بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Setiap orang mencita-cita kehadiran pemimpin yang baik, dan semua begitu berbahagia ketika tanda-tanda kedatangannya mulai nampak. Hanya saja, pada kondisi seperti ini setiap kita perlu khawatir untuk terjatuh pada kesalahan yang mungkin terlihat remeh namun dampaknya amat fatal. Apa itu? Simpan pertanyaan ini sejenak!
Dalam setiap kompetisi, ada dua “keanehan” yang hampir selalu terjadi, termasuk menimpa kaum muslimin. Yakni, yang lemah menang, dan yang kuat justru kalah. Mengapa? Karena ketika lemah, biasanya hati begitu terpaut dengan harapan akan pertolongan Allah, tawakkal, inilah kunci mutlak kemenangan. Ketika merasa kuat, terkadang diri mengandalkan kemampuannya sendiri, melupakan Allah, inilah sumber kekalahan total.
إِن یَنصُرۡكُمُ ٱللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمۡۖ وَإِن یَخۡذُلۡكُمۡ فَمَن ذَا ٱلَّذِی یَنصُرُكُم مِّنۢ بَعۡدِهِۦۗ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلۡیَتَوَكَّلِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ
“Jika Allah menolong kalian, maka tidak akan ada yang mengalahkan kalian, namun jika Allah menelantarkan kalian, maka siapa yang akan menolong kalian selain-Nya? Kepada Allah-lah orang-orang mukmin hendak bertawakkal.” [QS. Ali Imran: 160]
Nabi mengajarkan sebuah doa yang mengisyaratkan bahwa jangankan hal besar, bahkan diri sendiri pun akan hancur ketika dipikul oleh dirinya sendiri apabila tanpa melibatkan Allah meski hanya sekejap mata,
اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
“Ya Allah, rahmat-Mu-lah yang aku harapkan, maka jangan wakilkan diriku pada diriku sendiri (walaupun hanya) sekejap mata. Perbaikilah setiap ihwalku, tidak ada ilah selain Engkau” [HR. Abu Daud]
Sifat mengandalkan diri sendiri yang berimplikasi pada ambruknya tawakkal dapat terbaca jelas melalui sebuah sifat yakni sifat sesumbar. Inilah jawaban atas pertanyaan di awal bahasan tentang kesalahan remeh tapi berdampak fatal. Mengobrolah dengan orang di sekitar atau bukalah beranda media sosial, mudah sekali ditemui mereka yang dengan percaya diri mengatakan, “Fulan pasti menang!” “Beliau akan memperbaiki Indonesia!”, sesumbar yang nyata, Allahul musta’an!
Mari menengok pelajaran terbaik tentang hal ini, Perang Hunain, yang diangkat kisahnya oleh Allah,
وَیَوۡمَ حُنَیۡنٍ إِذۡ أَعۡجَبَتۡكُمۡ كَثۡرَتُكُمۡ فَلَمۡ تُغۡنِ عَنكُمۡ شَیۡـࣰٔا وَضَاقَتۡ عَلَیۡكُمُ ٱلۡأَرۡضُ بِمَا رَحُبَتۡ ثُمَّ وَلَّیۡتُم مُّدۡبِرِینَ
“Dan (ingatlah) hari Hunain ketika besarnya jumlah kalian membuat kalian takjub/bangga, maka (ternyata besarnya jumlah) itu tidak berguna apa-apa bagi kalian (sehingga kalian menderita kekalahan). Dan (karena kekalahan itu), bumi (terasa) menyempit padahal ia luas, kemudian kalian berpaling melarikan diri.” [QS. at-Taubah: 25]
Peristiwa ini terjadi sebulan setelah Fathu Makkah. Singkat cerita, jumlah pasukan di barisan kaum muslimin memang cukup fantastis, 12.000 orang, 40 kali lipat dari batalion Badar. Kedahsyatan ini membuat sebagian prajurit “tergelincir” sesumbar dengan mengucapkan kalimat yang maknanya kurang lebih, “Dahulu kita sedikit kemudian menang, sekarang kita banyak maka pasti kita pun akan menang.” Maka ketika perang meletus, terjadilah apa yang terjadi sebagaimana ayat di atas!
Pertanyaan: apakah kalimat “Dahulu kita sedikit kemudian menang, sekarang kita banyak maka kita pun pasti menang” adalah kalimat yang salah? Jawabannya: secara logika manusiawi, benar; namun menurut Allah, salah besar! Kemenangan diperoleh dengan dekatnya jarak dengan Rabb, bukan besarnya kuantitas.
كَم مِّن فِئَةࣲ قَلِیلَةٍ غَلَبَتۡ فِئَةࣰ كَثِیرَةَۢ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ
“Betapa banyak pasukan kecil mengalahkan pasukan besar dengan izin Allah” [QS. al-Baqarah: 249]
Begitupun hari ini, statistik, survey, pengamatan, atau yang lainnya, entah di dunia nyata maupun maya, gerbang raksana yang akan dilalui oleh pemimpin yang didambakan seolah telah nampak begitu terang, maka jangan merubuhkannya dengan lisan-lisan payah yang suka gegabah berteriak, “Fulan pasti menang! Beliau akan memberbaiki Indonesia!” Subhanallah! Kemenangan itu di tangan Allah dan hanya Allah yang mampu memperbaiki bangsa ini. Tatalah hati, koreksi mindset, luruskan lisan, dan katakanlah, “Insya Allah, Fulan menang! Semoga Allah memperbaiki negeri ini dengan kepemimpinan beliau.”
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَا۟یۡءٍ إِنِّی فَاعِلࣱ ذَ لِكَ غَدًا إِلَّاۤ أَن یَشَاۤءَ ٱللَّهُۚ وَٱذۡكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِیتَ وَقُلۡ عَسَىٰۤ أَن یَهۡدِیَنِ رَبِّی لِأَقۡرَبَ مِنۡ هَـٰذَا رَشَدࣰا
“Dan jangan sekali-kali mengatakan terhadap sesuatu, “Saya akan melakukan ini besok” kecuali (dengan mengatakan) ‘Insya Allah’ dan ingatlah Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah ‘Semoga Tuhanku memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat dari ini” [QS. al-Kahf: 23-24]
Ulama telah berkumpul, ahli ibadah telah mengemis pada Allah, para tokoh hilir mudik nusantara mengkonsolidasikan umat, semua telah mengerahkan jihadnya masing-masing, jangan gagalkan itu semua lantaran mulut yang sembrono dalam berucap dan jemari yang latah dalam mengetik.
وتَحۡسَبُونَهُۥ هَیِّنࣰا وَهُوَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِیمࣱ
“Kamu kira (kesalahan) itu kecil, padahal di sisi Allah itu besar!” [QS. an-Nur: 15]
Wallahu A’lam Bish Showaab
Silahkan Share, Semoga Bermamfaat!!!
Penulis: Ustadz Arfan Arifuddin Hafidzahullahu
(Pengurus Pimpinan Pusat LIDMI)