di atas hanyalah sepenggal kisah dari perjalanannya menuntut ilmu, begitupula dengan para ulama yang lainnya. Mereka korbankan makan, tenaga dan waktu mereka dalam bersungguh-sungguh menuntut ilmu.
Bacalah juga kisah Ibnu Syihab Az Zuhri rahimahullah yang di anggap sebagai sang gunung ilmu. Beliau adalah ulama dengan andil besar dalam pembukuan hadis. Bahkan disebutkan dalam biografinya sebagai ulama yang pertama kali membukukan hadis atas perintah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah.
Bukan saja kapasitas keilmuannya yang diakui ulama yang sezaman dengannya. Namun keuletan dan kesungguhannya dalam menuntut ilmu agama sangat mengagumkan.
Nama beliau sebenarnya adalah Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdillah bin Syihab bin Abdillah Al Qurasyi Az Zuhri rahimahullah. Insya Allah, akan kita bedah biografi beliau dalam menuntut ilmu secara khusus, bagaimana caranya mampu meraih gelar sebagai sang gunung ilmu.
Nama yang populer disebutnya adalah Ibnu Syihab Az Zuhri. Memiliki banyak kelebihan dan kemampuan yang luar biasa yang jarang dimiliki oleh manusia.
Di antara sekian kelebihan Az Zuhri adalah kekuatan hafalan yang kokoh dan sangat kuat. Beliau adalah penghafal tak memiliki tanding, memiliki memori hafalan yang sangat banyak. Pantas jika Az Zuhri sendiri pernah menyatakan.
“Tidak pernah kalbuku menghafal sesuatu kemudian lupa.”
Beliau mampu menghafal Al Quran hanya dalam jangka waktu 80 malam! Kekuatan hafalan ini berbanding lurus dengan pemahamannya yang sangat tajam dan jernih.
Ia langsung bisa memahami pembicaraan lawan bicaranya tanpa perlu diulang lagi. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Jika dua kisah di atas menceritakan kekokohan ilmu dikalangan para ulama setelah sahabat, lantas bagaimana kekokohan ilmu generasi sahabat?
Tentu, tidak ada yang meragukan kekokohan ilmu Abdullah bin Abbas sebagai pakar tafsir terbaik di kalangan sahabat. Begitu juga dengan sahabat dengan periwayat hadis terbanyak Abu Hurairah radhiallahu anhu, dan sahabat yang lainnya.
Belajar gak bisa santai, yang santai itu minum kopi, teh, makan gorengan dll. Tapi, kalau belajar jangan santai. Sebab kita tidak akan meraih ilmu kecuali dengan keseriusan, keuletan dan perhatian yang khusus.
Belajar membutuhkan perjuangan, analisa yang tajam dengan apa yang dibaca dan dipelajari, mengokohkan hafalan seperti kokohnya gunung. Begitulah seharusnya sikap penuntut ilmu untuk meraih kekokohan, kemuliaan dan keagungan ilmu.
***********
Bersambung, Insya Allah…
Penulis: Muhammad Akbar, S.Pd., M.Pd
(Penulis Buku, Aktivis Media Islam, Pimpinan Mujahid Dakwah Media, Pengurus Madani Institute dan Pembina Daar Al-Qalam)
Referensi: Buku Mukthasar Minhajul Qashidin, Kitab Adabul Alim Wal Mutaallim, Kitab Ta’lim Muta’allim, Kitab Ihya Ulumuddin, Tafsir Ibnu Katsir, Shahih Bukhari, dan Kitab Hadits Lainnya.
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)