Tantangan pemikiran diera modern saat ini begitu kompleks. Beragam corak pemikiran yang dilontar oleh pemikiran-pemikiran dari peradaban barat, perlahan masuk dengan diam-diam (intrution) kedalam tradisi pemikiran Islam yang dibangun sejak dahulu. Bernula dari pemikiran Sekular-Liberal yang menyebar begitu mudah ke belahan dunia, begitupun dengan negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama islam.
Dampak dari pemikiran liberal yaitu memiliki paham relatifisme ini, berimplikasi pada kebenaran yang relatif. Artinya dalam pandangan liberal tidak ada kebenaran yang mutlak, semua hal dapat direlatifkan.
Sampai-sampai persoalan genderpun dapat bernilai relatif. Maka tak heran dalam pandangan Barat Liberal seorang laki-laki atau perempuan tidak harus menyukai lawan jenisnya, sesama jenispun (baca: Gay, Lesbi) dijadikan hal yang sah-sah saja asal suka sama suka. Hala ini pula yang sedang digembor-gemborkan, dikampanyekan oleh para aktivis yang mengatas namakan hak asasi manusia (HAM).
Fenomena Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) menjadi isu yang banyak diperbincangkan diberbagai negara termasuk Indonesia. Gerakan LGBT di Indonesia diyakini dimulai dengan berdirinya organisasi transgender pertama Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD), yang difasilitasi oleh Gubernur Jakarta pada saat itu, Ali Sadikin, pada 1969, sedangkan Wadam sendiri adalah singkatan dari “wanita Adam”, istilah yang kemudian diprotes oleh seorang pejabat negara karena dianggap membawa-bawa Nabi Adam. Istilah ini kemudian diganti menjadi “waria” atau “wanita pria”, walaupun pemakaian yang lebih tepat secara politis adalah transgender atau transpuan dan transpria (magdalene.com).
Perkembangan LGBT di Indonesia perlahan semakin meningkat. Dalam jurnal ilmiah yang diterbitkan UIN Walisongo Semarang (Vol. 26, No 2 tahun 2016), menyebutkan bahwa berbagai lembaga survei baik di dalam maupun luar negeri menyebutkan bahwa di Indonesia ada sekitar 3% kaum LBGT dari seluruh jumlah penduduk Indonesia yan sudah mencapai 260 juta jiwa.
Perkembangan tersebut memberikan kekawatiran bagi sebagian masyarakat yang menganggapan aktivitas LGBT adalah aktivitas yang menyimpang dan meresahkan, namun bagi mereka yang mengatas namakan HAM hal tersebut adalah hal yang sah-sah saja. Bagi kelompok yang pro LGBT mengklaim, adalah hak asasi mereka untuk memilih LGBT. Sebagai hak asasi, mereka menuntut untuk dilindungi hak-hak asasi mereka. HAM merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Dan oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. (Rustam, 2016).
Baik dan buruknya sesuatu tergantung dari sudut pandang dan cara pandang (worldview) apa yang digunakan. Jika menggunakan worldview barat, gay dan lesbian dianggap hal yang wajar dan sah-sah saja asal tidak menentang HAM.
Jika sudut pandang (worldview) ini yang digunakan maka akan sulit bagi kita menentukan suatu kebenaran yang mapan (absolut). Lain halnya dalam worldview Islam, aktivitas tersebut dianggap sebagai aktivitas yang sangat terhina, menyimpang dan berbahaya. Pelakunya akan dihukum mati (HR: Imam Abu Dawud), dan dapat mendatangkan azab baik pelakunya dan berdampak bagi suatu negeri (QS. Al-Anbiya: 74-75, Hud: 82-83, dan Al-Qamar: 33-38).
Perilaku penyimpangan seksual yang dilakukan oleh kaum LGBT bukanlah hal baru bagi masyarakat modern yang mengatas namakan kemajuan. Aktivitas seperti ini sudah ada sejak zaman Nabi Luth Aalaihissalam. Dalam Al-Qur’an banyak menceritakan kisah umat-umat terdahulu. Kisah nabi lut ’Alaihissalam adalah salah satu dari kisah yang diceritakan dalam Al-Qur’an. Kisah yang terjadi dimasa Nabi Lut kurang lebih sama seperti apa yang terjadi hari ini. Dalam Al-Qur’an diceritakan kisah Nabi Lut sebagai hikmah dan ilmu (QS. Al-Anbiya: 72) agar tidak berbuat kejih.
Jika kita melihat LGBT dari sudut pandang worldview Islam, maka jelas adanya perbuatan tersebut adalah aktivitas yang menyimpang, salah besar, dan tidak dapat ditoleransikan lagi. Hal ini kita dapati yang bersumber dari wahyu dan bukan mengatas namakan hak asasi manusia. Hal-hal yang telah diharamkan dalam Al-Qur’an akan tetap selamanya haram, antara haq dan yang batil semua telah jelas dan terang.
Kendati demikian, masih banyak masyarakat yang kebingungan bagaimana menyikapi virus LGBT ini dan sebagian masyarakat Indonesia masih ada yang menganggap persoalan ini adalah persoalan yang wajar-wajar saja, terutama mereka yang mengatas namakan Jaringan Liberalis. Dalam sebuah artikel yang berjudul “Goenawan Mohammad: Catatan Seorang Ayah”( By Melela.org). Dalam artikel tersebut diceritakan tentang sikap seorang ayah terhadap anaknya yang memilih hidup sebagai wanita lesbian.
Banyak hal yang menjadi pertanyaan dalam artikel tersebut, apakah latar belakang yang membuat seorang wanita bernama Mita ini memilih hidup menjadi seorang wanita lesbian, dan mengapa kedua orang tuanya menerima dengan baik ?
Dua pertanyaan tersebut perlu kita selidiki satu persatu. Pertama, apa penyebab dari seorang wanita bernama Mita memilih hidup lesbian. Tentu banyak faktor yang mempengaruhi pilihannya, seperti: teman pergaulannya, referensi buku-buku maupun artikel-artikel yang dibaca.
Menurut Dr. Ceri Parsons dari Staffordshire University- Inggris, ada konsekuensi psikologis dan sosial yang harus dihadapi para perempuan ini. “Perempuan saat ini merasa lebih mudah menjalani hubungan sesama jenis karena beberapa alasan: masyarakat memilih posisi yang lebih liberal. Umumnya orang lebih waspada dengan lesbianisme. Tampaknya ada peningkatan dalam relasi lesbian, tetapi mungkin ini hanya karena mereka sekarang lebih terlihat” (kompas.com).
Kedua, mengapa kedua orang tuanya terutama ayah nya begitu saja menerima anak wanitanya yang memilih hidup lesbian. Alasan utama yang tertera dalam artikel tersebut karena cinta seperti tulisan yang ada “Apalagi bagi saya, cinta orang tua, cinta saya, kepada anak adalah cinta yang tak bersyarat, unconditional. Mungkin begitulah cinta yang ideal.
Mungkin begitulah Tuhan mencintai manusia dan sebaliknya”. Selain karena cinta, faktor lain adalah pemahamannya terhadap konsepsi “Tuhan”. Pemahamannya terhadap konsep “Tuhan” adalah Tuhan yang memiliki agama-agama. Dalam pandangan worldview Islam pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang menyimpang jauh.
Bagaimana mungkin Tuhan dalam Islam menerima seorang hamba yang Lesbian sementara yang melarang manusia berbuat lesbi sendiri adalah Tuhan melalui kitab-Nya al-Qur’an. Tentu ini adalah pemahaman yang sangat tertolak belakang dengan konsep Tuhan dalam Islam.
Meskipun memiliki keluarga atau teman yang baik belum tentu menurut Allah itu baik. Begitupun dengan kisah mita, meskipun ia baik dengan sesame manusia tapi ia tidak baik pada Tuhannya karena menentang larangan Tuhan karena berbuat lesbi yang sangat kejih. Seperti itulah yang tercantum dalam artikel tersebut “Saya menerima Mita sebab ia memiliki nilai-nilai dasar yang baik. Ia, sebagaimana kakaknya, tidak pernah menghina orang kecil. Mereka menyaksikan bahwa para pembantu atau PRT di rumah kami praktis jadi seperti bagian lain dari keluarga. Mita selalu memperhatikan hak-hak mereka, selalu mengucapkan terima kasih tiap kali ia dilayani”.
Disini yang perlu diluruskan adalah pemahaman seorang ayah dan anggota keluarganya terhadap konsep-konsep dasar yaitu Keyakinan, Tuhan, alam, ilmu, manusia agama, kebenaran, nilai, kehidupan, kebahagiaan, manusia … (Hamid F.Z. 2020. Minhaj: Berislam dari ritual hingga Intelektual. INSISTS. Jakarta. Hal: 207-208).
Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya adalah mendidiknya ke jalan yang benar dan tidak membiarkan anak-anaknya untuk hidup bebas begitu saja. Dalam al-Qur’an jelas bahwa kewajiban orang tua diperintahkan untuk menjauhkan kelaurganya dari Api Neraka (QS. At-Tahrim: 6).
Dari artikel tersebut kita belajar, bahwa perlunya mengetahui teman sepergaulan kita, artinya dengan siapa kita bergaul dan akan memberikan pengaruh yang seperti apa.
Kemudian, perlunya kita memiliki bekal pemahaman Islam yang benar bersumber dari worldview Islam dan mempelajari pemikiran-pemikiran menyimpang yang perlahan menggerus akidah, kemudian mengkonsumsi referensi buku-buku bacaan yang mendidikan dengan baik, terlebih diera tantangan kontemporer saat ini, sehingga kita tahu mana yang baik dan benar-benar baik agar tidak muda terhegemoni oleh beragam pemikiran yang menyimpang.
***********
Penulis: Masykur, Sos,.I
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah