Ketika kita ingin berubah dan tidak memiliki tekad yang kuat, maka silahkan ulur niat Anda untuk berubah menjadi yang lebih baik. Dalam proses perubahan tidaklah dilalui dengan berleha-leha dan bersantai-santai. Semuanya memiliki hambatan dan masalah yang siap menghadang kita. Tekad dan komitmen yang kuat dan niat yang lurus akan menjadi modal besar untuk kita mampu menempuh perjalanan dan proses menuju perubahan diri kita menjadi lebih baik.
Memiliki mental sang juara dan sang pemenang, adalah mental yang harus dimiliki oleh orang yang siap untuk melakukan proses perubahan itu. Bukan mental pecundang, ketika ada masalah yang baru menghadang dia kemudian mengeluh dan putus asa dalam menjalangkan proses perubahan itu.
Tekad yang kuad tentu bukan lahir dengan percuma dan tanpa sebab, tekad yang kuat akan lahir dengan sebuah visi yang mulia, yang harus dicapai dalam kehidupan kita. Ada sebuah cita-cita kebahagian yang harus kita dapatkan dalam proses tersebut.
Ada kisah pengorbanan seorang ibu yang menahan mobil yang akan menimpa anaknya. Hasilnya, anaknya selamat tapi tulang belakang ibunya retak. Apa yang membuat ibu tersebut melakukan tindakan seperti itu? Jawabnya, karena kekuatan tekad untuk menyelamatkan anaknya.
Tekad adalah kemauan atau kehendak untuk berbuat sesuatu dengan sungguh-sungguh. Atau bisa juga dikatakan tekad sebagai kemauan yang teguh. Tak tergoyahkan oleh berbagai kesulitan. Tak kendor dengan hadangan masalah. Kita bisa melihat bagaimana orang-orang yang melakukan perbuatan luar biasa. Seperti naik gunung ke puncak tertinggi. Bertemankan dinginnya salju dan udara dingin. Atau mengarungi samudera yang begitu luas dengan badai menghadang. Menghadapi berbagai aral melintang dan kesulitan yang berat. Tapi semua itu bisa dihadapi, karena ia memiliki tekad yang kuat untuk mencapai cita-cita apa yang di ingingkan. Kehendak melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh.
Dalam beribadah kepada Allah , kekuatan tekad pun harus ada. Dengan memilikinya, seseorang akan mampu untuk saum, salat malam dan berbagai ibadah lainnya dengan penuh semangat. Tak lelah dan senantiasa istiqomah. Berbagai amalan ini selanjutnya akan mengantarkan ia memiliki tekad kuat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah , senantiasa membersihkan hatinya dan berbuat kebaikan bagi sesama.
Jadi, semua perbuatan yang kita lakukan akan memberikan hasil yang optimal bila didasari tekad yang kuat. Termasuk kualitas maupun kuantitas ibadah kita pasca Ramadan. Ibarat seorang pendaki gunung, bila ia mempunyai tekad yang kuat untuk bisa sampai ke puncak, maka ia akan terus meningkatkan kemampuannya.
Begitu pun bagi seseorang yang ingin dekat dengan Allah di atas segala-galanya. Ketika Ramadhan dengan segala fasilitasnya, akan ia optimalkan untuk dekat dengan Allah . Ketika selesai Ramadhan, karena memang tujuannya ingin dekat dengan Allah , ia tidak akan mau kehilangan apa yang sudah diraih di bulan Ramadhan. Terus dan terus ia meningkatkan amal ibadahnya. Senantisa bermujahadah (ikhtiar yang sungguh-sungguh). Mujahadah dalam taubat, mujahadah menjauhi maksiat, mujahadah di dalam ketaatan, dan mujahadah memberi manfaat.
Dikisahkan seorang pemuda miskin, demi memenuhi panggilan kerja yang mendesak dan sesegera mungkin, dia harus menempuh perjalanan cukup jauh ke luar kota. Dia tahu, mobil tua yang dimiliki sebenarnya tidak layak digunakan untuk perjalanan jarak jauh, tetapi keadaan memaksa, sehingga akhirnya diputuskan tetap berangkat dengan mobil tua tersebut. Di tengah perjalanan yang sepi, senja berselimut kegelapan tiba diiringi hujan yang turun dengan deras. Tiba-tiba yang dikuatirkan terjadi juga, setelah beberapa kali terbatuk-batuk, mesin mobil akhirnya mati.
Segala usaha yang serba terbatas telah dilakukan, tetapi sia-sia belaka, mobil tetap diam. Dikelilingi kegelapan malam, hujan dan badai terasa semakin tidak bersahabat. Selama beberapa jam tidak ada mobil yang melintas, si pemuda hanya bisa duduk termenung di dalam mobil meratapi nasibnya. Tiba-tiba…. sekilas terlihat melalui kaca spion, sorotan lampu mobil mendekat dan berhenti di belakang mobil si pemuda.
Diselimuti perasaan takut tetapi lebih pada rasa gembira, si pemuda melihat pengendara mobil turun mendatangi jendela mobilnya. Karena cuaca sangat gelap, hampir-hampir wajah si pengendara tidak terlihat dengan jelas. “Mesin mobil saya mati!” serunya sambil menurunkan kaca jendela mobil. Kemudian orang yang tidak dikenal itu melangkah ke depan mobil dan membuka tutup mesin, mengulurkan tangannya dan entah apa yang dilakukan, tidak lama kemudian dia memberi isyarat agar memutar kunci kontak. Alangkah terkejut dan mengherankan, mesin mobil hidup! Masih dengan rasa keheranan, si pemuda berseru: “Saya tadinya kuatir, jangan-jangan mobil saya mogok untuk terakhir kalinya”. Orang tidak dikenal itupun menjawab dengan tegas “Setiap mobil paling sedikit akan hidup sekali lagi bila diberi perhatian yang semestinya”.
Tiba-tiba angin mereda, hujan berubah rintik-rintik. Orang asing itu melanjutkankan perkataannya : “Prinsip yang sama juga berlaku bagi manusia. Selama masih ada sedikit percikan api, belum terlambat bagi seorang manusia untuk membuat awal yang baru”. Si pemuda tergesa-gesa mengucapkan banyak terima kasih dan segera meneruskan sisa perjalanannya dan tiba ditempat yang dituju dengan selamat.
Memang, begitu penting sebuah percikan api untuk bisa menghidupkan mobil, demikian pula di dalam kehidupan manusia, percikan api bisa diartikan sebagai semangat, hasrat, niat atau tekad. Bagi setiap manusia, siapapun dia, bagaimanapun keadaannya, selama masih mempunyai percikan api yang berbentuk tekad, maka tiada kata terlambat untuk memulai sebuah awal yang baru! Kebangkitan baru! Dan menciptakan kesuksesan baru! Mengambil jalan yang baru untuk sebuah proses perubahan.
Kapan kita berubah, jikalau bukan sekarang. Bulatkan tekad kita dan terus melangkah kedepan, waktu tidak akan menunggu kita lama untuk berfikir dan bertindak. Satu detik waktu kita yang lalui tidak akan pernah kembali, namun satu detik waktu kita kedepan sangatlah berarti dan berharga kedepannya. Karena tidaklah hidup ini kita jalani hanya untuk bersenang-senang dan lalai dalam setiap ibadah dan aktifitas kita.
Sebuah kisah dimana seseorang pernah bertanya kepada Ibnu Al-Jauzi. Orang tersebut menanyakan perihal bolehkah ia bersenang-senang dan berhibur sejenak untuk melupakan sementara waktu akan kepenatan hidup?
Ibnu Al-Jauzi yang dikenal pakar dan piawai itu pun menjawab, “Jangan biarkan dirimu lalai,” kata tokoh yang bernama lengkap Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Al-Jauzi Al-Qurasyi Al-Baghdadi itu. Demikian juga dengan Ahmad bin Hambal. Ia memberikan doktrin kepada buah hatinya untuk tetap bertekad kuat dan tidak mudah tergelincir. “Wahai anakku, aku telah berikan komitmen keseriusan dari diriku,” kata pendiri Mazhab Hambali tersebut.
Sang anak pun berbalik bertanya, kapankah ia mesti beristirahat untuk memanjakan diri? Ahmad bin Hambal yang juga pakar hadis itu pun berkata, “(Nanti), saat kaki pertama melangkah di surga.” Seberapa pentingkah memiliki tekad (himmah) yang kuat bagi seorang Muslim? Termasuk juga bercita-cita tinggi? Syekh Hasan bin Sa’id Al-Hasaniyah dalam bukunya berjudul Al-Qamam Ya Ahl Al-Himam memaparkan ada setidaknya empat alasan, mengapa seorang Muslim dituntut mempunyai tekad bulat dan cita-cita mulia.
Alasan pertama, yang ia kemukakan ialah bahwasanya setiap manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada-Nya. Dan inilah yang harus menjadi prioritas pertama bagi kita untuk membulatkan tekad, memperbanyak ibadah kepada Allah . Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. Ad-Dzaariyaat: 56).
Alasan kedua, hidup di dunia adalah peperangan antara semangat kebajikan dan nafsu angkara. Kedua hal itu saling berlomba untuk mendominasi satu sama lain. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman, sedangkan mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabuut: 2). Tanpa tekad kuat, sulit untuk tetap bertahan dan tampil sebagai pemenang.
Alasan ketiga, Islam adalah agama yang menekankan produktivitas dan karya nyata. Sayyid Qutub dalam Fi Dzilal Al-Qur an, mengomentari ayat ke-12 Surah Maryam. Ia mengatakan atas izin Allah , Nabi Yahya mewarisi tonggak kepemimpinan dan estafet kenabian dari sang ayah, Zakaria. Yahya AS pun akhirnya menerima tugas tersebut dengan segenap amanat, kemampuan, dan komitmen tinggi. Ia bertekad tidak akan mundur dari kewajibannya itu.
Alasan keempat, peradaban ‘pesaing’ Islam senantiasa menunggu generasi muda mereka lalai. Sekejap saja tidak waspada, maka dengan mudahnya mereka akan mengubah pola pikir, gaya hidup, dan cara berinteraksi mereka sehari-hari. Dengan demikian, bukan tidak mungkin posisi negara-negara Islam dalam kancah percaturan dunia akan kian terpuruk.
Tekad yang kuat sangatlah dibutuhkan dalam kehidupan kita, baik beribadah kepada Allah ataupun dalam kepemimpinan dan kehidupan kita sehari. Dengan tekad yang kuat dan tawakkal kepada Allah berserah diri hanya kepada-Nya dari setiap apa yang kita usahakan. Maka yakinlah Allah akan memberikan kemudahan untuk mencapai apa yang kita ingingkan.
Sepenggal kisah kebulatan tekad dan berserah diri “Anaku harus sekolah tinggi. Saya akan menyekolahkan anak saya setinggi mungkin. Saya tidak mau, anak saya susah seperti saya.” tekad seorang bapak. Tekad ini muncul saat melihat anak-anak sekolah di dekat tempat kerjanya sebagai kuli bangunan.
Namun, tekad ini tidaklah mendapatkan dukungan dari orang lain, termasuk dari saudara-saudaranya. Kenapa? Ya, impian menyekolahkan keempat anaknya tidak mungkin untuk ukuran seorang kuli bangunan, yang hasilnya hanya pas-pasan untuk makan. Banyak yang “menasihati” agar tidak muluk-muluk bermimpi. Katanya nanti kecewa, tidak usah memaksakan diri.
Namun tekad bapak ini sudah kuat. Tak peduli dengan kata orang lain yang melemahkan. Tak peduli dengan cibiran orang lain yang menganggapnya tidak akan berhasil. Bagaimana mungkin, banyak orang yang berpenghasilan lebih baik dan tetap, tetapi tidak mampu menyekolahkan anaknya. Sementara, seorang kuli bangunan, dengan gaji pas-pasan dan tidak tetap pula, punya mimpi ingin menyekolahkan anaknya setinggi mungkin.
Apa kata bapak ini? “Saya serahkan saja kepada Allah . Jika Allah mengijinkan anak saya untuk sekolah tinggi, meski itu terlihat sangat sulit dan tidak mungkin, maka apa yang bisa menghalangi?”
“Manusia hanya berusaha, Allah yang menentukan. Menurut ukuran manusia saya tidak mampu, tetapi jika Allah sudah mentakdirkan anak saya sekolah tinggi, maka semua akan menjadi mungkin.” Memang, dalam perjalanan menyekolahkan anak-anak beliau tidaklah mudah. Penuh perjuangan, penuh air mata. Rasa sakit dan malu tidak pernah dihiraukannya demi meraih tekadnya. Semua kesulitan dilaluinya. Cemooh orang tidak pernah menghentikannya untuk terus menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin.
Tekad yang kuat dan keyakinan akan pertolongan Allah bukan menjadikannya berpangku tangan, justru menjadikannya menjadi pribadi yang pantang menyerah. Saat kesulitan-kesulitan menghadang di depan mata, beliau selalu yakin akan ada jalan. Keyakinan inilah yang menjadikannya selalu berusaha, mencari jalan karena jalan itu ada hanya saja belum terlihat.
Dan, semuanya terbukti. Setiap masalah, sebesar apa pun masalah itu, selalu ada jalan untuk mengatasinya. Meski tidak mudah, meski berat, meski penuh dengan penderitaan, namun semua penghalang itu terbukti bisa diatasinya. Beliau tidak pernah berhenti dengan masalah, terus melaju didorong tekad yang kuat dan tawakal kepada Allah .
Apakah bapak ini berhasil? Ya, setelah puluhan tahun lewat apa yang menjadi impian bapak ini tercapai. Memang tidak mudah, namun sesuatu yang orang katakan tidak mungkin menjadi mungkin dengan tekad yang kuat dan tawakal. Tekad yang kuat menggerakan diri dan tawakal mempermudah mendapatkan pertolongan Allah .
Sungguh perjalanan bapak ini (kisah nyata) sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang bisa memberikan inspirasi luar biasa kepada kita semua.
Artinya:…”Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. Jika Allah menolong kamu, maka tak tidak ada yang dapat mengalahkanmu, tetapi jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapa yang dapat menolongmu setelah ittu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal. (QS. Ali Imran: 159-160).
Ada yang menarik pada ayat diatas, yang saya lihat banyak dilupakan adalah ada tawakal setelah tekad. Saya sering mendengar bahwa berusahakan semampu kita kemudian hasilnya diserahkan kepada Allah . Saya sering melihat pemahaman bahwa tawakal diletakan setelah ikhtiar. Apa ini salah? Tidak, tentu saja benar karena hal ini pun ada dalilnya:
Dalam hadits dijelaskan dari “Amir bin Umaiyah berkata: ‘Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, Apakah aku ikat dahulu (tungganganku)lalu aku bertawakal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakal?”. Beliau menjawab, ‘Ikatlah kendaraan (unta)mu lalu bertawakallah‘. Imam Hakim mengetengahkan sebuah riwayat, bahwa Rasulullah telah menegaskan: “Orang yang bertawakkal adalah orang yang menebar benih di ladang, kemudian berserah dirikepada Allah“.
Tawakal sebelum bertindak agar Allah menolong, membantu, dan membimbing tindakan kita sehingga ini akan memudahkan kita untuk meraih apa yang sudah kita tekadkan. Sehingga dijelaskan pada ayat berikutnya, dimana jika Allah sudah menolong, siapa yang bisa menghalangi. Dan, tawakal setelah bertindak, kita pun kembali menyerahkan diri kepada Allah . Allah yang berhak menentukan hasil dari ikhtiar kita. Meski pun menurut manusia tidak mungkin, tetapi semua mungkin bagi Allah .
Sekarang, bulatkan tekad kita untuk meraih impian mulia. Kemudian bertawakallah kepada Allah agar Allah menolong dan membantu langkah-langkah kita dalam menggapai impian itu. Setelah berusaha, maka serahkan kembali hasilnya kepada Allah . Dengan cara ini, kita akan merasakan semangat yang menggelora, pantang menyerah, dan ketenangan jiwa dalam diri kita.
“Nilai seseorang sesuai dengan kadar tekadnya, ketulusannya sesuai dengan kadar kemanusiaannya, keberaniannya sesuai dengan kadar penolakannya terhadap perbuatan jahat dan kesucian hati nuraninya sesuai dengan kadar kepekaannya terhadap kehormatan dirinya.” (Ali bin Abi Talib radhyallahu anhu).
***********
Bersambung, Insya Allah…
Penulis: Muhammad Akbar, S.Pd
(Penulis Buku, Pendiri Madani Institute, Ceo Mujahid Dakwah Media, Aktivis Media Islam, Founder www.mujahiddakwah.com dan Pembina Daar Al-Qalam)
Sumber: Buku Meraih Kesuksesan dalam Benih Kegagalan
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel: www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)