بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيم
MUJAHID DAKWAH.COM, BANTEN – Di awal-awal kejadian, sempat terjadi simpang siur bencana alam di Pandeglang, Banten dan Lampung Selatan. Pasalnya gelombang setinggi dua meter (berdasarkan rilis BNPB) menghantam pemukiman penduduk dan sejumlah tempat wisata pinggir pantai.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika sejak awal dalam cuitannya menyebut bahwa gelombang besar yang kini terdata menewaskan 43 orang itu adalah tsunami. Sedangkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di awal kejadian menyebut bahwa gelombang tersebut akibat pasang air laut karena malam purnama.
Namun, pada pukul 06.50 WIB, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho akhirnya meralat pernyataan persnya.
“BMKG telah menyampaikan secara resmi bahwa tsunami telah terjadi dan menerjang beberapa wilayah pantai di Selat Sunda, diantaranya di pantai di Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan. Tsunami terjadi pada 22/12/2018 sekitar pukul 21.27 WIB,” ujar Sutopo melalui rilis persnya kepada Kiblat.net pada Ahad (23/12/2018).
Sutopo menjelaskan, tsunami bukan dipicu oleh gempabumi, karena tidak terdeteksi adanya aktivitas tektonik. Kemungkinan tsunami terjadi akibat longsor bawah laut karena pengaruh dari erupsi Gunung Anak Krakatau. Pada saat bersamaan terjadi gelombang pasang akibat pengaruh bulan purnama.
“Jadi ada kombinasi antara fenomena alam yaitu tsunami dan gelombang pasang. Dan badan Geologi mendeteksi pada pukul 21.03 WIB Gunung Anak Krakatau erupsi kembali dan menyebabkan peralatan seismograf setempat rusak,” ujarnya.
Meskipun ada alat yang rusak, seismik Stasiun Sertung merekam adanya getaran tremor terus menerus, namun tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigakan.
Sutopo menyebutkan ada kemungkinan material sedimen di sekitar Anak Gunung Krakatau di bawah laut longsor sehingga memicu tsunami.
“Masyarakat dihimbau tetap tenang. Jangan terpancing isu yang menyesatkan yang disebarkan oleh pihak yang tidak jelas. Masyarakat dihimbau tidak melakukan aktivitas di pantai Selat Sunda untuk sementara waktu. BMKG dan Badan Geologi masih melakukan penelitian lebih lanjut,” tukasnya.
Sumber: Kiblat.Net