بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيم
Kitab “Al-Arba’in An-Nawawiyyah” (كتاب الأربعين النووية) adalah kitab yang sangat terkenal di negeri ini. Bukan hanya di negeri ini, kitab ini juga terkenal di seluruh dunia Islam selama berabad-abad. Pondok pesantren, dayah, madrasah, masjid, musholla, pengajian rumah, dan berbagai lembaga pendidikan Islam menjadikannya sebagai “kitab wajib” yang dikaji. Ribuan kaum muslimin menghafalnya dan menjadikannya sebagai bahan ujian untuk kepentingan-kepentingan yang beragam. Masyarakat di negeri kita kadang menyebutnya secara singkat dengan julukan “Hadis Arba’in“.
Penerbit “Dar Al-Minhaj” di Jedah menulis judulnya dengan merofa’kan lafaz “Al-Arba’in” sehingga terbaca “Al-Arba’un An-Nawawiyyah” (الأربعون النووية). Barangkali pelafalan ini yang lebih akurat, karena judul kitab apapun sesungguhnya adalah mengasumsikan posisinya sebagai khobar dari mubtada’ mahdzuf yang berupa isim isyaroh. Karena itulah Sibawaih dalam “Al-Kitab” -karya pertama tentang ilmu nahwu yang menjadi pionir bagi seluruh kitab nahwu selanjutnya – ketika menulis judul bab selalu menyertakan isim isyaroh tersebut. Beliau menulis umpamanya, “hadza bab Al-fa’il”, “hadza bab al-jarr, “hadza bab al-ma’rifah” dan seterusnya. Adapun di masyarakat, kitab ini lebih populer dengan dibaca “Al-Arba’in” (الأربعين). Pelafalan ini barangkali mengasumsikan posisi “Al-Arba’in” sebagai “mudhof ilaih” dari “mudhof mahdzuf” yang telah dibuang yaitu lafaz “kitabu”.
Sifat “An-Nawawiyyah” yang melekat pada kata “Al-Arba’in” diambil dari laqob pengarangnya yakni An-Nawawi. Jadi makna harfiah judul “Al-Arba’in An-Nawawiyyah” adalah “40 (hadis) yang dinisbatkan pada An-Nawawi” (karena dikompilasi oleh beliau). Adapun nama asli kitab yang diberikan pengarang adalah “Al-Arba’un Fi Mabani Al-Islam wa Qowa’idi Al-Ahkam” (الأربعون في مباني الإسلام وقواعد الأحكام).
Pengarangnya adalah imam An-Nawawi. Seorang ulama besar bermazhab Asy-Syafi’i yang popularitasnya sudah cukup untuk membuat kita tidak perlu berpanjang lebar mengenalkan beliau (ada sejumlah catatan khusus saya terkait An-Nawawi.
Kitab “Al-Arba’in An-Nawawiyyah” terhitung kitab hadis karena isinya memang hanya hadis-hadis Nabi ﷺ. Kitab ini berfisik tipis dan kecil, tapi agung isinya. Jumlah hadisnya “hanya” 40-an saja (lebih akurat lagi, berjumlah 42 hadis). Meskipun jumlah hadis riilnya hanya 42, tetapi kitab ini disebut “Al-Arba’in” yang secara harfiah bermakna 40 dan ini biasa dalam bahasa Arab karena digolongkan ke dalam bahasa majaz, tepatnya masuk kaidah “ithlaqul juz-i ‘alal kulli”.
Adapun alasan An-Nawawi menambah 2 hadis yang melengkapi 40, maka sebabnya diterangkan Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya yang berjudul “Al-Fathu Al-Mubin”. Menurut Al-Haitami, An-Nawawi takjub dengan hadis ke 41 yang berisi perintah melawan hawa nafsu dan perintah mengikuti syariat. Isi hadis ini tentu saja menjadi “ruh” dari seluruh 40 hadis sebelumnya. Hadis ke-42 juga dikagumi An-Nawawi karena berisi perintah doa, istighfar, mengharap rahmat, dan meminta pertolongan Allah untuk menjalankan semua perintah-Nya. Hadis semacam ini diperlukan seorang hamba agar merasa ringan ketika menjalankan semua syariat Allah.
42 hadis yang ditulis dalam kitab ini diharapkan sudah cukup mewakili dan merangkum seluruh hadis Nabi ﷺ karena merupakan hadis-hadis inti. Hadis-hadis itu, di antaranya oleh sebagian ulama disebut sebagai “rubu’ut tasyri’” (seperempat legislasi hukum Islam), “rubu’ud din” (seperempat dien), dan “tsulutsud din” (sepertiga dien). Dengan hadis-hadis yang seperti ini sifatnya, orang yang mampu menghafalkannya diharapkan seakan-akan telah menguasai seluruh hadis Nabi ﷺ dalam bentuk substansinya sehingga hadis-hadis itu diharapkan sudah cukup menjadi poros ajaran Islam dalam menghadapi kehidupan.
Awal mula penulisan kitab “Al-Arba’in An-Nawawiyyah” ini berasal dari majelis Ibnu Ash-Sholah, seorang ulama hadis besar di negeri Syam yang terkenal mengarang ilmu mustholah hadis bernama “Muqoddimah Ibnu Ash-Sholah”. Suatu saat, Ibnu Ash-Sholah membuat majelis untuk mendiktekan 26 hadis Nabi ﷺ yang bersifat “jawami’ kalim” (singkat, padat dan mewakili banyak hal). Hadis-hadis itu disebut dengan nama “Al-Ahadits Al-Kulliyyah”. Hadis sebanyak 26 ini kemudian diambil An-Nawawi lalu dilengkapi menjadi 42 hadis, sehingga dengan cara tersebut lahirlah kitab “Al-Arba’in An-Nawawiyyah” ini.
Adapun dari sisi motivasi penulisan kitab, An-Nawawi menerangkannya dalam muqoddimah. Beliau menjelaskan bahwa ada sejumlah riwayat -meski dhoif– yang memberi janji bahwa siapapun yang menjagakan hadis sebanyak 40 buah untuk umat Islam maka di akhirat nanti akan dibangkitkan dalam barisan para ulama dan fuqoha’. Barangkali karena dorongan riwayat ini, banyak sekali para ulama yang mengarang kitab berisi hadis yang berjumlah 40 atau sekitar 40 dengan topik-topik tertentu, seperti topik ushuluddin, furu’, jihad, zuhud, khuthob dan lain-lain. Contoh kitab-kitab yang dikarang dengan sifat seperti ini di antaranya, “Al-Jihad” karya Ibnu Al-Mubarok (w. 181 H), “Al-Arba’in fi Shifati Robbil ‘Alamin” karya Adz-Dzahabi (w. 748 H), “Al-Arba’in Fi Al-Jihad Wa Al-Mujahidin” karya Abu Al-Faroj Al-Muqri’ (w. 618), “Al-Arba’in Fi Manaqibi Ummahati Al-Mu’minin” karya Ibnu ‘Asakir (w. 620 H), “Al-Arba’in Fi At-Tashowwuf” karya As-Sulami (w. 412 H), dan lain-lain. An-Nawawi sendiri menegaskan bahwa karangannya ini dibuat setelah istikhoroh karena berqudwah kepada para ulama ini. Hanya saja tumpuan utama An-Nawawi tentu saja bukan riwayat dhoif tadi, tetapi hadis sahih yang memerintahkan untuk menyampaikan hadis Rasulullah ﷺ. Riwayat dhoif yang menerangkan keutamaan menghafal 40 hadis Nabi ﷺ hanya ditempatkan sebagai penyemangat (fadhoil amal) saja.
Penulisan kitab “Al-Arba’in An-Nawawiyyah” rampung pada malam Kamis, tanggal 29 Jumada Al-Ula tahun 668 H.
Dalam kitab ini, An-Nawawi berusaha hanya memasukkan hadis-hadis sahih saja. Sebagian besar hadis diambil dari shahih Al-Bukhari dan sahih Muslim. Sanad hadis-hadis tersebut dibuang dan hanya disisakan perawi shahabat saja dengan maksud agar mudah dihafalkan. Dalam pandangan An-Nawawi, tentu saja hadis yang beliau cantumkan adalah sahih atau minimal hasan. Hanya saja, ada ulama yang berbeda pendapat dengan An-Nawawi, seperti Ibnu Rojab misalnya yang mendhoifkan sanad hadis ke 12, 29, 30, 31, 39, dan 41. Jadi ada 6 hadis yang didhoifkan Ibnu Rojab. Siapapun yang ingin mengetahui lebih detail alasan kritikan Ibnu Rojab, maka dipersilakan mengkaji kitab beliau yang terkenal bernama “Jami’ Al-‘Ulum Wa Al-Hikam”.
Hadis-hadis yang dikumpulkan An-Nawawi dalam kitab ini mengandung ajaran ushuluddin, kaidah-kaidah syariat, prinsip-prinsip dien dan rangkuman ajaran Islam. Isinya mengajarkan secara global semua jenis ketaatan. An-Nawawi menegaskan bahwa sudah sepantasnya siapapun yang mencari akhirat mengetahui hadis-hadis seperti ini.
Kitab ini sangat populer meskipun tidak memakai judul “menggelegar” dan “bombastis”. Ia tetap tersohor, meskipun tidak dipromosikan dengan cara pengiklanan yang canggih dan rumit. Barangkali reputasi keilmuan An-Nawawi yang memang tak terbantahkan dan juga keikhlasannya yang mencapai level tinggi sehingga Allah berkenan memberkahi karya ini. Jika kitab-kitab seperti “Minhaju Ath-Tholibin”, “Roudhotu Ath-Tholibin”, “Al-Majmu’” dan semisalnya banyak memberi manfaat ulama-ulama bermazhab Asy-Syafi’i secara khusus maka kitab “Al-Arba’in An-Nawawiyyah” ini manfaatnya lintas mazhab. Tidak peduli apapun mazhab seseorang, kitab “Al-Arba’in” ini diakui kualitasnya sehingga dikaji orang berbagai ulama.
Banyak sekali kitab yang lahir dari kitab “Al-Arba’in An-Nawawiyyah”. Sebagian peneliti menghitung ada lebih dari 90 kitab lahir dari kitab ini. Ada yang membuatkan manzhumah untuknya, mengi’robinya, melakukan dhobth lafaz, membahas kitab-kitab yang lahir darinya, mengkaji perawi-perawi hadisnya, mentakhrij, mensyarahnya, membuat ta’liqot dan lain-lain.
Di antara ulama yang membuatkan manzhumah untuk kitab “Al-Arba’in An-Nawawiyyah” adalah Ibnu Ghozi dalam karya yang berjudul “Al-Arba’un An-Nawawiyyah Al-Musammat bi Muzilati Al-Isykal li Al-Mubtadi min Jumlati Ar-Rijal”.
Adapula yang memberi perhatian pada i’robnya seperti yang dilakukan Husain Abdul Jalil Yusuf dan Umar Al-‘Umri. Adapula yang melakukan dhobth serius seperti yang dilakukan Ali Al-Liby dalam kitab “Fathu Robbi Al-Bariyyah bi Dhobthi Al-Arba’in An-Nawawiyyah”.
Adapula kitab khusus yang merekam sejauh mana perhatian ulama berbagai zaman terhadap kitab ini, seperti yang dilakukan Rosyid al-Ghufaili dalam karya berjudul “Ithafu Al-Anam bi Dzikri Juhudi Al-‘Ulama’ ‘ala Al-Arba’in fi Mabani Al-Islam wa Qowa’idi Al-Ahkam”.
Adapula ulama yang memberi perhatian terhadap perawi-perawi dalam sanad hadis kitab ini. Di antaranya, Ibnu ‘Allan (w. 1057 H) dalam kitab berjudul “Al-Mu’in ‘ala Ma’rifati Ar-Rijal Al-Madzkurin fi Al-Arba’in li An-Nawawi”, dan Ali Kabirul Ilah Abadi (w. 1090 H) dalam kitab bernama “Mathlubu Ath-Tholibin Fi Asma-i Rijali Al-Arba’in”.
Adapula yang memberi perhatian dalam hal takhrijnya. Di antaranya, Ibnu Syaikhi Al-Bi’ri (w. 802 H), Al-Iroqi (w. 802 H) dalam karya berjudul “Amali ‘ala Al-Arba’in”, Ibnu Hajar Al-‘Asqolani (w. 852 H) dalam kitab berjudul “Takhriju Al-Arba’in An-Nawawiyyah bi Al-Asanid Al-‘Aliyyah”, As-Sakhowi (w. 902 H), Ibnu Al-Mubarrod Ash-Sholihi dalam karya berjudul “An-Nashihah fi Takhriji Al-Ahadits An-Nabawiyyah bi Al-Asanid Ash-Shohihah”, Ibnu Thulun (w. 953 H, Murtadho Az-Zabidi (w. 1205 H), Fauzi dalam karya berjudul “Al-Adhwa’ As-Samawiyyah fi Takhriji Al-Arba’in An-Nawawiyyah”, dan lain-lain.
Adapun syarahnya, ini bagian terbesarnya. Di antara syarahnya, Syarah An-Nawawi(w. 676 H) sendiri, (ada yang tidak setuju karena yang benar adalah muridnya; Ibnu Al-‘Atthorlah yang mensyarahnya. Ibnu Al-‘Atthor dalam muqoddimah syarahnya menegaskan bahwa An-Nawawi tidak sempat mensyarahnya), “Syarah Ibnu Farh” (w. 699 H), “Syarah Ibnu Daqiqi Al-‘ied” (w. 702 H) yang kemudian darinya lahir “Taqrirot Al-‘Alawi” (1367 H), “Minhatu Ath-Tholibin li Hifzhi Al-Ahadits Al-Arba’in” karya Al-Hamawi (710 H), “At-Ta’yin Fi Syarhi Al-Arba’in” karya Najmuddin Ath-Thufi (w. 716 H), “Syarah Ibnu Al-‘Atthor” (w. 724 H) murid An-Nawawi sendiri yang terkenal dengan gelar “Mukhtashir An-Nawawi” atau “Al-Mukhtashir”, “Syarah Ahmad Al-Mishri” (w. sekitar 730 H), “Syarah Asy-Syathnufi” (w. 733 H), “Al-Manhaj Al-Mubin Fi Syarhi Al-Arba’in” karya Al-Fakihani (w. 734 H) lalu kitab ini diringkas sendiri oleh pengarangnya menjadi “Mukhtashor Al-Manhaj Al-Mubin”, “Umdatu Ath-Tholibin Fi Syarhi Al-Ahadits Al-Arba’in” karya Ibnu Al-Khozin (w. 741 H), “Syarah At-Tadmuri” (w. 741 H), “Minhaju As-Salikin Wa ‘Umdatu Ath-Tholibin” karya Ibnu Khofaja Ash-Shofadi (750 H), “Syarah Al-Fayyumi” (w. 770 H), “Syarah Al-Hakami” (w. 773 H), “Siroju Al-‘Abidin Fi Syarhi Al-Arba’in” karya Al-Kurdi (w. 775 H), “Natsru Fawa-idi Al-Murbi’in An-Nabawiyyah Fi Nasyri Fawa-idi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Mardini (w. 788 H), “Syarah At-Taftazani” (w. 791/792 H), “Syarah Az-Zarkasyi” (w. 794 H), “Jami’ Al-Ulum Wa Al-Hikam Fi Syarhi Khomsina Haditsan Min Jawami’i Al-Kalim” karya Ibnu Rojab (795 H), “Syarah Al-Halwa-i” (w. 802 H atau 804 H), “Syarah Al-Akhowi” (w. 802 H), “Ad-Durru Ar-Roshin Al-Mustakhroj min Bahri Al-Arba’in” karya Al-Mas’udi (w. 803 H ), “Al-Mu’in ‘Ala Tafahhumi Al-Arba’in” karya Ibnu Al-Mulaqqin (w. 804 H), “Syarah Al-Asyuthi” (w. 807 H), “Syarah As’ad Al-‘Amri” (w. 812 H), “At-Tabyin Fi Syarhi Al-Arba’in” karya Ibnu Jama’ah (819 H), “Al-Jawahir Al-Bahiyyah Fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Ibnu Al-‘Iroqi (w. 826 H), “Syarah Al-Hishni” (w. 829 H), “Syarah Al-‘Ujaimi” (w. 844 H), “Idhoh Al-Kalimat An-Nuroniyyah Fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Khojandi (w.851 H), “Syarah At-Tibrizi” (w.855 H), “Syarah Muhammad As-Suyuthi” (w. 856 H), “Syarah Abu Al-Qosim An-Nuwairi” (857 H), “Syarah Ibnu Imam Al-Kamiliyyah” (w. 864 H), “Syarah Ibnu ‘Imad/Al-Aqfahsi” (w. 867 H), “Al-Faidhu Al-Mu’in Fi Syarhi Al-Arba’in” karya Al-Balbisi (w. 878 H), “Syarah Ibnu Qowan” (w. 889 H), “Syarah Al-Kholwati” (w. 899 H), “Ad-Duroru Al-Mudhiyyah Fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Adh-Dhomiri, “Syarah Al-Iji” (w. 906 H), “Syarah As-Suyuthi” ( w. 911 H), “Al-Afkar An-Nuroniyyah Fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Ibnu Al-‘Izz Al-Hijazi (w. 912 H), “Syarah Al-Fasi” (w. 917 H), “Al-Hadi Li Al-Mustarsyidin Fi Syarhi Al-Arba’in” karya Al-Kazuruni (w. setelah 923 H), “Syarah Zakariyya Al-Anshori” (w. 926 H), “Syarah Ibnu Kamal Basya” (w. 940 H), “Syarah Ad-Dulaji” (w. 947 H), “Syarah Asy-Syatawi” (w. 950 H), “Al-Fathu Al-Mubin bi Syarhi Al-Arba’in” karya Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H), “Al-Majalis As-Saniyyah Fi Al-Kalam ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Fasyni (w.978 H) yang kemudian melahirkan “Mukhtashor At-Taghoroghroti” (w. 1278 H), “Syarah Mushlihuddin Al-Lari” (w. 979 H), “Dzukhru Al-Akhiroh Fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Aqohshori (w. 980 H), “Ar-Royahin Al-Biqo’iyyah Fi Syarhi Al-Ahadits An-Nawawiyyah” karya Al-Biqo’i (w. 980 H), “Syarah Bir ‘Ali” (w. 981 H), “Syarah Al-Mansyalili” (w. 999 H), “Syarah Ad-Danusyari” (w. 1101 H), “Syarah Batamakji Zadah” (w. 1014 H), “Al-Mubin Al-Mu’in li Fahmi Al-Arba’in” karya Al-Mulla ‘Ali Al-Qori (1014 H), “Syarah Sa’id Al-Mufti”, “Miftahu Al-Futuhat Fi Syarhi Al-Arba’in” karya Ibnu Iyas Basya Ar-Rumi (w. 1015 H), “Al-Jawahir Al-Bahiyyah fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Asy-Syibsyiri (w. 1019 H) yang darinya lahir “Khulashotu Al-Ghuror Ar-Rodhiyyah Al-Ba-ihah bi Sirri Al-Arba’in An-Nawawiyyah wa Syarhiha Al-Jawahir Al-Bahiyyah” karya Al-Khudhoiri (w. 1186 H) dan “Arusu Al-Afroh” karya An-Nabrowi (w. 1257 H), “Syarah Al-Munawi” (w. 1031 H), “Syarah Al-Maulawi” (w. 1040 H), “Syarah Al-Barsawi” (w. 1042 H), “Syarah Nuruddin Al-Halabi” (w. 1044 H), “Al-Faidhu Al-Matin fi Syarhi Al-Arba’in” karya Ar-Rosyidi (w. 1055H), “Syarah Ibnu Hijazi” (w. 1065 H ), “Al-Kafi fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Mas’ud Al-‘Alawi (w. 1067 H), “Al-Jauharu Ats-Tsamin fi Syarhi Al-Arba’in” karya Al-Yaziji (w. 1069 H), “Syarah Ar-Rusmuki”, “Al-Futuhat Al-Wahbiyyah bi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Asy-Syabarkhiti (w. 1106 H), “Syarah Al-Hujaiyyij” (w. 1108 H), “Syarah Al-Busalimi” (w. 1110 H), “Syarah An-Nafrowi” (w. 1125 H), “Syarah Ibnu Al-‘Imad Al-Akri” (w. 1128 H), “Syarah Sulaiman Ar-Rumi” (w. 1134 H), “Syarah Al-Istanbuli” (w. 1137 H), “Ad-Duroru As-Saniyyah fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Umar Ath-Thorobulusi (w. 1147 H), “Syarah Al-Bisthomi” (w. 1157 H), “Syarah Al-Kasyfi” (w. 1160 H), “Tuhfatu Al-Muhibbin fi Syarhi Al-Arba’in” karya Muhammad Hayat As-Sindi (w. 1163 H) yang kemudian dari kitab ini lahir kitab “At-Ta’liqot Ar-Rosyidiyyah ‘ala Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Ar-Rosyidi (w. 1416 H), “Husnu An-Niyyah fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya As-Sihawi (w. 1167 H), “Bughyatu Ath-Tholibin Syarhu Al-Arba’in” karya Abu As-Su’ud Al-Husaini, “Nibrosu Al-‘Uqul Adz-Dzakiyyah bi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Aqkirmani (w. 1174 H), “Lubabu Ath-Tholibin bis Syarhi Al-Arba’in” karya As-Suhaimi (w. 1178 H), “An-Nur Al-Mubin ‘ala Matni Al-Arba’in”, “Syarah Al-Qunawi’ (w.1195 H), “Syarah Ath-Thurohali” (w. 1197 H), “Ta’liq ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Ali Az-Zayyat, “Syarah At-Tawudi (w. 1209 H), ‘Syarah Al-Baili” (w. 1213 H), “Syarah Ibnu Bunayyis Al-Fasi” (w. 1213 H), “Syarah Wajihuddin Al-Hindi” (w. 1214 H), “Syarah Isma’il Mufid Al-‘Atthor” (w. 1217 H), “Syarah Abdul Qodir Al-Fasi” (w. 1219 H), “Syarah Al-Mahjubi” (w. 1220 H), “Al-Hablu Al-Matin Fi Syarhi Al-Arba’in” karya Abdul Basith Al-Qinnauji (w. 1223 H), “Syarah Al-Faruqi” (w. 1223 H), “Syarah Al-Masalikhi” (w. 1225 H), “Syarah Ibnu Mushthofa ‘Asyir” (w. 1226 H), “Syarah Ibnu Kiron” ( w. 1227 H), “Syarah Wajihullah Al-Hindi’ (w. 1229 H), “Syarah Ahmad Al-Murri” (w. 1235 H), “Syarah Muhammad Fal Asy-Syanqithi” (w. 1238 H), “Ats-Tsamin fi Syarhi Al-Arba’in” karya Al-Madarisi (w. 1267 H), “Ad-Duror As-Saniyyah ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Asy-Syabrowini (w. 1267 H), “Syarah Al-Kursifi”, “Al-Latho-if As-Saniyyah ‘Ala Al-Ahadits An-Nawawiyyah” karya Ad-Dulaimi (w. 1300 H), “Al-Imdadat Al-Ilahiyyah ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Qowaqji (w. 1305 H), “Syarah Ahmad Ath-Tholib Al-Murri” (w. 1321 H), “Syarah Hasyim Asy-Syarqowi” , “An-Nafahat Al-Muhammadiyyah Fi Al-Ahadits Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Ash-Shoyyadi (w. 1328 H), “Syarah Muhammad Al-Fasi” ( w. 1331 H), “Al-Jawahir Al-Lu’lu-iyyah fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Jurdani (w. 1331 H), “Al-Minah Al-Maulawiyyah bi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya As-Siba’i (w.1332 H), “Syarah Asy-Syarnubi” (w. 1348 H), “Al-Fathu Al-Mubin Fi Syarhi Al-Arba’in” karya As-Sukuri (w. 1349 H), “Syarah At-Tazarwati” (w. 1352 H), “Al-Burud Ath-Tholsiyyah fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Ibnu Thols ( w. 1355 H), “An-Nuzhatu Al-Bahiyyah fi Syarhi Ahaditsi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Qosim Al-Qoisi (w. 1374 H), “Mahasinu Ad-Din ‘ala Matni Al-Arba’in” dan “Ta’limu Al-Ahabb Ahaditsa An-Nawawi wabni Rojab” karya Faishol Alu Mubarok (w. 1376 H), “Syarah Abdurrahman As-Sa’di” (w. 1376 H), “Syarah Al-Kattani” (w. 1382 H), “Khotmatu Kitabi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Kattani ( w. 1382 H), “Min Misykati An-Nubuwwah fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Farfuri (w. 1407 H), syarah berupa tesis yang diajukan oleh ‘Awadh As-Sa’idi tahun 1408 H, “Syarah Abdullah Al-Anshori” ( w. 1410 H), “At-Tuhfah Ar-Robbaniyyah syarhu Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Isma’il Al-Anshori (w. 1417 H), “Syarah ‘Athiyyah Salim” (w. 1420 H) , “Ta’liq ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Ibnu Al-‘Utsaimin (w. 1421 H), “Syarah Sholih Alu Asy-Syaikh”, “Fathu Al-Qowiyy Al-Matin Fi Syarhi Al-Arba’in Wa Tatimmatu Al-Khomsin” karya Abdul Muhsin Al-‘Abbad, “Minhatu Robbi Al-Bariyyah bi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Ghoryani, “Syarah Muhammad Al-Yamani”, “Fathu Al-Qowiyy Syarhu Arba’in An-Nawawi” karya Abdullah Alu Abdul Lathif, “Syarah Rofi’uddin Al-Muroda Abadi”, “Qowa’id As-Saniyyah fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Mirotahi, “Al-Idhoh wa At-Tabyin fi Ma’ani Al-Ahadits Al-Arba’in” dengan pengarang masih misterius, “Asy-Syarhu Al-Mujaz Al-Mufid” karya Abdullah Al-Muhsin, “Al-Mukhtar min Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Abdul Kholiq Mas’ud, “Al-Bayan fi Syarhi Al-Arba’in Haditsan An-Nawawiyyah “ karya Kholid Al-Baithor, “Qowa’id wa Fawa-id min Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Nazhim bin Muhammad Sulthon, “Syarhu Al-Arba’in An-Nawawiyyah fi Tsaubin Jadid” karya Abu Shofiyyah, “Idhohu Al-Ma’ani Al-Khofiyyah fi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Muhammad Tatai, “Al-Wafi fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Mushthofa Dib Al-Bugho dan Muhyiddin Dib Mistu, “Taisiru Robbi Al-Bariyyah fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Muhammad Al-Ahmad, “Syarah Muhammad Bakkar Zakariyya”, “Ar-Riyadh Az-Zakiyyah” karya Abdul Karim Al-Khudhoir, “Syarah ‘Aqil As-Syamiri”, “Al-Jami’ fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Dr. Muhammad Yusri, “Sin wa Jim fi Syarhi Al-Arba’in” karya Husain Ash-Shodiq, “Al-Kafi Min Syuruhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Mahir Al-Hindi, “Syarah Sulaiman Al-Luhaimid”, “Syarah Sa’id Al-Qohthoni”, “Asy-Syuruh Al-Arba’ah ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya empat orang ulama Fas yaitu Ibnu Muhammad At-Tawudi + Abdul Qodir+ Ibnu Ahmad Bunayyis + Ath-Thoyyib, Al-Mabadi’ At-Tarbawiyyah Al-Mustanbathoh min Al-Arba’in An-Nawawiyyah”, “Syarah Ibnu Baz”, “Dzakhirotu Ar-Rowi Syarhu Arba’i An-Nawawi” karya Al-‘Ushoimi, “Asy-Syuruh Ar-Rodhiyyah ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Abdul ‘Al Ar-Rosyidi, “Ta’liqot Tarbawiyyah ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya ‘Aqil Asy-Syamri dan lain-lain.
Dari sekian banyak syarah ini, di antara yang paling terkenal dan terpenting adalah kitab “Jami’ Al-Ulum Wa Al-Hikam Fi Syarhi Khomsina Haditsan Min Jawami’i Al-Kalim” karya Ibnu Rojab (795 H). Dalam kitab ini, Ibnu Rojab menambah 8 hadis sehingga jumlah hadis dalam kitab “Al-Arba’in An-Nawawiyyah” genap menjadi 50 buah hadis. Delapan hadis ini ditulis Ibnu Rojab dalam muqoddimah kitab ini. Kitab ini kemudian diringkas oleh Abu Bakr Alu Mulla (w. 1270 H) dan Salim bin ‘Id Al-Hilali. Untuk ringkasan Salim Al-Hilali, pengarangnya memberi nama “Iqozh Al-Himam Al-Muntaqo Min Jami’i Al-‘Ulum Wa Al-Hikam Fi Syarhi Khomsina Haditsan min Jawami’i Al-Kalim”.
Syarah penting lainnya adalah “Al-Fathu Al-Mubin bi Syarhi Al-Arba’in” karya Ibnu Hajar Al-Haitami. Dari kitab ini lahir sejumlah hasyiyah, di antaranya, “Ta’liqot Zhorifah wa Tahqiqot Lathifah ‘Ala Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Asy-Syaubari (w. 1069 H), “Hasyiyah Al-Kurdi” (w.1138 H), “Irsyadu Al-Mustarsyidin Li Fahmi Al-Fathi Al-Mubin ‘ala Syarhi Al-Arba’in” karya Al-Jirohi (w.1162 H), “Hasyiyah Al-Madabighi” (w. 1170 H), “Miftahu Ath-Tholibin Li Al-Fathi Al-Mubin” karya As-Sumaihi (w. 1178 H), “Hasyiyah Al-Muntaini” (w. 1214 H). Di samping hasyiyah, ada juga yang membuatkan mukhtashor seperti “Mukhtashor Rodhiyyuddin Al-Haitami (w. 1041 H), dan “Mukhtashor Al-Umri” (w. setelah 1240 H).
Tampak dari syarah-syarah di atas, ulama yang bangkit mensyarah kitab An-Nawawi adalah ulama lintas mazhab. Ibnu Rojab yang mengarang “Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam” dan Ath-Thufi yang mengarang “At-Ta’yin” adalah ulama’ bermazhab Hanbali. Ibnu Al-Mulaqqin yang mengarang “Al-Mu’in ‘ala Tafahhumi Al-Arba’in” dan Ibnu Hajar Al-Haitami yang mengarang “Al-Fathu Al-Mubin” adalah ulama bermazhab Asy-Syafi’i. Mulla ‘Ali Al-Qori yang mengarang “Al-Mubin Al-Mu’in” adalah ulama bermazhab hanafi. Al-Fakihani yang mengarang “Al-Manhaj Al-Mubin” adalah ulama bermazhab maliki.
Di antara sekian banyak syarah di atas, yang sudah tercetak adalah “Syarah Ibnu Farh” (w. 699 H), “Syarah Ibnu Daqiqi Al-‘Ied” (w. 702 H), “At-Ta’yin Fi Syarhi Al-Arba’in” karya Najmuddin Ath-Thufi (w. 716 H), “Syarah Ibnu Al-‘Atthor” (w. 724 H),“Al-Manhaj Al-Mubin Fi Syarhi Al-Arba’in” karya Al-Fakihani (w. 734 H), “Syarah At-Taftazani” (w. 791/792 H), “Jami’ Al-Ulum Wa Al-Hikam Fi Syarhi Khomsina Haditsan Min Jawami’i Al-Kalim” karya Ibnu Rojab (795 H), “Al-Mu’in ‘Ala Tafahhumi Al-Arba’in” karya Ibnu Al-Mulaqqin (w. 804 H), “Al-Fathu Al-Mubin Bisyarhi Al-Arba’in” karya Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H), “Al-Majalis As-Saniyyah Fi Al-Kalam ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Fasyni (w.978 H), “Al-Mubin Al-Mu’in li Fahmi Al-Arba’in” karya Al-Mulla ‘Ali Al-Qori (1014 H), “Al-Jawahir Al-Bahiyyah fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Asy-Syibsyiri (w. 1019 H), “Arusu Al-Afroh” karya An-Nabrowi (w. 1257 H), “Al-Futuhat Al-Wahbiyyah bi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Asy-Syabarkhiti (w. 1106 H), “Tuhfatu Al-Muhibbin fi Syarhi Al-Arba’in” karya Muhammad Hayat As-Sindi (w. 1163 H), “Al-Jawahir Al-Lu’lu-iyyah fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Jurdani (w. 1331 H), “Syarah Asy-Syarnubi” (w. 1348 H), “An-Nuzhatu Al-Bahiyyah fi Syarhi Ahaditsi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Qosim Al-Qoisi (w. 1374 H), “Mahasinu Ad-Din ‘ala Matni Al-Arba’in” dan “Ta’limu Al-Ahabb Ahaditsa An-Nawawi wabni Rojab” karya Faishol Alu Mubarok (w. 1376 H), “Syarah Abdurrahman As-Sa’di” (w. 1376 H), “Min Misykati An-Nubuwwah fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Al-Farfuri (w. 1407 H), “At-Tuhfah Ar-Robbaniyyah syarhu Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Isma’il Al-Anshori (w. 1417 H), “Syarah ‘Athiyyah Salim” (w. 1420 H), “Ta’liq ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Ibnu Al-‘Utsaimin (w. 1421 H), “Syarah Sholih Alu Asy-Syaikh”, “Fathu Al-Qowiyy Al-Matin Fi Syarhi Al-Arba’in Wa Tatimmatu Al-Khomsin” karya Abdul Muhsin Al-‘Abbad, “Asy-Syarhu Al-Mujaz Al-Mufid” karya Abdullah Al-Muhsin, “Qowa’id wa Fawa-id min Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Nazhim bin Muhammad Sulthon, “Syarhu Al-Arba’in An-Nawawiyyah fi Tsaubin Jadid” karya Abu Shofiyyah, “Idhohu Al-Ma’ani Al-Khofiyyah fi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Muhammad Tatai, “Taisiru Robbi Al-Bariyyah fi Syarhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Muhammad Al-Ahmad, “Ar-Riyadh Az-Zakiyyah” karya Abdul Karim Al-Khudhoir, “Al-Kafi Min Syuruhi Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Mahir Al-Hindi, “Syarah Sulaiman Al-Luhaimid”, “Syarah Sa’id Al-Qohthoni”, “Asy-Syuruh Al-Arba’ah ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya empat orang ulama Fas yaitu Ibnu Muhammad At-Tawudi + Abdul Qodir + Ibnu Ahmad Bunayyis + Ath-Thoyyib, Al-Mabadi’ At-Tarbawiyyah Al-Mustanbathoh min Al-Arba’in An-Nawawiyyah”, “Syarah Ibnu Baz”, “Dzakhirotu Ar-Rowi Syarhu Arba’i An-Nawawi” karya Al-‘Ushoimi, “Asy-Syuruh Ar-Rodhiyyah ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya Abdul ‘Al Ar-Rosyidi, “Ta’liqot Tarbawiyyah ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah” karya ‘Aqil Asy-Syamri, “Iqozh Al-Himam Al-Muntaqo Min Jami’i Al-‘Ulum Wa Al-Hikam Fi Syarhi Khomsina Haditsan min Jawami’i Al-Kalim” karya Al-Hilali, dan lain-lain.
Ada pula yang mensyarah kitab “Al-Arba’in An-Nawawiyyah” dalam bentuk audio. Di antaranya, Abdul Muhsin Al-‘Abbad, ‘Athiyyah Muhammad Salim, Sa’ad bin Turky Al-Khotslan, Abdul Karim Al-Khudhoir, Sholih Al-‘Ushoimi, Sholih Al-Luhaidan, Muhammad Al-Munajjid, Ibnu Al-‘Utsaimin, Sholih Alu Asy-Syaikh, Falah Isma’il Mandakar, Abdul Muhsin Az-Zamil, Abdullah Al-Ghunaiman, Ibrohim Ar-Ruhaili, Abdurrahman Abdul Kholiq, Umar Al-Muqbil dan lain-lain.
Manuskrip kitab “Al-Arba’in An-Nawawiyyah” bisa didapatkan di “Al-Maktabah As-Sulaimaniyyah” di Turki, “Markaz Al-Malik Faishol li Al-Buhuts wa Ad-Dirosat Al-Islamiyyah” di Riyadh; Saudi Arabia, “Dar Al-Kutub Al-Mishriyyah” di Kairo; Mesir, “Al-Maktabah Al-Azhariyyah di Kairo; Mesir, “Al-Khizanah Al-Malikiyyah” (Al-Hasaniyyah) di Ribath; Maroko, “Maktabah Al-Makhthuthot” di Kuwait, “Al-Khizanah Al’Ilmiyyah Ash-Shubaihiyyah” di Sale; Maroko, “Dar Al-Kutub Al-Wathoniyyah” di Tunisa, “Maktabah Asy-Syaikh Abdullah Ibrahim At-Tuwaijiri” di Qoshim; Saudi Arabia, “Maktabah Al-Auqof di Aleppo, Suriah”, Perpustakaan Pankipur di India, Raza Library di Rampur; India Ar-Ridhowiyyah di Mashhad: Iran, Bibliothèque nationale de France di Paris; Prancis, Universitas Leipzig, di Leipzig; Jerman, “British Museum” di London; Inggris, Bibliotheca Apostolica Vaticana/Perpustakaan Vatikan, Beryl Library di Amerika Serikat, “Chester Beatty” di Dublin; Irlandia, dan lain-lain.
Di zaman ini, sejumlah peneliti telah tercatat mencoba mentahqiq. Di antaranya, Bassam Hijazi yang kemudian diterbitkan oleh “Dar Al-Ghoutsani li Ad-Dirosat Al-Qur’aniyyah” di Damaskus Suriah, Ali -Rozihi yang diterbitkan “Dar Al-Atsar” di Shon’a, Ridhwan Muhammad Ridhwan, Muhyiddin Mistu, Abdul Qodir Al-Arnauth, Abdul Aziz As-Sirwan, Nizhom Muhammad Sholih Ya’qubi, Umar Abdul Jabbar, dan lain-lain.
Sejumlah penerbit juga tercatat pernah mencetak kitab “Al-Arba’in An-Nawawiyyah” ini. Di antaranya, “Mathba’ah ‘Isa Al-Baby Al-Halaby”, “Dar Al-Bukhori”, “Al-Jami’ah Al-Islamiyyah” di Madinah tahun 1395 H, “Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah” di Beirut tahun 1401 H, “Mu-assasah Ar-Risalah” di Beirut tahun 1402 H, “Dar Ar-Ro-id Al-‘Arobi” di Beirut tahun 1404, “Mu-assasah Ar-Royyan” di Beirut tahun 1416 H, “Dar As-Salam” tahun 1428 H, “Dar Al-Minhaj” di Jedah tahun 1430 H, “Dar Al-Hadits Al-Kattaniyyah” tahun 1434 H, “Da-iroh Al-Maktabah Al-Wathoniyyah”, “Dar Asy-Syuruq”, dan lain-lain.
Penerbit “Dar Al-Minhaj” mencetak kitab “Al-Arba’in An-Nawawiyyah” ini pada tahun 1430 H/2009 dengan ketebalan 160 hlm atas jasa tahqiq Qoshiyy Muhammad Nurul Hallaq dan Anwar bin Abu Bakr Asy-Syaikhi. Dalam terbitan ini, muhaqqiq meneliti 3 naskah manuskrip yang mana salah satunya memiliki sanad bersambung sampai ke imam An-Nawawi dari jalur Al-Mizzi dan Zain Al-‘Iroqi.
Keistimewaan lain cetakan penerbit ini adalah mencantumkan tulisan penutup An-Nawawi yang beliau beri judul “Bab Al-Isyarot Ila Al-Alfazh Al-Musykilat”. Ini adalah bab dalam kitab Al-Arba’in An-Nawawiyyah yang memfokuskan pembahasan pada penjelasan dhobth lafaz yang diperkirakan bisa dibaca dengan keliru sekaligus penjelasan maknanya secara singkat.
An-Nawawi wafat di sepertiga malam terakhir, tepatnya di malam Rabu tanggal 14 Rajab, tahun 676 H.
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين