بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيم
MUJAHID DAKWAH.COM, MAKASSAR – Munculnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), menjadi perhatian publik saat ini dari yang pro hingga beredarnya petisi penolakan terhadap RUU PKS. Desakan untuk segera disahkannya RUU PKS oleh DPR terus bergulir. RUU tersebut telah ada sejak Januari 2016, DPR setuju RUU ini masuk Prolegnas 2015-2019. Peraturan ini dianggap penting seiring sering terjadinya kekerasan seksual di Indonesia terutama bagi perempuan.
Kekerasan seksual tak hanya marak di Indonesia, namun menjadi masalah dunia. Data dari PBB menyebutkan 35 persen perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan secara fisik dan seksual. 120 juta perempuan di dunia pernah dipaksa untuk melakukan hubungan seksual dan tindakan seksual lainnya. (Serambinews.com)
Kita harus cermat terhadap pengesahan RUU PKS yang akan disahkan, apakah benar-benar melindungi perempuan dari kekerasan seksual dan hak-hak lainnya ataukah tidak.
Nyatanya jika RUU PKS disahkan maka LGBT di perbolehkan, Free sex dan aborsi dibebaskan, serta prostitusi menjadi legal. Artian bahwa seseorang melakukan zina suka sama suka, atau suami mensodomi istrinya dan istrinya senang-senang aja, itu bukan kekerasan seksual (menurut RUU PKS), Pihak yang melakukan kontrol seksual justru bisa dipidanakan. Para perempuan juga berhak berbaju seksi dan minim, karena itu dianggap hak yang dilindungi undang-undang.
Mengatur cara berpakaian perempuan dalam RUU ini juga dianggap sebagai bentuk kekerasan seksual. Padahal agama memiliki aturan jelas terhadap masalah pakaian. Sehingga jika seorang ibu menyuruh anaknya menggunakan jilbab maka ini adalah kekerasan seksual menurut RUU PKS.
Perlindungan terhadap aktivitas LGBT dalam RUU PKS ini semakin transparan. Pada pasal 7 ayat (1) yaitu adanya hak mengambil keputusan yang terbaik atas diri, tubuh dan seksualitas seseorang agar melakukan atau berbuat atau tidak berbuat. Artinya kebebasan seksual harus dilindungi. Termasuk ketika memilih seks bebas, kumpul kebo, zina dan seks menyimpang semisal LGBT.
Tentu saja RUU PKS ini perlu diwaspadai, terutama pasal-pasal dalam rancangan tersebut sarat dengan agenda feminis kaum liberal, sebagaimana yang disampaikan oleh Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ustadz Bachtiar Nasir, beliau mengungkapkan bahwa saat ini kelompok feminis radikal telah mengusung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) untuk mengelabui masyarakat Indonesia. Hal itu beliau ungkapkan saat memberi kajian di Insan Cendekia Madani (ICM), Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu, (23/1). (snks)
Sumber: Forum Muslimah Dakwah Kampus Indonesia