Para ulama telah ijma’ / sepakat bahwa pembatal-pembatal puasa (Mubthilaat ash-shiyaam) ada 3 yaitu: Makan atau minum, jimak dan keluarnya darah haidh atau nifas bagi wanita. Selain 3 pembatal ini mereka masih berbeda pendapat. Adapun pembatal-pembatal puasa yang shahih dan menurut pendapat yang benar secara keseluruhan ada 4 yaitu:
1. Makan atau minum secara sengaja, atau yang dihukumi sebagai makan minum, sebagaimana dalam ayat ;
Artinya: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid” (QS. Al-Baqarah: 187).
Diantara hal yang dihukumi sebagai makan atau minum adalah memasukkan zat-zat makanan atau minuman kedalam tubuh melalui invus, atau memasukkan sesuatu lewat hidung yang bisa masuk kedalam perut. Adapun kalau hanya masuk kedalam paru-paru seperti uap, atau obat flu maka tidak membatalkan puasa, demikian pula obat tetes mata, celak, obat yang dimasukkan lewat dubur atau qubul, atau menghirup wewangian. Adapun rokok maka ia membatalkan puasa karena dapat memberikan kepuasan ,sama halnya dengan makan dan minum.
Adapun makan atau minum karena lupa maka ia harus meninggalkannya ketika ingat, dan melanjutkan puasanya hari itu serta tidak perlu mengqadhanya, ini sesuai hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu :
Artinya: “Barangsiapa yang lupa (bahwa ia puasa) lalu makan atau minum, maka hendaknya ia menyempurnakan puasanya ,karena Allahlah yang memberinya makan dan minum”. (HR Bukhari : 1933 dan Muslim : 1155)
2. Mengeluarkan mani saat berpuasa baik lewat Jimak /berhubungan badan atau onani atau dengan bercumbu. Jimak ini jika dilakukan disiang hari ramadhan dalam keadaan puasa –walaupun tanpa keluar mani- maka ;
a. Puasanya batal,
b. Wajib bertaubat dan mohon ampun kepada Allah,
c. Mengqadha puasa hari itu,
d. Membayar kaffarah /tebusan yaitu dengan memerdekakan satu budak/hamba sahaya, jika tidak mampu maka berpuasa 2 bulan berturut-turut, dan jika tidak mampu juga maka harus memberi makan 60 orang miskin. Ini sesuai hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu :
Artinya: ” Pada suatu saat ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. seseorang lelaki datang dan berkata, ; ”wahai
Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam celakalah aku”. –Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam bertanya : apa yang telah membuatmu celaka ?. –Ia menjawab,”aku melakukan hubungan badan dengan istriku padahal aku sedang berpuasa”. -Rasulullah bertanya kepadanya,”dapatkah kamu (sebagai hukumannya) membebaskan -ia menjawab : tidak.Rasulullah seorang budak?” penuh?” bulan dua puasa kamu bertanya,”dapatkah tidak. : menjawab -ia “dapatkah kamu memberi makan enam puluh orang -Rasulullah bertanya : -ia miskin?” -Nabipun menjawab : tidak. termenung sejurus dan pada saat yang bersamaan sekeranjang penuh kurma dibawa ke hadapannya. Nabi bertanya,” mana orang yang bertanya tadi?” – orang itu menjawab,”aku disini”. -Nabi bersabda kepadanya, “bawalah ini dan sedekahkanlah”. -Orang itu berkata,”haruskah kusedekahkan kepada orang yang lebih miskin daripada ku? Demi Allah, tidak ada keluarga di antara dua gunung ini (Madinah) yang lebih miskin daripadaku” . -Nabipun tersenyum hingga tampak gigi serinya dan berkata,”berikanlah makanan ini kepada keluargamu”. (HR Bukhari : 1936 dan Muslim : 1111).
Adapun jika ini terjadi dalam puasa sunat walaupun tanpa mengeluarkan mani, maka puasa mereka berdua telah batal namun mereka tidak wajib mengqadha puasanya, juga tidak wajib membayar kaffarah. Sedangkan mengeluarkan mani baik dengan onani atau cara lain dengan sengaja maka ini juga membatalkan puasa –menurut pendapat jumhur ulama- karena hal ini merupakan syahwat yang sangat bertentangan dengan puasa.
Jika dilakukan maka puasanya batal seperti jimak namun tidak wajib membayar kaffarah dalam puasa wajib,tapi cuma wajib mengqadhanya, dalilnya adalah hadis qudsi bahwa Allah berfirman :
Artinya: “Ia (orang yang berpuasa) meninggalkan makan, minum dan syahwat/ hawa nafsunya karena-Ku” (Hadis dengan lafadz ini ada dalam Musnad Ahmad ; 9112 ,dan asalnya ada dalam Shahihain).
Adapun yang mengeluarkan mani secara tidak sengaja seperti karena mimpi atau sakit maka ini tidak membatalkan puasa, namun ia cuma diwajibkan mandi wajib. Juga keluarnya madzi tidak membatalkan puasa karena tidak ada dalil yang menegaskannya, inilah pendapat yang benar walaupun dalam salah satu riwayat Ahmad disebutkan bahwa keluarnya madzi membatalkan puasa.
3. Keluarnya darah haidh atau nifas. Dalilnya sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam :
Artinya : “Bukankah seorang wanita jika haidh (atau nifas) maka ia tidak shalat dan tidak juga puasa !?”.(HR Bukhari : 304)
4. Berniat membatalkan puasa . Barangsiapa yang berniat membatalkan puasanya sebelum waktu berbuka maka puasanya telah batal, karena niat merupakan salah satu dari dua rukun puasa ,jika ia membatalkan niatnya dengan niat berbuka secara sengaja maka puasanya telah batal walaupun belum makan atau minum.
Sebagian ulama menambahkan ,diantara pembatal puasa adalah ; murtad atau keluar dari agama islam. Jika seseorang murtad maka ia tidak hanya membatalkan puasanya namun juga telah membatalkan semua amalan-amalan islam dan keimanannya.
************
Penulis: Ustadz Dr. Maulana Laeda, Lc., MA
(Penulis Buku, Alumnus Ilmu Hadits Universitas Islam Madinah)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)